Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar, bisnis wisata alam menghadapi tantangan tak kalah kompleks untuk tetap relevan tanpa kehilangan esensi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Ayo Biz

Menjaga Napas Bisnis Wisata Alam Lewat Inovasi dan Strategi Berkelanjutan

Kamis 09 Okt 2025, 18:55 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar yang kian digital dan instan, bisnis wisata alam menghadapi tantangan yang tak kalah kompleks, salah satunya bagaimana tetap relevan tanpa kehilangan esensi. Bukan hanya soal menjaga lanskap hijau, tapi juga soal merancang pengalaman yang mampu bersaing dengan destinasi urban dan hiburan berbasis teknologi.

Orchid Forest Cikole, yang berada di kawasan Lembang, Jawa Barat, menjadi contoh menarik bagaimana inovasi dan strategi berkelanjutan bisa menjadi kunci eksistensi. Alih-alih hanya mengandalkan keindahan hutan pinus dan koleksi anggrek, pengelola destinasi ini merancang pengalaman wisata yang menyentuh sisi emosional, estetika, dan adrenalin pengunjung.

CEO Orchid Forest Cikole, Barry Akbar, menyadari bahwa daya tarik visual saja tidak cukup. Hal ini bukan sekadar anekdot, tapi cerminan strategi branding yang membuat Barry berhasil memposisikan bisnis destinasi lokal sebagai ikon wisata.

“Cukup banyak masyarakat yang mengira kalau spot Wood Bridge ini bukan dari Indonesia, viral di medsos pada mengira jembatan ini ada di luar negeri. Padahal ada di Lembang,” ujarnya.

Wood Bridge, jembatan kayu sepanjang 100 meter yang bergoyang saat dilintasi, bukan hanya spot foto viral. Spot ini adalah simbol bagaimana elemen alam bisa dikemas menjadi wahana ekstrem yang aman dan terukur. Dengan pembatasan kapasitas lima orang per batch dan pengecekan rutin setiap pekan, pengelola menunjukkan bahwa inovasi harus berjalan beriringan dengan protokol keselamatan.

“Sebenarnya sling jembatan ini berkapasitas untuk 2 ton, tapi kami batasi untuk 5 hingga 7 orang untuk mengontrol dan keselamatan para pengunjung,” kata Barry.

Strategi ini bukan hanya soal teknis, tapi juga soal menciptakan kenyamanan dan eksklusivitas dalam pengalaman wisata. Lebih jauh, Orchid Forest Cikole menerapkan pendekatan berkelanjutan dalam pengelolaan fasilitas. Struktur jembatan yang kini permanen ke menara, bukan lagi ke pohon pinus, menunjukkan komitmen terhadap konservasi.

“Struktur bangunannya sudah permanen ke tower tidak ke pohon pinus lagi, sehingga kekuatannya akan tahan lama,” ujar Barry.

Inovasi lain yang ditawarkan adalah flying fox, wahana meluncur di atas hutan pinus yang tetap mengedepankan keselamatan. Setiap pengunjung wajib mengenakan perlengkapan keselamatan dan didampingi petugas terlatih, menegaskan bahwa pengalaman ekstrem tak harus mengorbankan keamanan.

“Flying Fox ini ada batasan maksimal sekitar 120 kg, biar tetap nyaman dan aman,” jelas Barry.

Strategi pricing pun dirancang inklusif namun tetap berkelanjutan. Tiket masuk Rp40.000 ditambah asuransi Perhutani Rp7.500 hingga Rp10.000 menjadi bentuk kolaborasi antara bisnis dan konservasi. Model ini memungkinkan pengelola menjaga kualitas layanan sekaligus berkontribusi pada pelestarian hutan lindung.

Menurut laporan World Tourism Organization (UNWTO), wisata berbasis alam dan budaya akan menjadi tulang punggung pariwisata global dalam dekade mendatang.

Tren ini didorong oleh meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan, kesehatan mental, dan pencarian pengalaman autentik. Orchid Forest Cikole telah membaca arah angin ini dan menjadikannya landasan strategi.

Namun, tantangan tetap ada. Lonjakan pengunjung bisa menjadi ancaman jika tidak diimbangi dengan manajemen kapasitas dan edukasi lingkungan. Di sinilah pentingnya strategi komunikasi yang tidak hanya menjual keindahan, tapi juga nilai konservasi. Pengalaman wisata harus dirancang sebagai proses belajar dan refleksi, bukan sekadar konsumsi visual.

Kunci keberhasilan destinasi seperti ini terletak pada kemampuan beradaptasi. Inovasi bukan hanya soal menambah wahana, tapi juga soal menciptakan narasi yang menyentuh. Ketika pengunjung merasa menjadi bagian dari ekosistem, bukan sekadar tamu, maka loyalitas dan dampak jangka panjang bisa tercipta.

Kolaborasi dengan komunitas lokal, pelibatan generasi muda dalam program edukasi, dan integrasi teknologi untuk monitoring lingkungan adalah beberapa strategi yang bisa memperkuat fondasi bisnis wisata alam. Orchid Forest Cikole telah memulai langkah ini, dan masa depan akan menuntut lebih banyak keberanian untuk bereksperimen.

"Kami percaya, wisata alam bukan hanya soal pemandangan, tapi soal bagaimana kita merancang pengalaman yang aman, berkesan, dan tetap menjaga ekosistemnya. Kalau ingin bertahan, kita harus terus berinovasi tanpa melupakan akar,” ujar Barry.

Alternatif kebutuhan wisata atau produk UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/7pkHgXCzck
  2. https://s.shopee.co.id/8pcosPmWff
  3. https://s.shopee.co.id/3VbIWf0WvZ
  4. https://s.shopee.co.id/11QMFmr2F
  5. https://s.shopee.co.id/VxgxDO9YJ
Tags:
destinasi lokalstrategi berkelanjutaninovasibisnis wisata alamindustri pariwisata

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor