AYOBANDUNG.ID - Di sebuah sudut Cisewu, kecamatan kecil yang dipeluk bukit-bukit hijau Kabupaten Garut, berdiri sebuah markas Koramil bernomor 1123. Markas itu biasa saja, dengan cat tembok yang sedikit pudar dan halaman yang rajin disapu setiap pagi. Namun sejak tahun 2010, ada satu benda yang merampas perhatian siapa pun yang lewat. Bukan pos jaga. Bukan pula mural bertema patriotisme. Melainkan seekor macan berwujud patung, berdiri dengan gagah seperti seharusnya simbol rimba. Hanya satu masalah: wajahnya terlalu bahagia untuk seekor raja hutan.
Macan itu tersenyum seolah baru saja menerima hadiah ulang tahun. Matanya sendu dan mulutnya terbuka lebar, bukan dalam ancaman, tapi seperti tengah menahan tawa atau mengantuk berat. Di Cisewu, warga yang melintas sudah terbiasa dengan pemandangan itu. Bagi mereka, patung itu bagian dari keseharian, seperti warung kopi yang tak pernah sepi. Namun dunia punya rencana lain terhadap macan yang terlalu ramah ini.
Pada suatu hari di Maret 2017, seorang pengguna Twitter bernama Vincent Candra mengunggah foto sang macan. Ia mengira hanya sedang mengabadikan momen lucu untuk dibagikan pada beberapa teman. Hidup memang penuh jebakan. Dalam hitungan jam, foto itu meluncur di dunia maya seperti meteor yang menemukan jalurnya sendiri. Media sosial yang sedang rewel dan penuh ketegangan politik tiba-tiba punya mainan baru. Tanpa komando, orang-orang mulai tertawa, menyebarkan kembali gambar itu, hingga akhirnya macan Cisewu menjadi legenda digital yang tidak pernah direncanakan.
Baca Juga: Hikayat Sumanto, Kanibal Tobat yang Tertidur Lelap dalam Siaran Televisi
Akun parodi, akun humor, dan akun-akun anonim yang entah siapa pemiliknya menangkap gambar itu dan mengolahnya menjadi bermacam-macam adegan lucu. Macan itu didandani sebagai bintang film laga, sebagai ikon sinetron, bahkan sebagai karakter komik. Mata sayunya yang seperti mengantuk menjadi bahan bakar kreativitas nasional. Dunia maya seperti menemukan celah untuk bernapas setelah berminggu-minggu dijejali isu politik yang melelahkan. Di antara cuitan panas dan debat panjang, tawa tiba-tiba menemukan jalannya lewat seekor patung yang tidak pernah bersiap menghadapi ketenaran.
Orang-orang Malaysia ikut tertawa. Media internasional mulai sibuk menulis tentang fenomena tak terduga ini. Bahkan sejumlah media berbahasa Inggris seperti BBC, Straits Times, hingga China Daily sampai meliput patung tersebut, seolah ada sesuatu yang filosofis pada wajah macan yang memilih tidak garang. Dunia bertanya: bagaimana sebuah patung sederhana di pelosok Garut bisa menjadi perhatian global? Jawabannya sederhana: internet selalu mencari alasan untuk tertawa, dan macan Cisewu menawarkan itu tanpa permintaan apa pun.
Puncak perjalanan internasional Macan Cisewu terjadi pada Juni 2017 ketika Ario Anindito, komikus Indonesia yang bekerja untuk Marvel, memasukkan versi meme patung ini ke sarung pedang Deadpool dalam komik Secret Empire: United. Deadpool pun terlihat membawa pedang dengan identitas lokal yang tidak disangka-sangka. Macan Cisewu secara resmi masuk ke semesta budaya pop global tanpa pernah mengajukan lamaran.
Saat warganet bersuka cita, suasana internal militer justru sebaliknya. Bagi Koramil, patung itu bukan sekadar patung lucu. Ia adalah simbol kehormatan. Ketika simbol yang seharusnya mencerminkan wibawa justru menjadi bahan tertawaan nasional, maka masalah muncul.
Pada 13 Maret 2017, Danramil Cisewu, Kapten Nandang Sucahya, menjelaskan bahwa patung itu sudah berdiri selama enam tahun. Koramil sempat mencoba menghubungi pengunggah foto awal, tetapi tidak berhasil. Tidak ada upaya besar meredam situasi, tetapi tanda tanya mulai bermunculan tentang bagaimana patung itu bisa berubah menjadi bahan olok-olok publik.
Baca Juga: Saat Patung Harimau Bandung Loncat dari Pos Jaga
Satu hari kemudian, Pangdam III Siliwangi, Mayjen M Herindra, memberikan tanggapan. Ia menilai bahwa beberapa patung macan di wilayah Kodam memang tidak menggambarkan macan sebagaimana yang diharapkan. Di Kodam Siliwangi, macan bukan hanya dekorasi halaman. Ia adalah representasi nilai-nilai keberanian dan warisan Prabu Siliwangi. Bila tampilannya tidak mencerminkan itu, berarti ada yang perlu diperbaiki.
Publik kemudian mengetahui fakta menarik lain. Patung itu dibuat oleh seorang anggota Koramil bernama Atang, yang kemudian pensiun sebagai Sersan Dua. Ia tidak memiliki latar belakang seni rupa. Patung itu dibuat sebagai bentuk terima kasih pada satuan tempatnya berdinas. Selama bertahun-tahun, hasil karyanya berdiri tanpa keluhan. Namun internet memiliki caranya sendiri mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.
Perintah pembongkaran keluar langsung dari Pangdam. Prosesnya tidak butuh waktu lama. Patung itu dibongkar pada hari yang sama. Keputusan cepat tersebut mengejutkan banyak orang, terutama mereka yang baru saja menikmati kelucuan patung itu beberapa hari sebelumnya.
Empat hari kemudian, pada 17 Maret, patung pengganti dipasang. Dibuat oleh prajurit setempat, tampilannya lebih besar, lebih formal, dan lebih garang. Materialnya menggunakan cetakan standar yang sudah dipakai untuk patung macan lain di jajaran Kodam Siliwangi.
Baca Juga: Warga Bandung Kena Kibul Charlie Chaplin: Si Eon Hollywood dari Loteng Hotel
Namun pergantian belum selesai. Pada 19 Maret, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi datang membawa patung macan baru bernama Maung Sancang Siliwangi, karya pematung Bandung bernama Suherman. Tingginya mencapai empat meter, beratnya sekitar 300 kilogram, dan menggunakan bahan resin. Patung ini menggabungkan aspek estetika dan nilai historis, termasuk kisah Prabu Siliwangi yang dikaitkan dengan figur macan.
Patung baru itu mengembalikan citra yang diharapkan TNI. Namun bagi publik, kisah Macan Cisewu sudah terlanjur menjadi legenda digital yang sulit dihentikan.

Pembongkaran Macan Cisewu menimbulkan reaksi emosional dari warganet. Jika sebelumnya orang tertawa terbahak-bahak, kini banyak yang merasa kehilangan. Patung itu telah menjadi ikon yang muncul tiba-tiba dan pergi terlalu cepat. Unggahan-unggahan bernada sedih namun humoris bermunculan. Ada yang menggambarkan Macan Cisewu bergabung dengan ikon-ikon internet lain yang sudah lebih dulu tiada. Ada yang membuat fanart, kaus, poster retro, hingga stiker digital yang dijadikan penghormatan.
Akun parodi yang ikut memviralkan foto itu bahkan menyampaikan penyesalan. Mereka tidak menyangka unggahan ringan bisa memicu pembongkaran patung di area militer. Namun dinamika internet memang bergerak tanpa manual.
Di sisi lain, wacana agar patung itu dipindahkan ke kebun binatang atau museum muncul dari berbagai komentar. Banyak yang berharap patung itu tetap bisa dilihat publik. Namun semuanya sudah terlambat. Patung itu keburu dibongkar pada hari yang sama perintah turun.
Baca Juga: Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?
Vincent Candra sendiri kemudian menyampaikan permintaan maaf. Ia menjelaskan bahwa foto itu diunggah murni karena keunikan visualnya. Namun internet bekerja seperti mesin yang tidak bisa dihentikan. Satu unggahan yang terlihat kecil bisa berubah menjadi insiden nasional dalam semalam.
Fenomena viralnya Macan Cisewu pada 2017 silam memperlihatkan betapa sebuah obyek visual sederhana bisa menggerakkan banyak orang tanpa perlu komando. Patung yang selama bertahun-tahun berdiri sendirian di halaman Koramil Cisewu mendadak berubah menjadi titik kumpul emosi kolektif. Di tengah suasana publik yang riuh oleh skandal, sengketa, dan politik yang tak pernah surut dari layar gawai, muncul seekor macan dengan wajah lugu yang membuat orang berhenti sejenak dan tertawa. Tawa itu datang seperti banjir: cepat, ramai, dan nyaris tanpa alasan selain kebutuhan untuk sedikit bernapas.
Efeknya bukan hanya lokal. Media sosial menyulap patung kecil di pelosok Garut menjadi selebritas digital. Gambar yang awalnya cuma lewat di timeline tiba-tiba menyeberang ke Malaysia, muncul di media internasional, lalu entah bagaimana terselip di sarung pedang Deadpool dalam komik Marvel. Batas geografis ambruk seperti rumah kardus. Patung yang tadinya cuma penanda halaman Koramil itu berubah menjadi fenomena lintas negara tanpa perlu izin ke mana pun.
Di balik ramainya meme, muncul pula pertanyaan yang lebih sunyi. Patung itu bukan karya galeri, bukan instalasi seniman besar, bukan pula proyek seni rupa yang diperhitungkan. Ia dibuat oleh seorang anggota Koramil yang ingin meninggalkan kenangan untuk tempatnya berdinas. Tekniknya sederhana, bentuknya jauh dari ideal, namun justru ketidaksempurnaan itu yang menarik perhatian. Ada semacam godaan untuk menertawakan, tapi ada juga simpati yang diam-diam tumbuh dari cara masyarakat memandangnya. Patung itu seperti makhluk yang tidak pernah dimaksudkan menjadi pusat keramaian, tapi tiba-tiba didorong ke panggung utama.
Baca Juga: Jejak Dukun Cabul dan Jimat Palsu di Bandung, Bikin Resah Sejak Zaman Kolonial
Ironinya jelas: Macan Cisewu menjadi terkenal bukan karena keberhasilannya meniru macan, melainkan karena kegagalannya. Jika wujudnya garang dan presisi, ia mungkin akan tenggelam di antara banyak patung serupa di markas TNI lain. Namun dengan mata sayu dan senyum yang tidak jelas maksudnya, ia justru menempati ruang yang tidak pernah disiapkan untuknya. Publik melirik, lalu tertawa, lalu menjadikannya simbol yang tak diduga.
Setelah patung itu dibongkar, yang tersisa adalah jejak digitalnya. Foto-fotonya masih beredar, meme-memenya muncul lagi setiap beberapa tahun seperti tamu lama yang kembali mampir. Patung pengganti yang lebih gagah kini berdiri di Cisewu, lebih sesuai dengan standar militer dan lebih sinkron dengan citra resmi Siliwangi. Namun nama Macan Cisewu tetap mengendap di kepala banyak orang. Bukan karena bentuknya yang tepat, tetapi karena keanehannya yang menyenangkan.