Antara Kata dan Fakta: Ujian Komunikasi Publik KDM di Tengah Musibah Pernikahan

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Minggu 20 Jul 2025, 07:08 WIB
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, belakangan tengah jadi sorotan terkait "pesta rakyat". (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, belakangan tengah jadi sorotan terkait "pesta rakyat". (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)

Peristiwa meninggalnya sejumlah warga saat acara “Balakecrakan” yang digelar putra Gubernur Jabar KDM, Maulana Akbar, di Garut pada Jumat (18/7), menyisakan duka mendalam.

Namun di balik tragedi tersebut, sebagai pemerhati komunikasi publik, penulis melihat ada persoalan lebih serius: bagaimana seorang pejabat berkomunikasi di ruang publik ketika krisis terjadi.

Video bertanggal 14 Juli di kanal KDM Channel berjudul “Ini Pesan KDM Pada A Ula – Menjelang Pernikahan Dengan Teh Putri Karlina di Garut” menunjukkan secara gamblang rencana penyelenggaraan acara yang dibuka untuk umum, lengkap dengan hiburan dan sajian makanan gratis.

Dalam video itu, KDM bahkan menanyakan kapasitas konsumsi untuk ribuan orang, dan sang anak menjawab, “sekuat-kuatnya.” Makanan yang disebutkan termasuk klepon, mie ayam, bakso, hingga burayot. Semuanya disiapkan untuk warga.

Namun ironisnya, setelah tragedi terjadi, KDM dalam wawancaranya menyebut bahwa ia telah melarang adanya makan-makan, namun panitia mengabaikan. Lebih jauh lagi, dalam pernyataan lain, ia mengaku tidak mengetahui adanya acara makan gratis.

Dua pernyataan yang saling bertolak belakang itu menggambarkan ketidakselarasan antara komunikasi dan kenyataan. Ditambah janji santunan Rp150 juta per korban, narasi seakan diarahkan bahwa tragedi ini bisa selesai dengan kompensasi materi.

Pola komunikasi yang tidak konsisten seperti ini berbahaya, apalagi dilakukan oleh pejabat publik. Saat ucapan dan tindakan tidak sejalan, masyarakat berisiko kehilangan pegangan informasi yang benar. Dalam konteks krisis, hal ini bukan sekadar salah bicara, ia menyangkut nyawa, tanggung jawab, dan kepercayaan publik.

Yang tak kalah memprihatinkan adalah respons warganet yang justru menyalahkan para korban. Di berbagai media sosial, warga Garut dicap “tidak tertib”, “susah diatur”, hingga “belum dewasa secara sosial”. Kritik terhadap panitia atau penyelenggara hampir tak terdengar.

Padahal, pertanyaan-pertanyaan krusial seperti: apakah ada petugas pengaman? bagaimana alur evakuasi? berapa kapasitas lokasi? dan bagaimana pengendalian massa? Ini semestinya jadi perhatian utama sedari awal.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana citra pemimpin bisa membentuk fanatisme digital yang membutakan. KDM, yang populer berkat gaya komunikasi populis dan visualnya, nyatanya telah melahirkan pengikut yang cenderung anti-kritik dan mudah menyerang mereka yang berbeda pandangan.

Ini bukan semata urusan komunikasi, tapi juga soal relasi kuasa yang tak sehat antara rakyat dan pejabat publik.

Tangkapan layar kekacauan pesta pernikahan anak KDM di Garut. (Sumber: Istimewa)
Tangkapan layar kekacauan pesta pernikahan anak KDM di Garut. (Sumber: Istimewa)

Apakah kondisi ini harus dibiarkan? Jawabannya tentu tidak. Pemulihan bisa dimulai dari dua arah.

Pertama, dalam jangka pendek, ruang digital perlu dijadikan arena pertukaran gagasan, bukan ladang serangan. Jurnalis, akademisi, dan aktivis harus hadir secara konsisten menawarkan narasi tandingan, bukan hanya dengan argumen kuat, tapi juga dengan format yang mudah dipahami (video pendek, podcast, infografik).

Di situ, penting disampaikan bahwa integritas pejabat publik tak cukup hanya tampil di kamera, tapi harus dibuktikan lewat keselarasan kata dan tindakan.

Kedua, dalam jangka panjang, pendidikan kewargaan perlu direvitalisasi. Sekolah dan universitas harus kembali menanamkan nalar demokrasi: bahwa pemimpin sejati bukan yang populer semata, tapi yang mampu membangun sistem kerja yang andal.

Termasuk dalam hal ini adalah sistem penyelenggaraan acara publik yang aman, tertib, dan manusiawi, dari pesta pernikahan hingga festival budaya.

Kita butuh warga negara yang berpikir kritis, bukan hanya penggemar yang memuja figur. Kita juga memerlukan partai politik dan lembaga negara yang berhenti menjual sosok, dan mulai menanamkan pentingnya sistem.

Demokrasi yang matang tak lahir dari pencitraan belaka, tapi dari keberanian menyandingkan nilai, etika, dan mekanisme.

Saatnya publik mendewasa. Membedakan mana komunikasi yang jujur dan mana yang sekadar memikat. Karena nyawa tak bisa dibayar dengan narasi, apalagi jika narasi itu berubah-ubah tergantung situasi. (*)

Video Terbaru Ayobandung:

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 21:42 WIB

Hikayat Skandal Kavling Gate, Korupsi Uang Kadeudeuh yang Guncang DPRD Jawa Barat

Saat uang kadeudeuh jadi bencana politik. Skandal Kavling Gate membuka borok korupsi berjamaah di DPRD Jawa Barat awal 2000-an.
Gedung DPRD Jawa Barat.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 20:26 WIB

Berkunjung ke Perpustakaan Jusuf Kalla di Kota Depok

Perpustakaan Jusuf Kalla bisa menjadi alternatif bagi wargi Bandung yang sedang berkunjung ke luar kota.
Perpustakaan Jusuf Kalla di Kawasan Universitas Islam Internasional Indonesia Kota Depok (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 11:12 WIB

Self-Care ala Korea: dari Rutinitas Skincare ke Gaya Hidup Positif

Glowing bukan cuma dari skincare, tapi juga dari hati yang tenang.
Penggunaan skincare rutin sebagai bentuk mencintai diri sendiri. (Sumber: Pexels/Rheza Aulia)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 09:46 WIB

Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Kilas balik pembubaran diskusi buku di Toko Buku Ultimus Bandung tahun 2006, simbol ketegangan antara kebebasan berpikir dan paranoia anti-komunis.
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 09:39 WIB

Kala Cinta Tak Secepat Jadwal Keluarga, Realita Film 'Jodoh 3 Bujang'

Kisah tiga bersaudara yang harus menikah bersamaan demi tradisi.
Salah satu adegan di film 'Jodoh 3 Bujang'. (Sumber: Instagram/Jodoh 3 Bujang)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 08:38 WIB

Hikayat Janggal Pembunuhan Brutal Wanita Jepang Istri Pengacara di Bandung

Polisi menemukan jasadnya dengan pisau masih menancap. Tapi siapa pembunuhnya? Dua dekade berlalu, jawabannya hilang.
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 07:50 WIB

Menepi Sejenak Menikmati Sore di Bandung Utara

Kamakarsa Garden adalah salah satu tempat yang bisa dikunjungi di daerah Bandung Utara untuk sejenak menepi dari hingar-bingar perkotaan.
Kamakarsa Garden (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 19:42 WIB

Perempuan Pemuka Agama, Kenapa Tidak?

Namun sejarah dan bahkan tradisi suci sendiri, tidak sepenuhnya kering dari figur perempuan suci.
Dalam Islam, Fatimah az-Zahra, putri Nabi, berdiri sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pengetahuan. (Sumber: Pexels/Mohamed Zarandah)
Beranda 30 Okt 2025, 19:40 WIB

Konservasi Saninten, Benteng Hidup di Bandung Utara

Hilangnya habitat asli spesies ini diperkirakan telah menyebabkan penurunan populasi setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir.
Leni Suswati menunjukkan pohon saninten. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 17:33 WIB

Mental Mengemis sebagai Budaya, Bandung dan Jalan Panjang Menuju Kesadaran Sosial

Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan.
Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan. (Sumber: Pexels)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 17:24 WIB

Review Non-Spoiler Shutter versi Indonesia: Horor lewat Kamera yang Tidak Biasa

Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004).
Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004). (Sumber: Falcon)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 16:33 WIB

Sastra dan Prekariat: Ketimpangan antara Nilai Budaya dan Realitas Ekonomi

Kehidupan penulis sastra rentan dengan kondisi prekariat, kaum yang rentan dengan kemiskinan.
Para penulis yang mengabdikan diri pada sastra terjebak dalam kondisi prekariat—kelas sosial yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)