Gwoods, tumbuh pelan-pelan, dalam diam, menyematkan filosofi kehutanan ke dalam satu lingkar kayu yang melingkar di pergelangan tangan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Gwoods, Jejak Hijau dari Antapani yang Menggema hingga Australia

Kamis 26 Jun 2025, 13:03 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di dunia fesyen yang terus berputar mengikuti zaman, jam tangan lebih dari sekadar penanda waktu. Aksesoris ini adalah pernyataan gaya, simbol kepribadian, bahkan kadang, bentuk keberpihakan pada nilai dan alam.

Di antara hiruk pikuk merek-merek raksasa, sebuah brand lokal Bandung, Gwoods, tumbuh pelan-pelan, dalam diam, menyematkan filosofi kehutanan ke dalam satu lingkar kayu yang melingkar di pergelangan tangan.

Kisah Gwoods tak muncul dalam sekejap. Kelahiran jenama ini bermula dari pemikiran jauh ke depan para penggagas pada tahun 2011.

Saat sebagian besar orang melihat kayu hanya sebagai bahan bangunan atau furnitur, mereka melihat lebih dari itu, potensi cerita, keberlanjutan, dan nilai warisan.

Lewat program pengangkatan nilai produk berbahan kayu, mulai dari lantai rumah hingga interior, sebuah ide perlahan tumbuh. Bagaimana jika kayu, dengan segala tekstur dan aromanya, bisa menjelma menjadi sesuatu yang lebih personal?

Maka muncullah jam tangan kayu, gagasan yang baru benar-benar dapat dipanen lima tahun kemudian atau tepatnya pada 2016.

Produk jam tangan kayu dari Gwoods. (Sumber: Gwoods)

GWoods merupakan produk jadi dari hasil menanam pohon secara mandiri bersama masyarakat di lahan-lahan yang belum ditanami pohon atau lahan-lahan yang tidak produktif di Indonesia.

“Waktu itu merupakan panen pertama kami,” kenang Risfi, Konsultan Gwoods, saat berbincang dengan Ayobandung beberapa waktu lalu.

Dan waktu itu, literal karena Gwoods tidak memilih jalan pintas. Mereka menanam, merawat, dan menunggu. Pohon jabon atau dikenal juga sebagai jati bongsor menjadi pilihan utamanya.

Kayu ini bukan hanya indah dan ringan, tapi juga tahan terhadap hama. Hal yang tak kalah penting, pohon ini tumbuh cepat, sekitar lima tahun.

Dari satu bibit hingga batang kayu siap panen, Gwoods menapaki proses yang tidak banyak dilalui produk sejenisnya. Proses ini menciptakan sebuah nilai historis dan emosional yang kuat dalam setiap jam yang mereka produksi.

“Produk kami memiliki nilai historis yang sangat bagus karena kami menghasilkan bahan rangka jam tangan kayu ini dari awal pembibitan pohon sampai masa panen tiba sehingga ini membantu program penghijauan," ujar Risfi.

Tak berlebihan jika mereka menyebut produk ini sebagai warisan hidup. Outlet mereka berdiri di Antapani, Bandung, bukan di mal besar, tapi justru di tengah pemukiman yang membumi.

Di situlah Gwoods tumbuh bersama para pencintanya, yang lebih peduli pada cerita dan keberlanjutan dibanding logo besar di atas etalase.

Perjalanan satu jam tangan ini tidak berhenti di panen kayu. Dari potongan pertama hingga produk final, dibutuhkan waktu antara 6 hingga 12 bulan. Detail demi detail dikerjakan, bukan dengan mesin pabrik besar, tapi lewat tangan-tangan penuh ketelitian.

Produk jam tangan kayu dari Gwoods. (Sumber: Gwoods)

Maka tak heran jika harga jam tangan Gwoods melambung. Beberapa seri premiumnya bahkan mencapai harga jutaan. Namun, di balik nominal itu tersembunyi tahun-tahun menunggu, sentuhan manusia, dan janji hijau kepada bumi.

Gwoods tak hanya dipakai di pergelangan tangan warga Bandung, produk mereka telah menjelajah ke pasar Asia hingga Australia. Potongan hutan kecil asal Indonesia itu ikut bercerita di berbagai belahan dunia.

Seperti waktu yang tertulis diam-diam di balik dial kayu itu, Gwoods menunjukkan bahwa bertumbuh pelan, asal penuh makna, akan selalu menemukan tempatnya sendiri.

Informasi Gwoods

Alamat di Komplek Ruko Sinergi, Jalan Parakan Saat No.224 - 225, Antapani Tengah, Kec. Antapani, Kota Bandung

Website: www.gwoods.co.id

Instagram: https://www.instagram.com/igist.id

Facebook: https://www.facebook.com/greeny.gwoods

WhatsApp: 0819-1036-1244

Tags:
fesyenjam tangan kayubrand lokal BandungGwoods

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor