Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)

Ayo Biz

Menenun Inspirasi dari Barang Bekas, Kisah Tuti Rachmah dan Roemah Tafira

Sabtu 02 Agu 2025, 17:09 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di tengah riuhnya geliat mode di Kota Bandung, ada sebuah galeri yang menyimpan cerita berbeda. Bukan sekadar tentang warna dan bentuk, tetapi tentang makna, pemberdayaan, dan perjalanan seorang perempuan yang memilih menjadikan kreativitas sebagai jalan hidup.

Namanya Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Adhwa Handmade Accessories dan Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. Awalnya, usaha Tuti hanya berfokus pada produksi handycraft berbahan limbah dan barang tak terpakai.

Ia percaya bahwa sesuatu yang sering dianggap tak berguna, jika disentuh oleh tangan-tangan kreatif, bisa memiliki nilai estetika dan fungsi yang tak kalah dengan produk baru. Di masa itu, kerajinan tangan belum menjadi tren dominan, apalagi yang berbasis daur ulang.

“Pertamanya sih usaha di bidang kerajinan dari barang bekas, tapi melihat animo orang Bandung terutama ibu-ibu dan anak muda jadi mulai terpikir buat aksesoris,” ungkap Tuti saat berbincang dengan Ayobandung.

Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)

Perubahan mulai terjadi ketika tren fesyen di Bandung tumbuh dinamis. Kaum hawa, dari ibu rumah tangga hingga anak muda, mulai mencari aksesori yang tak hanya cantik dipandang tetapi juga punya cerita.

Menangkap peluang tersebut, Tuti merambah ke dunia aksesori busana, tetap dengan semangat keberlanjutan dan pemberdayaan lokal yang menjadi napas karyanya.

Roemah Tafira kemudian berkembang menjadi lebih dari sekadar galeri kerajinan. Tuti merancang tempat itu sebagai ruang terbuka bagi siapa pun yang ingin melihat, belajar, dan merasakan langsung proses kreatif pembuatan handycraft dan aksesoris.

Sebuah konsep partisipatif yang mengundang pengunjung untuk turut terlibat dan merasakan makna di balik setiap kreasi.

“Kebetulan Roemah Tafira Handycraft itu dibuat seperti galeri. Jadi banyak orang yang berkunjung ke sini bisa untuk melihat, membeli, atau belajar pembuatan handycraft dan aksesorinya secara langsung,” ujarnya.

Galeri ini bukan hanya tempat menjual barang; ia menjadi panggung pembelajaran dan interaksi sosial. Mahasiswa yang sedang menjalani praktik kerja, masyarakat lokal yang ingin memiliki keterampilan tambahan, hingga komunitas difabel, semuanya diberi ruang untuk berproses dan berkembang. “Dari kaum difabel juga ada,” lanjutnya.

Semangat inklusi ini menjadikan Roemah Tafira sebagai titik temu berbagai latar belakang, di mana kerajinan tangan menjadi jembatan antar manusia. Bagi Tuti, bisnis adalah media untuk menanamkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, bukan semata mencari keuntungan.

Salah satu desain ruang dalam galeri Roemah Tafira Handycraft. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)

Desain ruang dalam galeri pun tak dibuat sembarangan. Tuti menyusun tematik tata ruang agar pengalaman pengunjung lebih mendalam dan tak monoton. Setiap sudut punya tema, kadang etnik, kadang kontemporer, kadang nuansa alam, semua untuk membangkitkan rasa penasaran dan kenyamanan.

“Selain berbelanja dan belajar mereka berwisata. Saya sengaja buat tata ruang galeri nggak monoton yang mengangkat berbagai tema agar tidak membosankan,” ujarnya.

Proses kurasi karya di Roemah Tafira juga dilakukan dengan penuh kesadaran. Tak ada produk yang dipajang tanpa cerita. Setiap aksesori mewakili proses transformasi, baik dari sisi material maupun nilai yang dibawanya. Inilah yang membuat galeri ini punya rasa berbeda dibanding toko aksesori biasa.

Di balik semua itu, Tuti tetap menjaga kesederhanaan dan kedekatannya dengan masyarakat sekitar. Ia aktif membina pelatihan, membuka ruang diskusi, dan mendorong para pengunjung untuk menciptakan sendiri. Bukan hanya membeli, tapi menyatu dengan proses.

Kehadiran Roemah Tafira dan Adhwa Handmade Accessories juga menghidupkan semangat ekonomi kreatif lokal, dengan pendekatan ramah lingkungan dan berbasis komunitas. Di saat industri fesyen kerap lekat dengan konsumsi berlebih, galeri ini tampil sebagai antitesis yang membumi dan berdaya.

Cerita Tuti bukan hanya tentang membangun bisnis, tetapi tentang bagaimana seni, edukasi, dan komunitas bisa bergandengan tangan. Di tengah persaingan yang makin komersial, ia tetap menjaga idealisme bahwa setiap karya harus punya nilai, dan setiap pengunjung punya peran.

“Edukasi pemberdayaan dari sisi sosial dalam sebuah produksi usaha juga diperlukan terutama dalam pemberdayaan masyarakat sekitar,” ujarnya.

Informasi Roemah Tafira Handycraft

Berlokasi di Jalan Pak Gatot IV Nomor 46G Kompleks KPAD Gegerkalong Kota Bandung

Instagram: https://www.instagram.com/roemahtafira

Alternatif produk Handycraft dan UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/6fWmaPBAk7
  2. https://s.shopee.co.id/3VZkobRIAR
  3. https://s.shopee.co.id/AKQ4xCvje5
Tags:
ramah lingkunganekonomi kreatifaksesorisgaleri kerajinandaur ulangkerajinan tanganlimbahRoemah Tafirahandycraft

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor