Betapa Menyebalkan Pungutan Liar Wisata di Jawa Barat

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Senin 08 Sep 2025, 20:48 WIB
Situs Bersejarah Stadion Malabar Gunung Puntang (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Situs Bersejarah Stadion Malabar Gunung Puntang (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Jawa Barat adalah provinsi yang kaya akan khazanah kuliner. Masyarakat yang demikian kreatif, selalu tahu bagaimana cara mengolah makanan dengan baik. Selain kuliner, Jawa Barat juga memiliki keunggulan alam asri yang membentang sangat luas, hal inilah yang memicu masyarakat lokal maupun mancanegara tertarik dengan sejumlah Wisata Jawa Barat.

Bandung sebagai Ibu Kota Jawa Barat memiliki wisata dengan konsep modern seperti Braga, Kiara Artha Park, Dago Dreamland, The Nice Park, Wahoo Waterland, beberapa museum dan bangunan sejarah yang bisa menjadi pilihan. Namun tidak semua orang suka dengan keramaian, beberapa di antaranya lebih memilih wisata yang asri, sejuk, tenang dan jauh dari keramaian.

Secara garis besar biasanya wisata bernuansa alam terletak di Kab. Bandung dan KBB. Beberapa destinasi seperti gunung, hutan pinus, kebun, danau, kawah, perkemahan dan wisata alam buatan lainnya tersaji di kawasan ini. Seluruh kawasan ini biasanya dikelola oleh berbagai instansi seperti Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani).

Meski demikian, wisata Jawa Barat sejak lama terkenal dengan kegiatan pungli (pungutan liar). Beberapa kasus yang pernah tersebar di media sosial misalnya, pemerasan yang melibatkan joki dan pemandu jalur alternatif Kawasan Wisata Cisarua pada (22/12) yang meminta salah satu pengunjung yang berasal dari Tangerang membayar biaya Rp.850.000 untuk jasa transportasi menuju SPBU Tugu menggunakan motor.

Informasi Tiket Masuk Berg dan Kawasan Radio Malabar (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Informasi Tiket Masuk Berg dan Kawasan Radio Malabar (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Kasus lain pernah terjadi di Kebun Binatang pada (29/12), seorang supir bus pariwista diminta Rp.150.000 oleh oknum untuk membayar parkir dan membeli sejumlah masker untuk masuk kawasan Kebun Binatang.

Bahkan beberapa lokasi yang pada mulanya tidak ada tarif khusus alias gratis atau bayar dengan tiket masuk Rp.5000 saja bisa melonjak tiba-tiba dengan adanya oknum preman di tempat wisata.

Misalnya satu tahun ke belakang kawasan Upas Hill (Puncak Upas) menjadi sorotan bagi pecinta alam yang ingin menikmati alam dan tebing di kawasan Gunung Tangkuban Perahu. Wisata ini makin populer setelah sejumlah konten kreator tiktok ikut meramaikan kegiatan mendaki secara tek-tok. Lonjakan peminat Upas Hill makin meramaikan media sosial, tak heran masyarakat umum jadi tertarik untuk mendatangi tempat tersebut.

Sebelum viral, beberapa tiktoker memberikan informasi bahwa tiket masuk Upas Hill hanya berkisar Rp.5000 saja dan pembayaran berada di pintu masuk Upas Hill trek 11 Sukawana. Namun setelah ramai pengunjung, satu bulan terakhir terdengar bahwa di bagian puncak Upas Hill terdapat pungutan liar oleh sejumlah oknum dengan biaya tambahan Rp.40.000/ orang.

Sejumlah Pengunjung Kafe Berg (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Sejumlah Pengunjung Kafe Berg (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Berdasarkan video yang viral di tiktok, salah satu konten kreator menampilkan percakapan dengan sejumlah pihak yang mengaku dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). Dalam video tersebut mendadak pihak yang bersangkutan memasang sejumlah papan himbauan yang bertuliskan " Dilarang Masuk Tanpa Izin, Anda Sedang Berada di Kawasan TWA Gunung Tangkuban Perahu".

Meski pihak tersebut mengaku bahwa ini bukan pungutan liar karena baru berlaku sejak tanggal 18 Juli 2025 tapi kekecewaan pengunjung tak bisa terobati. Beberapa netizen malah mengajak memboikot wisata ini sebagai bahan pembelajaran bagi pihak terkait. Ada juga beberap netizen yang menghimbau naik gunung lain saja yang tarifnya lebih masuk akal.

Sabtu, 7 September 2025 saya beserta seorang teman mengunjungi salah satu Kawasan Bersejarah Radio Malabar yang berada dalam kawasan Gunung Puntang. Di pintu masuk sudah ada seorang perempuan tanpa seragam meminta tarif Rp.64.000 untuk dua orang. Namun setelah saya memberikan uang pecahan Rp.50.000 dua lembar, petugas mengembalikan satu lembar uang tersebut dan mengatakan "tidak apa-apa teh, Rp.50.000 saja".

Jujur saya kaget, kok bisa pemberian harga tiket tidak konsisten. Kecurigaan saya bertambah ketika saya minta bukti karcis/ tiket masuk, petugas tidak memberikan dan justru menghimbau kami untuk segera masuk.

Sesampainya di parkiran, kami langsung mencari petunjuk dan menemukan tempat yang menginformasikan bahwa untuk masuk ke kawasan bersejarah Radio Malabar, Cafe dan curug pengunjung harus membayar kembali biaya sebesar Rp.10.000. Meski janggal tapi saya cukup puas karena petugas memberikan bukti pemabayaran tiket yang bertuliskan Rp.10.000.

Sisa Bangunan Radio Malabar (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Sisa Bangunan Radio Malabar (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Setelah membayar tiket Rp.10.000 pengunjung bisa langsung menikmati kawasan curug, Kafe Berg dan Kawasan Bersejerah Radio Malabar. Sejumlah pengunjuk tampak memadati kawasan Kafe Berg yang menjual sejumlah aneka makanan dan minuman sambil menikmati indahnya Gunung Puntang.

Saya beserta teman mengabadikan lewat kamera beberapa puing sejarah Radio Malabar yang masih tersisa. Bagian bangunan tersebut menjadi bukti nyata tonggak sejarah teknologi telekomunikasi di Indonesia yang mampu menghubungkan komunikasi antara Hindia Belanda (Indonesia) dan Belanja. Radio Malabar juga menjadi saksi bisu awal kemajuan teknik radio di Tanah Air.

Tapi sangat disayangkan beberapa bangunan terdapat vandalisme yang bertuliskan nama seseorang dan pada bagian bangunan yang lain bertuliskan "bahasa jorok".

Menurut saya ini menjadi masukan bagi pihak pengelola untuk mengedepankan transparansi bukti tiket untuk menghindari adanya kecurigaan pengunjung. Bahkan untuk beberapa kawasan wisata lain yang masih ada pungutan liar untuk segera dibenahi agar Jawa Barat tidak kehilangan kredibiltasnya.

Juga turut menjadi perhatian bagi para pengunjung untuk tidak melakukan aksi vandalisme di setiap wisata yang dikunjungi, terlebih beberapa situs sejarah yang mestinya menjadi perhatian untuk tetap dijaga keotentikannya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 08 Sep 2025, 23:14 WIB

Sejarah Pemekaran Cimahi, Kota Tentara yang Lepas dari Bayangan Bandung

Cimahi resmi jadi kotip pada 1975, lalu lepas dari Bandung tahun 2001. Perjalanannya unik, dari kota tentara hingga kota penyangga industri.
Logo Kota Cimahi.
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 20:48 WIB

Betapa Menyebalkan Pungutan Liar Wisata di Jawa Barat

Jawa Barat adalah salah satu destinasi yang tak hanya memikat pagi para wisatawan dari luar tapi sumber pemasukan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Situs Bersejarah Stadion Malabar Gunung Puntang (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 17:53 WIB

Encuy ‘Preman Pensiun’: Sosok Aktor Pekerja Keras yang Mau Belajar

Encuy (Nandi Juliawan) Preman Pensiun berpulang pada Sabtu, 7 September 2025.
Encuy (Nandi Juliawan)-- berpulang pada Sabtu, 7 September 2025. (Sumber: Instagram/abenk_marco)
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 16:14 WIB

'Agama Rakyat' di Kota Bandung, Cuma Kita yang Enggak Ngeh

Membicarakan 'agama rakyat' memang tidak seperti membicarakan 'agama formal'.
Membicarakan 'agama rakyat' memang tidak seperti membicarakan 'agama formal'. (Sumber: Pexels/Ismail saja)
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 15:15 WIB

Dampak Kemarau Basah pada Potensi Produksi Pangan

Fenomena kemarau basah akan berpengaruh pada potensi produksi pangan sebagai upaya mencapai program kemandirian atau swasembada pangan di Indonesia
Ilustrasi kemarau di masa panen. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 08 Sep 2025, 13:02 WIB

Hanya Buka di Malam Hari, Pelanggan Nasi Kuning Pungkur Ngantre Sampai Subuh

Jika biasanya nasi kuning identik dengan sarapan pagi, lain halnya dengan warung kaki lima yang satu ini. Warung Nasi Kuning Pungkur, yang berlokasi di Jalan Pungkur No. 216, Kota Bandung, justru baru
Nasi Kuning Pungkur (Foto: GMAPS)
Ayo Jelajah 08 Sep 2025, 12:22 WIB

Sejarah Stadion GBLA, Panggung Kontroversi yang Hampir Dinamai Gelora Dada Rosada

Stadion Gelora Bandung Lautan Api lahir dengan ambisi besar untuk menjadi kandang Persib, namun sejak awal pembangunannya sudah penuh polemik, dari kasus korupsi, kerusakan, hingga tragedi suporter.
Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Gedebage yang diproyeksikan jadi kandang Persib.
Ayo Biz 08 Sep 2025, 12:06 WIB

Kisah Panjang Pampam Craft, Kerajinan Rajut yang Muncul dari Kecintaan Terhadap Seni

Di balik setiap helai benang yang terjalin menjadi boneka, tas, atau gantungan kunci, tersimpan kisah panjang tentang kecintaan pada seni rajut. Itulah yang melahirkan Pampam Craft, usaha rajutan yang
Minishop Pampam Craft dan Owner Pampam Craft, Defrina Miftahurrahma. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 12:03 WIB

Mengintip Koleksi Buku Internasional di Festival Big Bad Wolf (BBW) Bandung Barat

Festival Big Bad Wolf merupakan pameran buku internasional yang diselenggarakan di Bandung mulai dari 28 Agustus 2025- 07 September 2025.
Festival BBW Bandung 2025 di Parahyangan Convention (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 08 Sep 2025, 10:15 WIB

Adaptasi Jadi Kunci Hadapi Krisis Iklim: Mulai Kebijakan Global hingga Gotong Royong Masyarakat Lokal

Adaptasi adalah upaya untuk mempersiapkan dan menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim yang sudah terjadi atau yang akan datang.
Siswa SD Darul Hikam Bandung memperingati Hari Bumi 2024 dengan aksi nyata menanam pohon di kawasan Dago Giri. Kegiatan kongkret berperan penting menyerap karbon.
Ayo Netizen 08 Sep 2025, 09:46 WIB

Dialog dengan Cermin: Saat Mesin Mempertanyakan Hakikat Kita

Opini ini menengok kembali derasnya perkembangan kecerdasan buatan yang kini semakin memudarkan sisi kemanusiaan kita.
Ilustrasi teknologi canggih masa kini. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 08 Sep 2025, 07:25 WIB

Celana Jeans Ternyata Tidak Dibuat untuk Bergaya

Celana jeans pada dasarnya berfungsi sebagai pakaian bawahan yang nyaman, kuat, dan praktis untuk digunakan sehari-hari.
Foto produk Levi's. (Foto: Levi's)
Ayo Netizen 07 Sep 2025, 19:01 WIB

Bubur Ayam Gang Irit, Roti Cari Rasa Kosambi, dan Kenangan Masa SMA

Berbicara tentang kuliner roti dan bubur ayam legendaris saya selalu teringat saat masa-masa indah SMA dulu, tahun 1986-1988.
Roti Bumbu Cari Rasa di dekat Pasar Kosambi, Kota Bandung. (Sumber: Pemerintah Kota Bandung)
Ayo Biz 07 Sep 2025, 18:20 WIB

Jurig Jadi Cuannya: Cosplay Horor di Ruang Publik, Antara Hiburan dan Peluang Bisnis Kreatif

Di balik kostum dan riasan menyeramkan, ada komunitas kreatif yang menjadikan cosplay sebagai medium ekspresi sekaligus peluang ekonomi.
Di balik kostum dan riasan menyeramkan, ada komunitas kreatif yang menjadikan cosplay sebagai medium ekspresi sekaligus peluang ekonomi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 07 Sep 2025, 16:48 WIB

Treat a Cup Menyulap Minuman Sehat Jadi Gaya Hidup Baru Anak Muda Bandung

Treat a Cup hadir bukan hanya sebagai tempat ngopi, tapi sebagai brand yang merangkul tren hidup sehat dengan cara yang menyenangkan dan tetap kekinian.
Treat a Cup hadir bukan hanya sebagai tempat ngopi, tapi sebagai brand yang merangkul tren hidup sehat dengan cara yang menyenangkan dan tetap kekinian. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 07 Sep 2025, 14:14 WIB

Bandung dari Lensa Kamera: Sarae Hills dan Fenomena Wisata Instagrammable

Wisata swafoto telah menjadi fenomena sosial yang tak bisa diabaikan. Generasi muda menjadikan estetika visual sebagai bagian penting dari pengalaman berwisata.
Sarae Hills destinasi wisata yang tidak hanya indah, tapi juga Instagrammable. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 07 Sep 2025, 11:27 WIB

Ci Sanggiri Sungai yang Menggentarkan

Ci Sanggiri, aliran sungai di lembah rangkaian pegunungan selatan yang berarus deras, di aliran sungai yang lebar dan dalam.
Tempuran Ci Hurip (kiri) dengan Ci Sanggiri (kanan). (Sumber: Citra satelit: Google maps)
Ayo Jelajah 07 Sep 2025, 10:41 WIB

Kisah Hidup Perempuan Penyintas HIV di Bandung, Bangkit dari Stigma dan Trauma

Kisah nyata tujuh perempuan penyintas HIV di Bandung memperlihatkan perjuangan melawan stigma sosial dan tantangan ekonomi.
Ilustrasi penyintas HIV. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 07 Sep 2025, 07:35 WIB

Beban Ganda Perempuan dan Isu Fatherless lewat Film 'Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah'

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah merupakan film yang sedang tayang di bioskop yang mengangkat isu keluarga dan peran orangtua di dalam rumah.
Poster Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah (Sumber: Instagram | Rapi Films)
Ayo Netizen 06 Sep 2025, 18:59 WIB

Muludan, Rindu Rosul

Semua maha karya itu menegaskan satu kerinduan, kecintaan pada Rasulullah SAW tak pernah lekang dimakan zaman.
Suasana malam di Masjid Raya Al Jabbar. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)