TikTok, Algoritma, dan Demokrasi yang Terjebak Citra

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Jumat 29 Agu 2025, 17:28 WIB
Aksi solidaritas atau unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat kian memanas menjelang petang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Aksi solidaritas atau unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat kian memanas menjelang petang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Kiranya publik Jabar masih mengingat riuh demo pada Senin 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR/MPR RI. Ratusan pelajar ikut terseret turun ke jalan, hingga 196 orang diamankan aparat. Padahal saat itu jam sekolah masih berlangsung.

Dua hari kemudian, Kamis 28 Agustus, ribuan buruh kembali memenuhi kawasan Senayan dan situasi makin panas karena seorang pengemudi ojol meninggal dunia.

Polda Metro Jaya kemudian mengeluarkan imbauan agar massa tidak melakukan siaran langsung di media sosial, terutama TikTok. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menyebut siaran langsung yang disertai harapan gift dan hadiah bisa memancing pelajar ikut turun ke jalan. Aparat bahkan mengaku akan memantau live streaming karena dinilai berpotensi memicu provokasi.

Fenomena ini memperlihatkan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar urusan teknis keamanan. Media sosial, khususnya TikTok, kini menjelma arena dominan dalam kehidupan publik Indonesia. Ia bukan hanya ruang hiburan, melainkan juga panggung politik, wahana mobilisasi, dan etalase identitas sosial.

Yang menarik, polisi tidak lagi sekadar mengawasi pengeras suara atau selebaran demonstran, melainkan ikut memberi nasihat tentang cara masyarakat menggunakan fitur live TikTok. Pada titik ini, platform digital bukan lagi sekadar medium komunikasi, tetapi instrumen kekuasaan yang sanggup menandingi bahkan melampaui ruang publik konvensional.

Misalnya tentang konsep simulacra. Yakni kita hidup dalam realitas semu, ketika representasi dan simbol menggantikan kenyataan itu sendiri. Live TikTok dari sebuah demo bukan lagi sekadar dokumentasi, melainkan menciptakan persepsi baru yang bisa lebih berpengaruh dibanding peristiwa nyata.

Seorang pelajar yang melihat ribuan komentar dan emotikon dalam siaran langsung bisa merasa bahwa turun ke jalan adalah kewajiban moral, padahal ia sama sekali tidak memahami substansi tuntutan demo itu. Di sini kita melihat bagaimana simulasi menggantikan realitas, menciptakan apokaliptik budaya di mana ilusi lebih kuat daripada kenyataan.

Kemudian, ada fenomena manusia tertekan bukan oleh larangan negara, melainkan oleh tuntutan internal untuk selalu tampil produktif dan bahagia. Live TikTok saat demo bisa dibaca sebagai bagian dari tekanan itu. Peserta aksi merasa harus terlihat berani, harus mendapat gift, harus mendapat komentar ramai, sebab di era digital nilai diri ditakar oleh performa sosial.

Akhirnya demo bukan lagi sekadar aksi politik, tetapi juga panggung personal untuk menunjukkan eksistensi. Inilah bentuk baru dari kontrol sosial yang halus namun menyiksa, membuat masyarakat kelelahan dan kehilangan makna sejati.

Ribuan driver ojol se-Bandung Raya melakukan unjuk rasa dengan aksi damai di depan Balai Kota Bandung, Juli 2020. (Sumber: Ayobandung)
Ribuan driver ojol se-Bandung Raya melakukan unjuk rasa dengan aksi damai di depan Balai Kota Bandung, Juli 2020. (Sumber: Ayobandung)

Lalu, pada akhirnya, ada konsep technopoly yang menegaskan, masyarakat modern cenderung menyerahkan nilai, budaya, bahkan moralitas ke tangan teknologi. Ketika demo buruh, demo pelajar, bahkan aksi solidaritas sosial harus menunggu verifikasi TikTok untuk dianggap penting, maka yang berdaulat bukan lagi masyarakat sipil atau parlemen, melainkan teknologi itu sendiri. Masyarakat rela tunduk pada logika platform, sementara nilai luhur demokrasi dikerdilkan menjadi tontonan yang viral.

Fenomena demo 25 dan 28 Agustus lalu memperlihatkan dua paradoks sekaligus. Pertama, media sosial memberi ruang ekspresi yang luas dan membuka kanal partisipasi politik yang mungkin tidak tersedia di media arus utama. Namun kedua, media sosial juga menggeser substansi aksi ke wilayah citra dan performa. Aksi yang seharusnya berorientasi pada kebijakan publik berubah menjadi arena mencari like, gift, dan pengikut baru.

Tantangan bangsa kita tidak lagi sekadar mengamankan aksi di jalan raya, tetapi juga mengelola ruang publik digital. Aparat boleh saja memberi imbauan, tetapi yang lebih penting adalah membangun literasi digital yang kritis.

Masyarakat harus sadar bahwa tidak semua yang viral adalah nyata, dan tidak semua yang ramai ditonton mencerminkan kebenaran. Tanpa kesadaran ini, kita akan terus hidup dalam jebakan simulasi, kehilangan pijakan pada realitas, dan akhirnya demokrasi hanya menjadi permainan algoritma.

Kita tentu tidak bisa menutup TikTok atau melarang sepenuhnya siaran langsung. Namun yang bisa dilakukan adalah membangun budaya komunikasi digital yang lebih dewasa. Demonstrasi tetap penting sebagai hak konstitusional, tetapi harus dikembalikan pada substansi tuntutan, bukan sekadar konten viral.

Suara rakyat lebih berharga daripada gift atau komentar semu. Pemerintah, media, dan platform digital harus bekerja sama menciptakan ruang publik yang aman, sehat, dan jujur, agar demokrasi tidak terjebak dalam ilusi layar kecil yang menggoda. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 19 Okt 2025, 19:51 WIB

Bandung dan Gagalnya Imajinasi Kota Hijau

Menjadi kota hijau bukan sekadar soal taman dan sampah, tapi krisis cara berpikir dan budaya ekologis yang tak berakar.
Taman Film di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 18:34 WIB

Ketika Layar Mengaburkan Hati Nurani: Belajar dari Filsuf Hume di Era Society 5.0

Mengekpresikan bagaimana tantangan prinsip moral David Hume di tengah-tengah perkembangan tekonologi yang pesat.
Pengguna telepon pintar. (Sumber: Pexels/Gioele Gatto)
Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)