Pengusaha Jasa Wisata Jawa Barat Sebut Larangan Studi Tur Dedi Mulyadi Lebih Buruk dari Pandemi Covid-19

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Selasa 22 Jul 2025, 08:19 WIB
Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate.

Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate.

AYOBANDUNG.ID – Deretan bus berwarna cerah memenuhi halaman depan Gedung Sate, bukan untuk menurunkan pelajar yang hendak studi banding, melainkan menjadi simbol perlawanan terhadap sebuah kebijakan pemerintah yang dinilai menyesakkan.

Sebanyak 50 armada bus, biasanya disewa untuk perjalanan wisata, hari itu menjadi kendaraan unjuk rasa. Para sopir, pemilik travel, dan pekerja pariwisata menyuarakan kekecewaan mereka terhadap Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan studi tur pelajar.

Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA itu diteken pada Mei 2025. Dalam salah satu poinnya, disebut bahwa sekolah dilarang mengadakan kegiatan studi tur karena dianggap membebani orang tua murid.

Namun, kebijakan ini bak pisau bermata satu. Ia mengiris tumpuan ekonomi banyak pihak tanpa menyediakan solusi alternatif yang nyata.

Herdi Sudardja, koordinator aksi dari Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat, menyebutkan bahwa larangan itu membuat pendapatan pelaku usaha anjlok. “Pendapatan turun sampai 60 persen. Dari semula Rp80 juta, sekarang hanya Rp30 juta. Itu tak cukup untuk bayar cicilan leasing atau gaji sopir,” ucapnya.

Dampaknya meluas. Tak hanya pengusaha travel, tapi juga pekerja informal seperti pedagang kaki lima, penjaja oleh-oleh, hingga pemilik penginapan lokal turut terkena imbas.

Mereka sudah mencoba jalur formal. Surat audiensi telah dilayangkan ke Gubernur, namun tak ada balasan. Maka aksi massa jadi pilihan terakhir. Ribuan orang turun ke jalan, mendesak agar kebijakan ini ditinjau ulang.

Di tengah panasnya Kota Bandung, deretan bus tersebut berubah menjadi posko perlawanan. Spanduk dibentangkan, klakson telolet dibunyikan, dan sebagian orang bahkan berjoget di atas atap bus untuk menarik perhatian publik.

Bus peserta aksi protes larangan studi tur pelajar di Gedung Sate. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Bus peserta aksi protes larangan studi tur pelajar di Gedung Sate. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Aksi ini bukan tanpa konsekuensi. Jalanan macet parah. Flyover Pasupati lumpuh total. Kendaraan mengular hingga ratusan meter. Jalan Diponegoro, Surapati, dan Sentot Ali Basyah ditutup sementara.

Dishub dan kepolisian sibuk mengurai kemacetan. Kendaraan dialihkan. Arus lalu lintas dari Gasibu ke Pasteur pun dialihkan, namun tetap saja, keluhan muncul dari warga yang tak siap menghadapi demo mendadak ini.

Seorang pengemudi ojek online, Ujang (37), mengeluh perjalanan orderannya terhambat.

“Enggak tahu ada demo. Tapi ya udah, terpaksa muter jauh. Waktu tempuh jadi molor banget,” katanya.

Di tengah kekacauan lalu lintas, perwakilan massa mencoba masuk ke Gedung Sate. Mereka ingin berbicara langsung dengan Gubernur Dedi Mulyadi. Namun yang menemui hanya staf Kesra.

Diskusi sempat berlangsung alot. Staf Kesra meminta massa bersabar menunggu kabar dari ajudan gubernur. Herdi, tak puas, bertanya, “Sampai kapan kami harus menunggu, Pak? Dari pagi kami di sini.”

Namun jawaban konkret tak kunjung datang. Massa pun bertahan, menunggu kepastian yang terasa semakin jauh.

Bagi mereka, surat edaran itu seperti vonis mati ekonomi. Tidak ada solusi dari pemerintah, tidak ada program pengganti, tidak ada kompensasi.

“Kalau dilarang studi tur karena beban ekonomi, harusnya pemerintah kasih alternatif. Bukan hanya menyuruh sekolah menanam sayur dan ternak ikan di sekolah. Itu bukan jawaban bagi kami,” tutur Herdi.

Ribuan massa menggelar aksi di depan Gedung Sate terkait kebijakan larangan studi tur di Jawa Barat. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ribuan massa menggelar aksi di depan Gedung Sate terkait kebijakan larangan studi tur di Jawa Barat. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Di tengah ketegangan, terlihat jelas rasa frustasi para pelaku wisata. Banyak dari mereka belum bangkit sepenuhnya dari krisis pandemi, kini harus kembali terpuruk akibat kebijakan tanpa diskusi.

Dia membandingkan kondisi saat SE itu diterbitkan dengan masa Covid-19. Diakuinya bahwa saat itu lebih baik ketimbang belakangan ini. 

“Waktu Covid-19, memang kami sulit. Tapi setidaknya itu bencana alam, bukan kebijakan sepihak yang bisa dicegah,” ujarnya.

Kenyataan pahit lainnya, beberapa perusahaan mulai merumahkan pegawainya. Belum ada PHK massal, tapi gelombang pemutusan kerja secara halus mulai terjadi.

“Sudah ada yang dirumahkan. Karena memang tidak ada order masuk. Tiap hari bus nganggur di pool,” kata Herdi.

Ia menyebut, jika situasi tak berubah, bukan tak mungkin dalam waktu dekat banyak perusahaan bis kecil akan gulung tikar. Ekosistem wisata lokal pun akan menyusut drastis.

Lebih dari itu, kebijakan ini juga dianggap tak berpihak pada pendidikan kontekstual. Studi tur selama ini dinilai banyak sekolah sebagai sarana belajar langsung di luar kelas, memperluas wawasan siswa.

Perwakilsan aksi massa cabut larangan studi tur datangi Gedung Sate. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Perwakilsan aksi massa cabut larangan studi tur datangi Gedung Sate. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Situasi diperburuk dengan tidak adanya komunikasi dua arah antara pemerintah dan pelaku usaha. Gubernur seperti tak mau mendengar jeritan dari bawah.

Sikap Pemprov pun dinilai lepas tangan. Perwakilan hanya mengatakan keputusan tak bisa diubah secara sepihak. Tapi tak pula menjanjikan adanya revisi atau evaluasi.

Di sisi lain, masyarakat umum mulai terbelah. Ada yang mendukung pelarangan karena alasan ekonomi keluarga. Tapi tak sedikit pula yang mengkritik metode larangan menyeluruh yang kaku dan tidak fleksibel.

Beberapa orang tua murid mengaku studi tur bisa jadi beban, tapi jika disiapkan dengan baik dan transparan, mereka siap berpartisipasi.

Bagi pelaku wisata, keputusan ini harusnya dibarengi mitigasi. Pemerintah punya banyak cara, termasuk pembatasan biaya, pengawasan penyelenggara, atau subsidi kegiatan edukatif.

Tapi yang terjadi justru larangan total. Semua ditutup tanpa jalan keluar.

Saat malam mulai turun, massa perlahan membubarkan diri. Bus-bus mulai bergerak keluar dari flyover Pasupati, namun titik macet bergeser, dan kemacetan masih terjadi.

Namun satu hal yang belum bergerak: sikap Gubernur Dedi Mulyadi yang masih bungkam hingga aksi massa selesai.(*)

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 22 Jul 2025, 14:11 WIB

Menggali Identitas Fashion Muslim Lokal, Kisah Tiga Brand yang Tumbuh Bersama Semangat UMKM

Di tengah maraknya industri fashion global, jenama-jenama lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat.
Di tengah maraknya industri fashion global, brand-brand lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat. (Sumber: Radwah)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 13:27 WIB

Mewujudkan Masa Depan Pembelajaran ASN dengan Integrasi SERVQUAL

Transformasi pembelajaran ASN tak bisa ditunda. Corpu LAN hadir sebagai ekosistem strategis dengan SERVQUAL.
Ilustrasi ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 11:46 WIB

OCECO: Tugas Kuliah yang Menjelma Jadi Brand Tas Ramah Lingkungan

Apa jadinya jika tugas kuliah menjadi pintu gerbang menuju bisnis yang berdampak sosial? Itulah yang dialami oleh Laura Anastasia, founder sekaligus CEO Oceco, sebuah brand tas berbasis slow fashion d
Produk OCECO yang ramah lingkungan. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 10:37 WIB

Peneliti dan Mode Kejar Setoran

Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang.
Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang. (Sumber: Pexels/Polina Zimmerman)
Beranda 22 Jul 2025, 08:19 WIB

Pengusaha Jasa Wisata Jawa Barat Sebut Larangan Studi Tur Dedi Mulyadi Lebih Buruk dari Pandemi Covid-19

Bagi pelaku wisata, keputusan ini harusnya dibarengi mitigasi. Pemerintah punya banyak cara, termasuk pembatasan biaya, pengawasan penyelenggara, atau subsidi kegiatan edukatif.
Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate.
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 19:12 WIB

Dilema Konflik Kepentingan dalam Kebijakan Pengadaan: Antara Keperluan Substansial atau Hanya Simbolisme Regulasi?

Regulasi baru dinilai hanya simbolis dan memiliki celah yang justru membuka ruang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tulisan ini akan mengangkat isu konflik kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai refleksi dan analisis terhadap integritas birokrasi Indonesia hari ini. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 17:38 WIB

Mimpi dalam Koper, Yisti Yisnika dan Perjalanan Membangun Oclo dari Nol

Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar.
Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim. Tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar. (Sumber: Instagram @yistiyisnika)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 16:01 WIB

Satu ASN Tiga Jabatan, Pelayan Publik atau Raja Birokrasi?

Fenomena miris rangkap jabatan yang masih terjadi di birokrasi pemerintahan Indonesia.
Ilustrasi calon ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 15:06 WIB

Gerobak Wonton Kita, Makanan Viral yang Bikin Ketagihan

Gerobak Wonton Kita menjadi bukti nyata bahwa krisis bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Di balik brand kuliner yang kini mulai dikenal luas, ada sosok muda bernama Muhamad Rio Henri Prayoga yang me
Gerobak Wonton Kita (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 21 Jul 2025, 15:00 WIB

Sejarah Dayeuhkolot Jadi Ibu Kota Bandung, dari Karapyak ke Kota Tua yang Kebanjiran

Sejarah Dayeuhkolot sebagai ibu kota pertama Bandung, dari pusat peradaban hingga jadi langganan banjir akibat Citarum.
Potret Sungai Citarum di kawasan Dayeuhkolot sekitar tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 13:56 WIB

Menghidangkan Tradisi, Meracik Inovasi: Kisah Tjap Ajam dalam Setiap Suapan

Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa.
Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa. (Sumber: Tjap Ajam)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 12:13 WIB

Ketika Proyek Pengadaan Jadi Proyek Keluarga

Proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah sejatinya dirancang untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dalam praktiknya, proyek negara kerap menjelma menjadi proyek keluarga. (Sumber: Ilustrasi dibuat dengan AI ChatGPT)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 09:27 WIB

Wish Watch, Brand Jam Tangan Lokal yang Jadi Simbol Produk Premium Kekinian

Jika melihat sekilas, desain jam tangan ini tak kalah dari merek ternama. Namun, siapa sangka, Wish Watch adalah produk asli Indonesia yang memadukan gaya modern dan warisan budaya.
Jam Tangan Wish Watch (Foto: Ist)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 09:05 WIB

Pragmatisme Merdeka dalam Kegelisahan Panjang

Apakah kemerdekaan hanya sebatas bebas dari kolonialisme fisik?
Apakah kemerdekaan hanya sebatas bebas dari kolonialisme fisik? (Sumber: Pexels/ahmad syahrir)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 08:20 WIB

Apa Kabar Perekonomian Indonesia Jika Boikot Produk Terafiliasi Israel?

Apakah boikot terhadap Israel benar-benar efektif secara ekonomi dan bermakna secara sosial?
Apakah boikot terhadap Israel benar-benar efektif secara ekonomi dan bermakna secara sosial? (Sumber: Pexels/Markus Winkler)
Ayo Netizen 20 Jul 2025, 20:01 WIB

Menjadi Ironis, Kultus Populis 

Populisme tanpa etika adalah jebakan. Kultus populis yang menjual keramaian, namun abai terhadap kemanusiaan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 20 Jul 2025, 19:50 WIB

Puting Beliung Rancaekek Sudah Terjadi Sejak Zaman Belanda

Rancaekek jadi langganan badai sejak masa kolonial. Dari tiang telegram roboh hingga atap pabrik beterbangan, semua hancur lebur.
Ilustrasi kerusakan puting beliung Rancaekek zaman baheula.
Beranda 20 Jul 2025, 16:11 WIB

Dari Tawa Berubah Tangis, Pesta Pernikahan Putra Dedi Mulyadi Dikenang karena Tiga Korban

Tiga korban tewas di pesta pernikahan putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maula Akbar atau Ula, dengan LuthfianiDuka mendalam selimuti pesta elite yang digelar untuk rakyat.
Suasana kericuhan saat pesta rakyat pernikahan anak Dedi Mulyadi di Pendopo Garut.
Ayo Netizen 20 Jul 2025, 15:09 WIB

Menyoroti Isu Krisis Iklim dan Kesehatan lewat Sore: Istri Dari Masa Depan

Baru- baru ini netizen dihebohkan dengan film sore: istri dari masa depan, menjadi karya film nuansa baru di Indonesia yang berkaitan dengan isu lingkungan dan kesehatan.
Poster film Sore: Istri dari Masa Depan. (Sumber: Instagram/@yndlaurens)
Mayantara 20 Jul 2025, 11:57 WIB

Mencari Tuhan di Layar Ponsel

Dua generasi, dua cara bermedia, satu kebutuhan yang sama: mencari ketenangan, atau mungkin, mencari Tuhan.
Dua generasi, dua cara bermedia, satu kebutuhan yang sama mencari ketenangan, atau mungkin, mencari Tuhan. (Sumber: Unsplash/Yanping Ma)