Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Mudhia Sakina
Ditulis oleh Mudhia Sakina diterbitkan Jumat 31 Okt 2025, 13:01 WIB
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)

Dalam beberapa waktu terakhir, publik kembali dihebohkan dengan polemik antara pemerintah dan platform media sosial TikTok.

Perselisihan ini bermula dari kebijakan pemerintah yang sempat membatasi operasional TikTok, lalu membuka kembali izinnya setelah adanya kesepakatan terkait pengawasan dan penyerahan data pengguna. Kasus ini bukan sekadar persoalan bisnis atau teknologi, melainkan menyangkut ruang kebebasan berekspresi di dunia digital Indonesia.

Media sosial kini menjadi ruang publik baru, tempat masyarakat menyalurkan pendapat, berkarya, bahkan mencari nafkah. TikTok, misalnya, bukan hanya platform hiburan, tetapi juga wadah komunikasi massa, pendidikan, dan ekonomi kreatif.

Maka, ketika pemerintah memperketat pengawasan terhadap platform ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah pengawasan itu demi keamanan data, atau justru membatasi kebebasan berekspresi warga?

Di satu sisi, negara memang memiliki tanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari penyebaran hoaks, radikalisme, dan penyalahgunaan data pribadi.

Namun di sisi lain, kontrol yang berlebihan justru bisa menimbulkan ketakutan, menghambat kreativitas, dan mematikan dinamika komunikasi publik. Dalam teori komunikasi politik, ini dikenal sebagai chilling effect — kondisi ketika masyarakat menahan diri untuk berbicara karena takut diawasi.

Ilustrasi TIKTOK (Foto: Pixabay)
Ilustrasi TIKTOK (Foto: Pixabay)

Kita perlu menyadari bahwa dunia digital adalah ekosistem komunikasi yang saling terhubung. Ketika pemerintah terlalu mendominasi ruang ini, tanpa transparansi dan akuntabilitas, maka kepercayaan publik terhadap institusi negara akan menurun. Apalagi, generasi muda yang tumbuh dengan teknologi cenderung peka terhadap isu kebebasan dan keterbukaan informasi.

Maka, solusi yang dibutuhkan bukanlah pembatasan sepihak, melainkan kolaborasi. Pemerintah, perusahaan platform, dan masyarakat perlu duduk bersama merumuskan etika komunikasi digital yang adil: menjaga keamanan tanpa mengorbankan kebebasan. Literasi digital juga harus diperkuat agar pengguna paham tanggung jawabnya dalam menyebarkan informasi.

Kasus TikTok ini seharusnya menjadi refleksi bahwa pengawasan digital bukan soal “siapa yang berkuasa”, melainkan bagaimana kekuasaan itu dijalankan secara transparan dan proporsional. Dunia maya tak bisa dikelola dengan pola pikir otoriter, karena ia tumbuh dari semangat partisipasi dan kebebasan berekspresi.

Jika pengawasan dilakukan tanpa keterbukaan, maka ruang digital kita bukan lagi tempat berbagi ide, melainkan ruang diam yang penuh rasa takut. Dan itu, tentu, bukan arah yang diinginkan bangsa yang menjunjung demokrasi dan kemerdekaan berpikir. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Mudhia Sakina
Tentang Mudhia Sakina
@uinsgdbandung
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 11:12 WIB

Self-Care ala Korea: dari Rutinitas Skincare ke Gaya Hidup Positif

Glowing bukan cuma dari skincare, tapi juga dari hati yang tenang.
Penggunaan skincare rutin sebagai bentuk mencintai diri sendiri. (Sumber: Pexels/Rheza Aulia)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 09:46 WIB

Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Kilas balik pembubaran diskusi buku di Toko Buku Ultimus Bandung tahun 2006, simbol ketegangan antara kebebasan berpikir dan paranoia anti-komunis.
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 09:39 WIB

Kala Cinta Tak Secepat Jadwal Keluarga, Realita Film 'Jodoh 3 Bujang'

Kisah tiga bersaudara yang harus menikah bersamaan demi tradisi.
Salah satu adegan di film 'Jodoh 3 Bujang'. (Sumber: Instagram/Jodoh 3 Bujang)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 08:38 WIB

Hikayat Janggal Pembunuhan Brutal Wanita Jepang Istri Pengacara di Bandung

Polisi menemukan jasadnya dengan pisau masih menancap. Tapi siapa pembunuhnya? Dua dekade berlalu, jawabannya hilang.
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 07:50 WIB

Menepi Sejenak Menikmati Sore di Bandung Utara

Kamakarsa Garden adalah salah satu tempat yang bisa dikunjungi di daerah Bandung Utara untuk sejenak menepi dari hingar-bingar perkotaan.
Kamakarsa Garden (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 19:42 WIB

Perempuan Pemuka Agama, Kenapa Tidak?

Namun sejarah dan bahkan tradisi suci sendiri, tidak sepenuhnya kering dari figur perempuan suci.
Dalam Islam, Fatimah az-Zahra, putri Nabi, berdiri sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pengetahuan. (Sumber: Pexels/Mohamed Zarandah)
Beranda 30 Okt 2025, 19:40 WIB

Konservasi Saninten, Benteng Hidup di Bandung Utara

Hilangnya habitat asli spesies ini diperkirakan telah menyebabkan penurunan populasi setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir.
Leni Suswati menunjukkan pohon saninten. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 17:33 WIB

Mental Mengemis sebagai Budaya, Bandung dan Jalan Panjang Menuju Kesadaran Sosial

Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan.
Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan. (Sumber: Pexels)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 17:24 WIB

Review Non-Spoiler Shutter versi Indonesia: Horor lewat Kamera yang Tidak Biasa

Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004).
Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004). (Sumber: Falcon)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 16:33 WIB

Sastra dan Prekariat: Ketimpangan antara Nilai Budaya dan Realitas Ekonomi

Kehidupan penulis sastra rentan dengan kondisi prekariat, kaum yang rentan dengan kemiskinan.
Para penulis yang mengabdikan diri pada sastra terjebak dalam kondisi prekariat—kelas sosial yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 15:56 WIB

Dorong Kolaborasi dan Literasi Finansial, Sosial Media Meetup Bakal Digelar di Bandung

Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang.
Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang. (Sumber: dok. Indonesia Social Media Network (ISMN))
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 15:43 WIB

Gaya Komunikasi Teknokrat

Komunikasi dalam pemerintahan sejatinya dipakai untuk saling mendukung dalam mensukseskan program atau kebijakan pemerintah untuk publik.
Purbaya sebagai seorang figur dan representasi pemerintah, gaya komunikasi menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya, dan selalu menjadi sorotan. (Sumber: inp.polri.go.id)