Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif. (Foto: Freepik)

Ayo Biz

Fenomena Co-Working Space di Bandung, Ekosistem Kreatif dan Masa Depan Budaya Kerja Fleksibel

Senin 13 Okt 2025, 19:52 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Kemajuan teknologi komunikasi dan mobilitas telah mendorong transformasi cara kerja masyarakat urban. Salah satu manifestasi dari perubahan ini adalah tumbuhnya ekosistem co-working space, ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif.

Bandung, sebagai kota yang dikenal dengan semangat inovasi dan kreativitas, menjadi salah satu pionir dalam pengembangan co-working space di Indonesia. Dengan populasi muda yang dominan, keberadaan kampus-kampus ternama, serta geliat industri kreatif yang terus berkembang, Bandung memiliki fondasi kuat untuk mendukung budaya kerja baru ini.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung dan Open Data Pemerintah Kota Bandung, jumlah usaha di sektor jasa kreatif dan teknologi digital meningkat lebih dari 30% dalam lima tahun terakhir. Lonjakan ini turut mendorong kebutuhan akan ruang kerja fleksibel yang mampu mengakomodasi gaya kerja non-konvensional.

Co-working space hadir sebagai solusi atas keterbatasan ruang kantor konvensional dan mahalnya biaya sewa. Dengan sistem berbagi fasilitas, pengguna dapat mengakses internet cepat, ruang rapat, dan suasana kerja yang kondusif tanpa harus menanggung beban operasional penuh.

Psikolog Industrial and Organizational Universitas Padjadjaran, Rezki Ashriyana Sulistiobudi, menyebut bahwa co-working space mampu menjadi “sarang” yang nyaman bagi pekerja industri kreatif.

“Konsep work-life balance yang diusung co-working space bisa jadi penyeimbang antara kesibukan serta kebahagiaan lahir batin,” ujarnya kepada Ayobandung.

Bagi freelancer dan pelaku startup, co-working space menawarkan lebih dari sekadar meja kerja. Mereka bisa memulai hari dengan yoga, menikmati teh sambil membaca, lalu bekerja dengan ritme yang mereka tentukan sendiri. Kebebasan ini menjadi nilai tambah yang tak ditemukan dalam sistem kerja konvensional.

Fleksibilitas dalam pembiayaan dan pengaturan waktu menjadi ciri khas utama. Pengguna co-working space bebas menentukan target kerja, waktu istirahat, dan bahkan lokasi kerja yang berpindah-pindah. Ini sangat cocok bagi generasi Z dan milenial yang mengutamakan keseimbangan hidup dan kebebasan berekspresi.

Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif. (Foto: Freepik)

Fenomena co-working space secara global bermula dari San Francisco pada 2005 oleh Brad Neuberg. Sejak itu, konsep ini menyebar ke berbagai kota besar dunia, termasuk Bandung. Di kota ini, co-working space seperti EduPlex, CO&CO Space, dan Bandung Digital Valley menjadi pusat aktivitas komunitas kreatif dan teknologi.

Namun, konsep open office yang umum di co-working space juga menyimpan tantangan. Interupsi dari sesama pengguna bisa mengganggu konsentrasi. “Co-working space bisa berbahaya bagi mereka yang butuh fokus tinggi,” kata Rezki.

Ia menambahkan, tidak semua jenis pekerjaan cocok dilakukan di co-working space. “PNS misalnya, jika bekerja di co-working space bisa jadi tidak produktif. Konsep ini lebih efektif untuk entrepreneur, freelancer, atau startup,” jelasnya.

Meski begitu, tren kerja fleksibel terus berkembang. Banyak perusahaan mulai mengadopsi sistem hybrid, menggabungkan kerja kantor dan remote. Co-working space pun menjadi pilihan strategis untuk mengakomodasi kebutuhan ini.

Tantangan ke depan adalah bagaimana co-working space bisa beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Ini termasuk menyediakan ruang privat, layanan psikologis, dan ekosistem yang mendukung pertumbuhan bisnis.

Selain itu, keberlanjutan dan inklusivitas juga menjadi isu penting. Co-working space harus mampu menjangkau komunitas yang lebih luas, termasuk pelaku UMKM dan pekerja informal yang belum terakses teknologi.

Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah mencatat bahwa jumlah rumah makan, kafe, dan ruang publik yang dialihfungsikan menjadi co-working space meningkat signifikan sejak 2020. Ini menunjukkan bahwa adaptasi ruang kerja menjadi bagian dari strategi urban kreatif.

Dalam konteks regenerasi kota, co-working space juga berperan sebagai katalisator revitalisasi kawasan. Banyak bangunan tua di Bandung yang kini dihidupkan kembali sebagai ruang kerja bersama, menciptakan sinergi antara warisan arsitektur dan kebutuhan modern.

Rezki memprediksi bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, budaya kerja fleksibel akan menjadi arus utama. “Saya percaya sumber ilmu bisa didapat dari mana saja, tak harus terkurung dalam ruangan berdinding. Co-working space adalah wadah ideal untuk itu,” pungkasnya.

Link produk alternatif kebutuhan kerja remote atau fleksibel:

  1. https://s.shopee.co.id/11jh4mbDk
  2. https://s.shopee.co.id/3fv23gSWTa
  3. https://s.shopee.co.id/AKRvzzkgXN
Tags:
gaya kerjaruang kerja fleksibelindustri kreatifco-working spacetransformasi cara kerja

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor