AYOBANDUNG.ID -- Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren.
Ia membangun Anggia Handmade bukan dari panggung megah, tapi dari ruang sempit yang diwarnai eksperimen, benang, dan keyakinan bahwa kenyamanan dan karakter harus berjalan beriringan.
Sebagai perempuan Bandung, Anggi tumbuh dalam lingkungan yang sarat ekspresi budaya. Ia kerap mencermati kebiasaan masyarakat berhijab, memahami kebutuhan mereka, dan meresponsnya lewat desain yang tetap bernapas nilai.
Kepekaannya terhadap pasar lahir bukan dari riset berbasis angka semata, tapi dari interaksi langsung dan pengalaman personal.
“Saya tidak mengikuti tren, tapi saya mengerti apa yang dibutuhkan dan berusaha menjawabnya lewat desain,” tutur Anggi.
Ia menyadari bahwa busana muslim bukan sekadar pakaian, melainkan cerminan jati diri dan kepercayaan. Maka, setiap detail mulai dari pemilihan bahan hingga potongan, ditentukan dengan mempertimbangkan fungsi, kenyamanan, serta rasa estetika yang halus.
Untuk koleksi ready to wear, Anggi memilih material yang fleksibel, ringan, dan nyaman dikenakan dalam rutinitas harian maupun perjalanan jauh.

Ia paham bahwa perempuan muslim masa kini membutuhkan busana yang bisa menyesuaikan ritme hidup tanpa mengorbankan gaya.
“Kalau untuk ready to wear, tentu materialnya harus nyaman dipakai,” katanya.
Cutting pun disesuaikan dengan kebutuhan. Potongan clean untuk keseharian, tunik atau coat bergaya office dengan variasi kerah, hingga A-line untuk cocktail wear yang tetap rapi dan elegan. Semua dirancang dengan prinsip keseimbangan antara kebutuhan pasar dan identitas brand.
“Cutting-nya saya sesuaikan, daily, office, atau cocktail. Tapi tetap mengutamakan kenyamanan dan karakter,” jelasnya.
Koleksi seperti “Hina’ea” adalah contoh konkret bagaimana Anggi menggabungkan filosofi dan kepekaan pasar. Konsep dewi matahari dalam koleksi tersebut menampilkan warna nude dan semi pastel, merepresentasikan semangat baru sekaligus refleksi diri.
“Saya ingin menyimbolkan semangat dan perjalanan karir selama ini, lalu menuangkannya langsung melalui koleksi busana,” ujar Anggi.
Pendekatan filosofis ini bukan hanya membedakan Anggia Handmade di pasar brand lokal, tapi juga menciptakan daya tarik di panggung internasional. Di Paris Fashion Week, misalnya, koleksinya mampu berbicara lebih dari sekadar desain namun juga membawa cerita.
Namun, di balik sorotan global, Anggi tetap menjadikan akar lokal sebagai pusat impian. Ia ingin panggung megah juga ada di Bandung tempat ia memulai segalanya dan menyerap nilai estetikanya.
“Impian saya tetap kembali ke Bandung. Karena di sanalah semuanya bermula,” katanya.
Visi Anggi tidak berhenti pada produksi. Ia membangun ekosistem desain yang sensitif terhadap kebutuhan sosial, spiritual, dan fungsional perempuan muslim Indonesia. Dalam setiap koleksi, ia menyisipkan ruang dialog antara nilai-nilai tradisi dan kepraktisan modern.

Brandnya pun tak sekadar menjual busana, tapi mengedukasi publik akan makna di baliknya. Lewat warna, siluet, dan detail, Anggia Handmade menyampaikan bahwa hijab bukan sekadar simbol, melainkan perwujudan nilai personal yang bisa dirayakan melalui gaya.
Kepekaan Anggi terhadap perubahan pasar juga membuatnya mampu beradaptasi tanpa kehilangan arah. Ia mendengarkan apa yang dibutuhkan, bukan untuk meniru, tapi untuk menjawab dengan inovasi yang tetap bermakna.
Kesuksesan Anggia Handmade bukan tentang strategi promosi besar-besaran, melainkan tentang konsistensi. Konsistensi untuk tetap setia pada prinsip desain, memahami audiens, dan merawat cerita dalam tiap lembar kain.
"“Saya ingin orang mengenakan busana muslim bukan karena tren, tapi karena paham makna di baliknya,” ujar Anggi.
Informasi Anggia Handmade
Beralamat di Jalan Buah Batu no.222, Kota Bandung
Instagram: https://www.instagram.com/anggiahandmade.store
Link pembelian produk fashion Anggia Handmade: