AYOBANDUNG.ID -- Anita Pramitha memulai usahanya di tahun 2009 hanya bermodalkan gerobak kaki lima di Simpang Dago, Kota Bandung. Ia tak berasal dari latar belakang kuliner mewah, tetapi dari rasa cinta terhadap masakan laut yang dipadu rempah khas Indonesia.
Indonesia memang dikenal sebagai salah satu negara penghasil ikan laut terbanyak di dunia. Namun bagi Anita, kekayaan laut itu bukan hanya statistik, melainkan sumber inspirasi untuk sebuah cita rasa.
“Ikan Bakar Sambal Pesisir” bukan sekadar nama sebuah usaha kuliner. Nama ini adalah wujud kecintaan Anita pada rempah dan laut Nusantara yang menyatu dalam sepiring hidangan.
“Ide itu muncul karena kecintaan saya pada rasa, dan bagaimana laut Indonesia bisa jadi bahan cerita yang bisa dinikmati siapa pun,” ujar Anita saat ditemui Ayobandung di kedainya.
Tahun 2009, dengan modal keberanian dan dapur sederhana di Simpang Dago, ia memulai langkah awal sebagai pedagang kaki lima. Perjalanan membangun usaha kuliner tak pernah mulus. Pasang surut seperti ombak yang tak bisa ditebak. Namun Anita tak mundur.
"Buka pertama di 2009 Simpang Dago, masih kaki lima. Kita akhirnya buka yang dengan konsep restoran di daerah Jalaprang, dekat rumah. Dari sana bertahan 3 tahun, dan kita akhirnya buka di Jalan Cilaki mulai buka di sana tahun 2016,” kenangnya.
Ia tak menutupi tantangan dalam mengolah ikan bakar. “Gampang-gampang susah,” katanya.

Meski menjadi favorit banyak orang, ikan bakar segar bukanlah makanan yang mudah dibuat. Prosesnya rumit, dan butuh konsistensi tinggi untuk menjaga rasa. Namun di sanalah kunci sukses Ikan Bakar Sambal Pesisir: ketekunan dan kualitas.
“Kami mengutamakan kualitas ikan segar yang dikirim langsung dari nelayan harian di Karawang. Selain itu proses pembakaran, bumbu, dan sambal khas ikan bakar sambal pesisir jadi kunci utama kami untuk memuaskan rasa para pelanggan,” jelas Anita.
Respons pelanggan menjadi bahan bakar semangat. Permintaan terus bertambah, dan lokasi pun berpindah ke Jalan Cilaki nomor 43, sebuah tempat strategis yang menjadi rumah utama cita rasa pesisir.
Tak berhenti di sana, Anita pun membuka cabang di Jalan Buah Batu 282 hingga di Jalan Lengkong Kecil No 44B, dengan tambahan menu ikonik sate maranggi (mbah djambrong). Namun satu hal yang tak berubah adalah komitmen terhadap kualitas.
“Pembakaran ikan juga kita gak digoreng lalu dibakar. Tapi kita dari ikan fresh langsung dibakar dan proses pembakaran ikannya itu gak berubah dari awal buka sampai sekarang,” ungkapnya.
Menu di kedai ini sangat beragam, mulai dari ikan barakuda, ikan cermin, ikan baramundi, ikan talang, ikan cakalang, ikan kakap, ikan bawal laut atau bawal bintang, ikan baronang, hingga kerapu. Semua diperoleh segar dari nelayan.
“Kalau bicara ketersediaan ikan itu dipengaruhi sama musim sama gelombang laut. Di sini paling best seller itu ikan barakuda,” ujar Anita.
Yang membuat lidah betah bukan hanya daging ikan segar, tapi juga racikan bumbu yang khas. Sambalnya dibuat dari perpaduan cabai rawit, bawang merah, dan serai, disajikan dengan cara disiram atau terpisah, tergantung selera pelanggan. Karenanya, setiap piring adalah ajakan pada perjalanan rasa.
"Sambelnya juga kita pakai cabe rawit, bawang merah, sama sereh, disiram bumbu ciri khasnya juga disambel untuk semakin menambah rasa,” jelasnya.
Harga yang ditawarkan pun beragam, mulai dari Rp40.000 sampai Rp500.000 per kg dengan proses pembakaran memakan waktu 20 menit. Anita percaya, meski tantangan mengolah ikan segar tak mudah, justru itulah keunggulan bisnisnya.
“Saya optimis karena bisnis ikan bakar ini pesaingnya susah karena gak gampang olah ikan segar itu. Kita juga harap ikan bakar sambal pesisir ini akan selalu menjadi bagian yang dapat memajukan pertumbuhan ekonomi kuliner,” tutupnya.
Dari bara hingga rasa, dari pinggir jalan hingga restoran, Anita membuktikan bahwa kegigihan bisa membangun warisan kuliner yang tak hanya lezat tapi juga berakar kuat pada budaya dan rasa Indonesia.