Dari Tawa Berubah Tangis, Pesta Pernikahan Putra Dedi Mulyadi Dikenang karena Tiga Korban

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 20 Jul 2025, 16:11 WIB
Suasana kericuhan saat pesta rakyat pernikahan anak Dedi Mulyadi di Pendopo Garut.

Suasana kericuhan saat pesta rakyat pernikahan anak Dedi Mulyadi di Pendopo Garut.

AYOBANDUNG.ID - Tiga jenazah tergeletak kaku. Satu bocah delapan tahun, satu nenek berusia enam puluh satu, dan satu polisi paruh baya. Mereka tidak berpakaian pesta. Tidak juga membawa undangan. Yang mereka bawa hanya harapan: untuk menonton lawakan, makan makanan rakyat, dan menyicip sedikit kebahagiaan yang digelar oleh mereka yang hidup di seberang tembok kesejahteraan. Tapi siapa yang menduga, pesta yang menjanjikan tawa dan kenyang itu malah berujung sunyi dan batu nisan?

Tragedi ini bukan terjadi di medan perang. Bukan pula di tengah kerusuhan massa. Ini terjadi di tengah riuh pesta pernikahan putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maula Akbar atau Ula, dengan Luthfianisa Putri Karlina, Wakil Bupati Garut. Di Pendopo Kabupaten Garut, tempat kekuasaan biasa berdiri tenang, Jumat siang 18 Juli 2025 berubah jadi ladang duka.

Sekitar pukul 13.00, pintu dibuka. Warga yang sejak sebelum Jumatan sudah mengantre dan mendesak, langsung tumpah ruah. Mereka ingin melihat panggung hiburan. Mencicip makanan gratis yang katanya disediakan ribuan porsi. Klepon, awug, soto, sate, burayot. Tapi alih-alih mendapat soto atau sate, mereka yang di depan justru mendapatkan injakan demi injakan. Sesak. Pekik minta tolong. Nafas terhenti.

Tiga nyawa melayang. Vania Aprilia, 8 tahun, warga Kelurahan Sukamentri. Dewi Jubaedah, 61 tahun. Dan Bripka Cecep Saeful Bahri, 39 tahun. Vania dan Nenek Dewi dibawa ke ruang jenazah RSUD dr Slamet. Cecep ke RS Guntur milik TNI. Tapi kematian tidak mengenal ruang. Ia hanya tahu bahwa tiga manusia telah kehilangan hidup dalam suasana yang seharusnya sakral dan bahagia.

"Kegiatan seharusnya dimulai pukul 13.00, tapi dari sebelum Jumatan warga sudah memenuhi pagar pendopo," kata Rizal, perwakilan panitia, dilansir dari unggahan Instragram Dedi Mulyadi. Menurutnya, panitia sudah menyiapkan 500 personel pengamanan. Tapi ternyata, 500 aparat bukan tandingan massa yang tak bisa dihitung. Dorong-mendorong pun terjadi. Warga terinjak. Ada yang jatuh, tak bangun lagi.

Baca Juga: Kang Dedi Mulyadi: Antara Panggung Konten, Kontroversi, dan Janji Kesejahteraan

Yang membuat sesak bukan hanya karena nyawa hilang, tapi karena tragedi ini terjadi di tengah kegembiraan para elite. Sementara sebagian besar warga yang datang, bisa jadi bahkan tidak yakin kapan lagi mereka akan bersantap soto atau sate.

Dalam kondisi ekonomi yang angin-anginan, saat harga kebutuhan pokok menanjak dan pekerjaan semakin sulit, pesta rakyat dengan embel-embel makan gratis menjadi magnet. Ribuan orang datang bukan semata karena ingin menonton Ohang dan Ceu Popon, tapi juga karena perut mereka meminta diisi makanan enak walaupun barang sesekali. Dan celakanya, justru perut kosong itulah yang menyeret mereka ke liang kubur.

Dedi Mulyadi kemudian muncul ke hadapan publik. Ia menyatakan tidak pernah menyetujui kegiatan makan gratis tersebut. "Acara makan bersama warga ini saya termasuk dua kali melarang," ujarnya. Menurutnya, tidak perlu ada acara besar yang melibatkan massa, sebab dampaknya tidak bisa diprediksi.

Tak lama setelah klaim itu, muncul potongan video dari podcast yang ia rekam bersama putranya, Ula. Dalam video yang diunggah tiga hari sebelum kejadian, 14 Juli 2025, Dedi terdengar menyambut ide pesta rakyat itu dengan antusias. "Sudah pasti ari ayah mah penggemarnya banyak, pasti warga ini breg (membeludak). Warga ada hiburannya nggak nanti?" tanya Dedi sambil tertawa kecil.

Ula menjawab bahwa sudah dijadwalkan hiburan malam pada Jumat, dan bahwa makanan gratis telah disiapkan dalam ribuan porsi oleh pelaku UMKM. "Sekuat-kuatnya," katanya.

Kegembiraan di podcast itu terasa kontras dengan duka yang datang kemudian. Publik pun mulai mempertanyakan konsistensi. Mengapa dalam satu video Dedi terdengar menyetujui, tapi setelah kejadian ia mengaku telah melarang? Apakah ada miskomunikasi? Ataukah ada pihak yang memutuskan tanpa sepengetahuan sang gubernur?

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Sumber: Ayobandung)
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Sumber: Ayobandung)

Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Dedi memberikan penjelasan. Kepada kumparan, ia mengatakan hanya menyetujui acara hiburan malam hari, bukan kegiatan makan siang yang digelar pukul 13.00. "Jadi di agenda yang saya miliki itu sesuai dengan apa yang ada di YouTube (podcast). Kegiatan (pesta rakyat)-nya itu hari Jumat, jam 7 malam, di lapang terbuka," ujar Dedi.

Ia menambahkan bahwa kebiasaannya memang selalu menggelar acara malam hari, karena relatif lebih aman dan terkendali. "Kalau jam 7 (19.00) mah sudah kegiatan biasa saya lakukan, maka malam itu disiapkan makan, dan itu di lapangan terbuka, di pinggir jalan, bukan di dalam (pendopo)," katanya.

Tapi publik tetap bertanya-tanya: bagaimana bisa seorang gubernur sekaligus orang tua dari mempelai tidak mengetahui perubahan jadwal yang begitu krusial? Apalagi jika acara itu digelar di ruang publik, dengan skala yang melibatkan ribuan orang.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Dedi mengunjungi keluarga korban dan menyampaikan duka. Ia juga menyampaikan bahwa akan memberikan uang duka sebesar Rp150 juta kepada masing-masing keluarga korban, serta menjamin pendidikan anak-anak korban hingga perguruan tinggi. "Sebagai orang tua saya harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan oleh anak dan menantu," ujarnya.

Ketua DPRD Garut Aris Munandar meminta agar kasus ini diselidiki secara terbuka. "Saya harap diselesaikan dengan tuntas agar terang benderang apa yang menjadi penyebab kejadian sampai orang meninggal dunia," katanya.

Kapolres Garut, AKBP Yugi Bayu Hendarto, menyebut pihaknya sedang melakukan evaluasi dan mendalami kemungkinan kelalaian. Kapolda Jabar Irjen Rudi Setiawan menyatakan hal serupa. "Polisi akan melakukan penyelidikan apakah ada unsur kelalaian atau tidak dan siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa ini," kata Rudi dikutip dari siaran pers pada Sabtu, 19 Juli 2025.

Baca Juga: Sudahkah Dedi Mulyadi Layak Disebut Role Model?

Besar harapan publik bahwa investigasi ini tidak berhenti di tengah jalan. Sudah semakin lelah publik melihat bagaimana elite berkelit dari tanggung jawab dengan cara yang semakin lihai. Semakin tragis ketika panggung pesta yang digelar untuk menunjukkan kedekatan dengan rakyat justru berubah jadi pemisah paling nyata: bahwa antara rakyat dan penguasa, jaraknya bukan cuma protokol, tapi juga nyawa.

Vania, Nenek Dewi, dan Bripka Cecep bukanlah orang yang berniat menabrak sistem. Mereka datang karena diundang. Diedarkan informasi bahwa akan ada hiburan dan makanan. Disebutkan lokasi dan jam. Mereka datang bukan untuk berdemo, tapi untuk ikut bahagia, meski hanya untuk satu sore. Tapi tak ada satu pun dari mereka tahu, bahwa mereka hanya dijadikan statistik dalam kekacauan yang tak pernah diantisipasi sungguh-sungguh.

Kematian dalam pesta pora elite selalu terasa paling pahit. Sebab saat jenazah terbujur kaku tanpa suara, dunia kekuasaan tetap riuh.

Yang meninggal dunia, tetap akan disebut sebagai korban. Tapi pertanyaan yang lebih penting adalah: korban dari siapa? Apakah mereka korban dari ketidakmampuan panitia? Ataukah korban dari arogansi kuasa yang terlalu percaya diri bahwa mereka bisa mengendalikan ribuan rakyat dengan pagar dan 500 polisi?

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 11:12 WIB

Self-Care ala Korea: dari Rutinitas Skincare ke Gaya Hidup Positif

Glowing bukan cuma dari skincare, tapi juga dari hati yang tenang.
Penggunaan skincare rutin sebagai bentuk mencintai diri sendiri. (Sumber: Pexels/Rheza Aulia)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 09:46 WIB

Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Kilas balik pembubaran diskusi buku di Toko Buku Ultimus Bandung tahun 2006, simbol ketegangan antara kebebasan berpikir dan paranoia anti-komunis.
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 09:39 WIB

Kala Cinta Tak Secepat Jadwal Keluarga, Realita Film 'Jodoh 3 Bujang'

Kisah tiga bersaudara yang harus menikah bersamaan demi tradisi.
Salah satu adegan di film 'Jodoh 3 Bujang'. (Sumber: Instagram/Jodoh 3 Bujang)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 08:38 WIB

Hikayat Janggal Pembunuhan Brutal Wanita Jepang Istri Pengacara di Bandung

Polisi menemukan jasadnya dengan pisau masih menancap. Tapi siapa pembunuhnya? Dua dekade berlalu, jawabannya hilang.
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 07:50 WIB

Menepi Sejenak Menikmati Sore di Bandung Utara

Kamakarsa Garden adalah salah satu tempat yang bisa dikunjungi di daerah Bandung Utara untuk sejenak menepi dari hingar-bingar perkotaan.
Kamakarsa Garden (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 19:42 WIB

Perempuan Pemuka Agama, Kenapa Tidak?

Namun sejarah dan bahkan tradisi suci sendiri, tidak sepenuhnya kering dari figur perempuan suci.
Dalam Islam, Fatimah az-Zahra, putri Nabi, berdiri sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pengetahuan. (Sumber: Pexels/Mohamed Zarandah)
Beranda 30 Okt 2025, 19:40 WIB

Konservasi Saninten, Benteng Hidup di Bandung Utara

Hilangnya habitat asli spesies ini diperkirakan telah menyebabkan penurunan populasi setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir.
Leni Suswati menunjukkan pohon saninten. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 17:33 WIB

Mental Mengemis sebagai Budaya, Bandung dan Jalan Panjang Menuju Kesadaran Sosial

Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan.
Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan. (Sumber: Pexels)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 17:24 WIB

Review Non-Spoiler Shutter versi Indonesia: Horor lewat Kamera yang Tidak Biasa

Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004).
Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004). (Sumber: Falcon)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 16:33 WIB

Sastra dan Prekariat: Ketimpangan antara Nilai Budaya dan Realitas Ekonomi

Kehidupan penulis sastra rentan dengan kondisi prekariat, kaum yang rentan dengan kemiskinan.
Para penulis yang mengabdikan diri pada sastra terjebak dalam kondisi prekariat—kelas sosial yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 15:56 WIB

Dorong Kolaborasi dan Literasi Finansial, Sosial Media Meetup Bakal Digelar di Bandung

Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang.
Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang. (Sumber: dok. Indonesia Social Media Network (ISMN))
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 15:43 WIB

Gaya Komunikasi Teknokrat

Komunikasi dalam pemerintahan sejatinya dipakai untuk saling mendukung dalam mensukseskan program atau kebijakan pemerintah untuk publik.
Purbaya sebagai seorang figur dan representasi pemerintah, gaya komunikasi menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya, dan selalu menjadi sorotan. (Sumber: inp.polri.go.id)