AYOBANDUNG.ID - Menanggapi adanya tuntutan pencabutan larangan studi tur pelajar, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak akan mencabut kebijakan larangan kegiatan studi tur di sekolah. Ia menyebut keputusan tersebut diambil demi melindungi masyarakat, khususnya kalangan ekonomi kecil, dari beban biaya di luar kebutuhan pendidikan.
“Saya sampaikan hari kemarin ada demonstrasi di Gedung Sate, bahkan melakukan blokade jalan di jalan Flyover Pasopasti. Mereka adalah para pelaku jasa usaha kepariwisataan, baik penyelenggara travel, kemudian sopir bus, pengusaha bus, mendesak saya mencabut SK larangan studi tur. Yang protes itu adalah kegiatan pariwisata. SK saya adalah SK studi tur,” tutur Dedi di akun Instagram resminya, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia menyoroti bahwa para peserta aksi bukan berasal dari kalangan pendidikan, melainkan pelaku industri pariwisata, sehingga menimbulkan pertanyaan atas substansi studi tur yang selama ini dilakukan.
"Yang dilarang adalah kegiatan studi tur yang kemudian dengan demonstrasi itu menunjukkan dengan jelas kegiatan studi tur itu sebenarnya kegiatan piknik. Kegiatan rekreasi bisa dibuktikan yang demonstrasi para pelaku jasa kepariwisataan," katanya.
Dedi juga mengungkapkan bahwa aksi demonstrasi tersebut mendapatkan dukungan dari asosiasi Jeep wisata di wilayah Yogyakarta, termasuk yang biasa melayani wisatawan di kawasan Gunung Merapi.
"Insya Allah saya Gubernur Jabar, akan tetapi berkomitmen menjaga ketenangan orang tua siswa agar tidak terlalu banyak pengeluaran biaya di luar kebutuhan pendidikan," ucapnya.
Ia menegaskan, larangan studi tur diterbitkan semata-mata untuk mengurangi beban biaya yang tidak berkaitan langsung dengan penguatan karakter dan nilai-nilai pendidikan, termasuk program Panca Waluya.
“Mudah-mudahan industri pariwisata tumbuh sehingga yang datang wisata orang luar negeri, orang yang punya uang, yang memang murni memiliki tujuan kepariwisataan dan memiliki berdasarkan kemampuan ekonomi yang dimiliki. Bukan orang yang memiliki kemampuan pas-pasan dengan alasan studi tur dipaksa piknik atau kalau tidak dipaksa anaknya malu di rumah karena tidak ikut piknik,” kata Dedi menegaskan.
Tuntutan Cabut Larangan Studi Tur
Sehari sebelumnya, Senin, 21 Juli 2025, ribuan orang dari berbagai kota di Jawa Barat menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung Sate, Bandung. Mereka menuntut pencabutan Surat Keputusan Gubernur Nomor 45/PK.03.03/KESRA yang melarang sekolah mengadakan studi tur.
Sejak pukul 08.00 WIB, massa mulai memadati lokasi. Mereka datang menggunakan puluhan bus yang klaksonnya bersahut-sahutan. Suasana sempat meriah—ada yang berjoget di tengah suara telolet. Tapi di balik itu, tersimpan keresahan: banyak dari mereka terancam kehilangan pekerjaan.
Koordinator Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat, Herdi Sudardja, menyebut bahwa larangan studi tur telah memukul telak sektor transportasi dan UMKM di destinasi wisata. “Kami hanya menuntut satu hal: cabut larangan studi tur,” tegasnya. Menurut Herdi, sekitar 5.000 dari total 13.000 pekerja di sektor ini bekerja informal sebagai sopir dan kru bus, yang hanya mendapat bayaran jika ada pesanan.

Sebelum larangan diberlakukan, satu unit bus bisa meraup omzet hingga Rp80 juta per bulan. Tapi kini, pendapatan turun drastis hingga 60 persen. Banyak pengusaha bus kesulitan membayar cicilan dan operasional harian. “Kami lebih menderita dari masa Covid-19. Bedanya, waktu itu ada bantuan. Sekarang tidak ada,” ujar Herdi.
Ia menambahkan bahwa, tidak seperti Bali yang mengandalkan wisatawan mancanegara, pariwisata di Jabar bergantung pada pelajar sebagai wisatawan lokal. Karena itu, larangan studi tur mematikan sumber utama penghasilan mereka.
Unjuk rasa berlangsung sepanjang hari. Orasi bergantian disuarakan. Massa berkali-kali meneriakkan yel-yel: "Cabut SE, cabut SE!" Sekitar pukul 13.00 WIB, perwakilan Pemprov Jabar keluar menemui massa. Namun pertemuan itu tak menghasilkan solusi konkret.
Staf Kesra yang dikirim menyampaikan bahwa keputusan tetap berada di tangan Gubernur. Hal ini membuat Herdi dan massa aksi kecewa. Ia meminta agar bisa bertemu langsung dengan Dedi Mulyadi, namun hingga sore tak juga mendapat kejelasan.
Sekitar pukul 15.00 WIB, massa mulai bergerak menuju Flyover Pasupati dan melakukan blokade jalan. Aksi ini menyebabkan kemacetan parah di sejumlah ruas seperti Jalan Diponegoro, Surapati, dan Sentot Ali Basyah. Dishub Kota Bandung pun terpaksa melakukan pengalihan arus.
Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi Dishub Kota Bandung, Asep Kuswara, mengatakan pengalihan arus dilakukan untuk mencegah penumpukan kendaraan. “Kami turun ke lapangan bersama kepolisian untuk mengurai kemacetan,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, pukul 18.00 WIB massa bergeser ke gerbang Tol Pasteur dan kembali memblokade jalan. Aksi tersebut membuat arus lalu lintas lumpuh total. Berdasarkan pantauan CCTV ACTS Bandung, kondisi lalu lintas baru kembali normal sekitar pukul 21.00 WIB.
Meski aksi telah selesai, tuntutan massa belum menemui titik terang. Herdi dan rekan-rekannya menegaskan akan terus berjuang agar kebijakan yang mereka nilai merugikan ini dicabut. “Jangan biarkan sektor pariwisata kami mati perlahan karena satu kebijakan,” pungkas Herdi.(*)