Hikayat Skandal Kavling Gate, Korupsi Uang Kadeudeuh yang Guncang DPRD Jawa Barat

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 31 Okt 2025, 21:42 WIB
Gedung DPRD Jawa Barat.

Gedung DPRD Jawa Barat.

AYOBANDUNG.ID - Tidak ada yang menyangka bahwa kata kadeudeuh yang berarti tanda kasih atau penghargaan akan berubah menjadi istilah yang paling sinis di Jawa Barat pada awal dekade 2000-an. Dari kata itu lahir julukan yang lebih kelam: Kavling Gate, sebuah skandal korupsi yang mengguncang lembaga legislatif daerah dan membuka tabir betapa rapuhnya sistem pengawasan keuangan publik pasca-Reformasi.

Kisahnya dimulai di gedung megah DPRD Jawa Barat, di Jalan Diponegoro, Bandung. Tahun 2001, suasana politik tengah berubah. Reformasi baru berusia tiga tahun, tapi para wakil rakyat sudah mulai menikmati “buah manis” otonomi daerah. APBD kini menjadi ranah yang lebih longgar untuk dimainkan.

Pada periode 1999–2004, DPRD Jawa Barat dipimpin oleh Eka Santosa, politisi yang dikenal vokal dan dekat dengan berbagai kelompok masyarakat. Ia bersama dua wakil ketua, Kurdi Moekri dan Suyaman, menjadi figur utama dalam urusan anggaran daerah. Saat itu, Gubernur Jawa Barat dijabat oleh R. Nuriana, seorang purnawirawan jenderal yang lebih dikenal karena sikap tegasnya ketimbang transparansi anggaran.

Di tengah situasi itu, muncul gagasan yang terdengar manis: pengadaan kavling tanah untuk para anggota dewan. Alasannya sederhana, mereka butuh tempat tinggal layak di sekitar Bandung karena adanya pemekaran wilayah dan relokasi kantor akibat pembentukan kabupaten dan kota baru. Proyek ini diklaim sebagai bentuk kadeudeuh dari pemerintah provinsi kepada wakil rakyatnya.

Tapi di balik kalimat yang terdengar sopan itu, mengalir uang sebesar Rp33,4 miliar dari kas daerah. Uang yang seharusnya untuk bantuan sosial. Pos anggaran yang seharusnya mengalir ke rakyat miskin, justru disulap menjadi uang kavling.

Secara resmi, dana itu dimasukkan ke dalam pos APBD Jabar tahun 2001 dengan nama samar bantuan peningkatan kesejahteraan anggota DPRD. Padahal, menurut aturan, pos bantuan sosial tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat publik. Tapi siapa peduli? DPRD dan pemerintah provinsi berjalan seirama dalam proyek ini.

Baca Juga: Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Uang yang mengalir pun dibagi dalam tiga tahap. Pertama, Mei 2001, sebesar Rp15 miliar dicairkan. Surat permohonan resmi ditandatangani oleh Eka Santosa dan diteruskan ke Sekretaris Daerah Danny Setiawan, orang kepercayaan Gubernur Nuriana. Dana langsung dikirim ke rekening pribadi 99 anggota DPRD, masing-masing menerima Rp100 juta.

Tahap kedua, November 2001, Rp6,8 miliar cair kembali. Alasannya: untuk pengadaan 110 kavling tanah berikut biaya pajak dan administrasi. Masing-masing anggota mendapat tambahan Rp50 juta. Lalu pada Maret 2002, pencairan terakhir sebesar Rp11,5 miliar dilakukan, konon untuk pembelian 120 kavling. Tapi yang benar-benar dibeli hanya segelintir. Sisanya, lenyap begitu saja.

Proses ini berlangsung rapi di atas kertas. Surat, memo, hingga tanda tangan pejabat tersedia lengkap. Tapi tidak ada tender, tidak ada audit, tidak ada bukti transaksi tanah. Semuanya hanya catatan angka di lembar APBD dan rekening pribadi.

Kabar soal uang kavling ini sebenarnya sudah beredar sejak awal 2002, tapi baru meledak Juli 2002 ketika Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Watchdog Jawa Barat (WJCW) merilis laporan investigasi. Mereka menemukan bahwa sebagian besar anggota DPRD tak pernah menerima tanah apa pun, hanya uang tunai. Media lokal kemudian menamai kasus ini “Kavling Gate”, mengambil analogi dari Watergate di Amerika Serikat (AS) karena skandal ini mengandung semua unsur klasik korupsi: kolusi, penyalahgunaan wewenang, dan pembagian jatah politik.

Baca Juga: Batavia jadi Sarang Penyakit, Bandung Ibu Kota Pilihan Hindia Belanda

Suasana rapat paripurna DPRD Jawa Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Suasana rapat paripurna DPRD Jawa Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Kasus ini awalnya dianggap akan berakhir seperti isu politik lainnya: ramai sesaat, lalu hilang. Tapi tekanan publik terus meningkat. Demonstrasi digelar di depan gedung DPRD, dan media mengejar para anggota dewan dengan kamera serta mikrofon.

Pada 2004, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akhirnya membuka penyelidikan. Halius Hosen, Kepala Kejati saat itu, memimpin langsung tim penyidik. Nama pertama yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Kurdi Moekri, Wakil Ketua DPRD. Ia dituduh ikut menyetujui pencairan dana tanpa dasar hukum yang jelas.

Kurdi dituntut lima tahun penjara dan akhirnya divonis empat tahun enam bulan oleh Pengadilan Negeri Bandung. Ia menjadi satu-satunya pejabat yang benar-benar menjalani hukuman dari kasus ini.

Tak lama kemudian, dua wakil ketua lainnya, Suyaman dan Suparno, juga dijadikan tersangka. Tapi nasib mereka tak seburuk Kurdi. Suparno, yang berlatar belakang militer, dilimpahkan ke Dewan Pengaman Militer dan setelah itu kabarnya menguap tanpa kelanjutan.

Sementara itu, bintang utama skandal ini, Eka Santosa, mulai dipanggil penyidik pada 1 Juni 2005. Ia sempat ditahan sementara. Berbagai media memotret wajahnya yang tenang saat keluar dari gedung Kejati. Eka bersikeras tidak bersalah. Ia mengaku hanya menjalankan keputusan kolektif DPRD dan menyebut kasus ini sebagai kriminalisasi politik.

Baca Juga: Sejarah Lapas Sukamiskin Bandung, Penjara Intelektual Pembangkang Hindia Belanda

Kejaksaan memeriksa lebih dari 40 saksi, termasuk Gubernur R. Nuriana dan Sekda Danny Setiawan. Nuriana datang dengan jas hitam dan menjawab semua pertanyaan dengan kalimat pendek: “Semua sudah sesuai prosedur.” Danny, yang kelak menjadi Gubernur Jabar setelah Nuriana, juga menolak tudingan bahwa ia ikut menikmati uang tersebut.

Tapi tekanan politik justru membuat penyidikan macet. Banyak tersangka kini duduk di DPR RI Komisi III, termasuk Eka dan Kurdi, sehingga Kejaksaan Agung harus meminta izin Presiden untuk menahan mereka.

Baru pada 2007, kasus ini naik ke Kejagung. Tim gabungan memeriksa ulang seluruh berkas dan memanggil sekitar 70 mantan anggota DPRD. Tapi waktu sudah terlalu lama berlalu. Sebagian besar hanya dimintai klarifikasi, beberapa mengembalikan uang “kadeudeuh” itu secara sukarela, dan sisanya mengaku tidak tahu menahu.

Pada April 2007, Pengadilan Negeri Bandung memutuskan Eka Santosa bebas murni. Hakim menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia menerima keuntungan pribadi dari proyek tersebut. Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa pada Februari 2008, memastikan Eka tak bersalah dan bahkan memberi rehabilitasi nama baik.

Dengan vonis itu, praktis hanya satu orang—Kurdi Moekri—yang benar-benar menjalani hukuman penjara. Sementara uang miliaran rupiah yang lenyap dari kas daerah tidak pernah benar-benar kembali.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 21:42 WIB

Hikayat Skandal Kavling Gate, Korupsi Uang Kadeudeuh yang Guncang DPRD Jawa Barat

Saat uang kadeudeuh jadi bencana politik. Skandal Kavling Gate membuka borok korupsi berjamaah di DPRD Jawa Barat awal 2000-an.
Gedung DPRD Jawa Barat.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 20:26 WIB

Berkunjung ke Perpustakaan Jusuf Kalla di Kota Depok

Perpustakaan Jusuf Kalla bisa menjadi alternatif bagi wargi Bandung yang sedang berkunjung ke luar kota.
Perpustakaan Jusuf Kalla di Kawasan Universitas Islam Internasional Indonesia Kota Depok (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 11:12 WIB

Self-Care ala Korea: dari Rutinitas Skincare ke Gaya Hidup Positif

Glowing bukan cuma dari skincare, tapi juga dari hati yang tenang.
Penggunaan skincare rutin sebagai bentuk mencintai diri sendiri. (Sumber: Pexels/Rheza Aulia)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 09:46 WIB

Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Kilas balik pembubaran diskusi buku di Toko Buku Ultimus Bandung tahun 2006, simbol ketegangan antara kebebasan berpikir dan paranoia anti-komunis.
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 09:39 WIB

Kala Cinta Tak Secepat Jadwal Keluarga, Realita Film 'Jodoh 3 Bujang'

Kisah tiga bersaudara yang harus menikah bersamaan demi tradisi.
Salah satu adegan di film 'Jodoh 3 Bujang'. (Sumber: Instagram/Jodoh 3 Bujang)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 08:38 WIB

Hikayat Janggal Pembunuhan Brutal Wanita Jepang Istri Pengacara di Bandung

Polisi menemukan jasadnya dengan pisau masih menancap. Tapi siapa pembunuhnya? Dua dekade berlalu, jawabannya hilang.
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 07:50 WIB

Menepi Sejenak Menikmati Sore di Bandung Utara

Kamakarsa Garden adalah salah satu tempat yang bisa dikunjungi di daerah Bandung Utara untuk sejenak menepi dari hingar-bingar perkotaan.
Kamakarsa Garden (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 19:42 WIB

Perempuan Pemuka Agama, Kenapa Tidak?

Namun sejarah dan bahkan tradisi suci sendiri, tidak sepenuhnya kering dari figur perempuan suci.
Dalam Islam, Fatimah az-Zahra, putri Nabi, berdiri sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pengetahuan. (Sumber: Pexels/Mohamed Zarandah)
Beranda 30 Okt 2025, 19:40 WIB

Konservasi Saninten, Benteng Hidup di Bandung Utara

Hilangnya habitat asli spesies ini diperkirakan telah menyebabkan penurunan populasi setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir.
Leni Suswati menunjukkan pohon saninten. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 17:33 WIB

Mental Mengemis sebagai Budaya, Bandung dan Jalan Panjang Menuju Kesadaran Sosial

Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan.
Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan. (Sumber: Pexels)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 17:24 WIB

Review Non-Spoiler Shutter versi Indonesia: Horor lewat Kamera yang Tidak Biasa

Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004).
Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004). (Sumber: Falcon)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 16:33 WIB

Sastra dan Prekariat: Ketimpangan antara Nilai Budaya dan Realitas Ekonomi

Kehidupan penulis sastra rentan dengan kondisi prekariat, kaum yang rentan dengan kemiskinan.
Para penulis yang mengabdikan diri pada sastra terjebak dalam kondisi prekariat—kelas sosial yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)