Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 17 Sep 2025, 18:14 WIB
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)

Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)

AYOBANDUNG.ID - Garut punya banyak identitas. Ada dodol yang lengket di gigi, ada domba garut yang adu jotos di lapangan, ada juga kota intan yang disematkan Bung Karno. Tapi dari sekian banyak identitas itu, ada satu julukan yang terus menempel sampai sekarang: Swiss van Java. Hampir semua orang Garut tahu istilah itu, dari kakek-nenek sampai anak sekolah dasar. Di warung kopi, di brosur pariwisata, bahkan di pidato pejabat bupati, istilah itu akan selalu muncul.

Pertanyaannya, siapa yang pertama kali menyebut Garut sebagai Swiss van Java? Kisah yang paling sering beredar adalah: Charlie Chaplin, si komedian legendaris Hollywood, yang menjulukinya begitu setelah melihat keindahan panorama Garut. Benarkah begitu? Atau jangan-jangan hanya mitos yang terlalu sering diulang, sampai akhirnya dipercaya sebagai kebenaran?

Cerita yang paling populer beredar begini. Charlie Chaplin datang ke Hindia Belanda sekitar awal 1930-an. Ia konon singgah di Garut, menginap di Hotel Ngamplang—hotel kolonial megah yang sampai sekarang masih berdiri dengan lapangan golfnya. Dari sana, ia melihat Gunung Cikuray dan Papandayan menjulang, kabut tipis turun di lembah, sawah berundak terbentang.

Baca Juga: Warga Bandung Kena Kibul Charlie Chaplin: Si Eon Hollywood dari Loteng Hotel

Kisah ini enak didengar. Bahkan lebih enak lagi bila dibayangkan Chaplin, dengan gaya kocaknya, berdiri di teras hotel sambil mengacungkan tongkat dan berkata dengan aksen khas: “Swiss van Java!” Tapi sayangnya, sampai sekarang tidak ada bukti tertulis yang mendukung cerita itu.

Pegiat Komunitas Masa Lewat Garut, Ferdy Yudha Pratama, sudah menelusuri persoalan ini bersama timnya. Mereka membaca catatan perjalanan Chaplin berjudul A Comedian Sees the World. Buku itu mencatat detail perjalanan Chaplin keliling dunia, termasuk ke Hindia Belanda. Namun, tidak ada satu pun bagian yang menyebutkan bahwa Chaplin mencetuskan istilah Swiss van Java.

Karena itu, meski Chaplin memang pernah singgah di Jawa, klaim bahwa dialah pencetus Swiss van Java masih sebatas gosip. Chaplin memang benar-benar pernah berkunjung ke Garut, juga menikmati udara sejuk dan pemandangan gunung. Tapi bahwa ia yang melahirkan istilah Swiss van Java? Tidak ada bukti.

“Katanya Chaplin datang ke Garut, kemudian tahun 1932–1936 nginep di Hotel Ngamplang, dan kemudian melihat pemandangan seindah kayaknya keren, ‘Oh mirip-mirip Swiss’,” tutur Ferdy. “Cuman datanya enggak ada gitu loh. Tidak tertulis, maksudnya datanya belum bisa ditemukan yang menyatakan bahwa Chaplin menyebutkan Garut sebagai Swiss Van Java.”

Selain Chaplin, ada pula yang menuduh Thilly Weissenborn, fotografer perempuan terkenal Hindia Belanda, sebagai pencetus istilah itu. Thilly memang gemar memotret keindahan Priangan, dan banyak karyanya menampilkan lanskap Garut yang menawan. Tapi dalam biografinya, Vastgelerd voor later, tidak ada keterangan bahwa ia menciptakan julukan Swiss van Java. Jadi, dua tersangka ini—Chaplin dan Thilly—keduanya nihil bukti.

Kalau begitu, dari mana sebenarnya istilah itu berasal?

Potret keindahan Pantai Pemeungpeuk Garut oleh Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Potret keindahan Pantai Pemeungpeuk Garut oleh Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)

Jualan Europa van Java ala Brosur Turisme Kolonial

Petunjuk penting datang dari buku All Around Bandung karya Gottfried Roelcke dan Garry Crabb. Dalam buku itu, keduanya mengutip sebuah panduan wisata tahun 1917, yang sudah menyebut Garut sebagai Switzerland van Java. Jadi, julukan itu sudah beredar jauh sebelum Chaplin melancong ke Jawa.

Temuan ini menjadi kunci. Jika istilah itu sudah eksis tahun 1917, berarti ia bukan ciptaan artis Hollywood, melainkan hasil promosi wisata kolonial. Dugaan ini makin kuat ketika ditopang oleh dua penelitian akademis: tesis Ahmad Sunjayadi Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia dan risalah Iskandar P. Nugraha Dutch Politics of Seeing.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Keduanya menyebut peran organisasi bernama Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV). Perhimpunan ini berpusat di Batavia, diisi pengusaha Eropa swasta yang mengendalikan urusan pariwisata Hindia Belanda. Mereka membuat brosur, kartu pos, bahkan buku panduan wisata. Intinya: mereka ingin mendatangkan turis sebanyak mungkin ke Hindia Belanda.

Untuk itu, mereka perlu strategi pemasaran. Orang Eropa tentu lebih mudah tergoda bila destinasi jauh di Asia ini digambarkan dengan bahasa yang familiar. Maka muncullah trik: memberi julukan kota-kota di Hindia Belanda dengan nama-nama kota wisata di Eropa.

Batavia disebut Venesia van Java. Bandung dijual sebagai Parijs van Java. Dan Garut, dengan pegunungan yang mengelilingi lembah, udara sejuk, serta villa-villa kolonial, dipoles menjadi Switzerland van Java.

“Sejauh ini kami baru menemukan itu,” kata Ferdy. “Jadi istilah itu sejak tahun 1917 pun sudah berkembang gitu, sudah marak dari mulut ke mulut, terekam gitu di masyarakat waktu itu.”

Logika ini sederhana tapi efektif. Orang Eropa yang pernah berlibur di Swiss akan membayangkan suasana serupa di Garut, hanya dengan tambahan eksotisme tropis. Jadilah Swiss van Java sebuah merek dagang turisme. Ia tercatat dalam brosur sejak 1917, terus dipromosikan, dan akhirnya diwariskan ke generasi setelahnya.

Garut pun jadi primadona. Hotel-hotel kolonial berdiri, dari Hotel Papandayan di pusat kota sampai Hotel Ngamplang di dataran tinggi. Lapangan golf dibangun untuk para tuan besar. Perkebunan teh dan kopi di sekeliling kota menambah daya tarik. Orang Belanda, Inggris, bahkan bangsawan Hindia berdatangan untuk berlibur.

Dan sejak itu, Swiss van Java bukan sekadar sebutan, tapi juga citra resmi Garut di mata dunia.

Pemandangan Garut memang mendukung. Gunung Cikuray, menjulang 2.821 meter, berdiri megah. Gunung Papandayan dengan kawahnya yang menggelegak jadi daya tarik tersendiri. Gunung Guntur, yang dijuluki “Gunung Api Purba” karena sering meletus di abad ke-19, melengkapi panorama. Lembah-lembah hijau dan sawah berundak di kaki gunung memberi kesan seperti Pegunungan Alpen versi tropis.

Baca Juga: Jejak Sejarah Dodol Garut, Warisan Kuliner Tradisional Sejak Zaman Kolonial

Tak heran bila wisatawan Belanda menyukai Garut. Mereka bisa bersepeda keliling kota, berjalan-jalan ke air terjun, atau sekadar duduk di balkon hotel sambil menyeruput teh hangat. Sementara di Swiss mereka makan fondue, di Garut mereka bisa menikmati dodol. Perpaduan Eropa dan Jawa ini rupanya sangat menggoda bagi pasar kolonial.

Potret pemandangan sawah di kaki Gunung Cikuray Garut oleh Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Potret pemandangan sawah di kaki Gunung Cikuray Garut oleh Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)

Julukan Swiss van Java pun menempel kuat, bahkan setelah kolonialisme bubar. Dari generasi ke generasi, istilah itu diwariskan. Anak-anak sekolah Garut tumbuh dengan cerita itu, pejabat daerah bangga menggunakannya dalam pidato, dan brosur pariwisata modern pun tetap mencetaknya besar-besar.

Baca Juga: Kapal Laut Garut jadi Korban Torpedo Jerman di Perang Dunia II

Terlebih, setelah cerita Chaplin ikut beredar, sebutan itu makin populer. Walaupun buktinya nihil, siapa yang tidak suka mendengar kisah bahwa seorang superstar dunia pernah menyebut Garut mirip Swiss?

Tapi, kalau mau jujur, pencetus aslinya nampaknya bukan Chaplin, bukan Thilly, melainkan strategi marketing pariwisata kolonial yang dirancang oleh VTV sejak 1917. Mereka yang pertama kali menempelkan label Swiss van Java pada Garut, sama seperti mereka menempelkan label Parijs van Java pada Bandung.

Tentu saja, Chaplin dan Thilly membuat cerita lebih dramatis, lebih romantis, lebih mudah dijual di era digital. Tapi bukti sejarah bicara lain. Swiss van Java lahir dari brosur turisme kolonial, kemudian diwariskan, dan kini jadi bagian tak terpisahkan dari identitas Garut.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 17 Sep 2025, 20:02 WIB

Elipsis ... Cara Pakai Tiga Titik sebagai Tanda Baca

Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan.
Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan. (Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 18:14 WIB

Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Dari Charlie Chaplin sampai fotografer Thilly Weissenborn, banyak dituding pencetus Swiss van Java. Tapi siapa yang sebenarnya?
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 18:12 WIB

Jejak Rasa Kota Kembang: Menyelami Sejarah dan Tantangan Kuliner Legendaris Bandung

Bicara Bandung bukan hanya udara sejuk dan panorama pegunungan yang memikat, tapi juga salah satu pusat kreativitas dunia kuliner yang tumbuh subur.
Setiap jajanan legendaris Bandung menyimpan jejak sejarah, budaya, dan perjuangan para pelaku UMKM. (Sumber: Instagram @batagor_riri)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 16:26 WIB

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya.
Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 16:07 WIB

Kadedemes, dari Krisis Pangan menuju Hidangan Penuh Makna

Kadedemes adalah olahan makanan yang berasal dari kulit singkong.
Kadedemes Kuliner Warisan Suku Sunda (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 12:35 WIB

Sendal Perempuan yang Tak Boleh Hanya Nyaman Dipakai

Sandal perempuan berfungsi sebagai alas kaki yang melindungi telapak dari panas, kotoran, maupun permukaan yang keras ketika beraktivitas. Namun sandal juga memberikan kenyamanan karena umumnya ringan
Ilustrasi Foto Sandal Perempuan. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 10:33 WIB

Surga Buku Jadul di Tengah Kota Bandung

Bagi pencinta buku lama dan koleksi majalah impor, Kota Bandung punya destinasi yang layak dikunjungi, Toko Buku Redjo. Toko ini berlokasi di Jalan Cipunagara Nomor 43, kawasan Cihapit, Bandung
Toko Buku Redjo. (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 09:37 WIB

Studio Rosid, Tempat Paling Nyaman untuk Menikmati Karya Seni

Di tengah ramainya kehidupan perkotaan, terdapat sebuah ruang seni yang menawarkan atmosfer berbeda. Studio Rosid, yang berdiri sejak 2003 di Jalan Cigadung Raya Tengah No. 40, Kecamatan Cibeunying.
Galeri Seni Studio Rosid. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 06:09 WIB

Apakah Mentalitas 'Modal Janji' Berakar dari Masyarakat ?

Janji manis yang sering kali tidak ditepati membuat seseorang bisa kehilangan mempercayai semua pihak.
Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 18:51 WIB

Bandung Bukan Milik Segelintir: BBFT dan Perjuangan Ruang yang Setara

Mereka ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan.
BBFT ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 18:31 WIB

Huruf Kapital Tak Boleh Diabaikan, tapi Kapan Jangan Digunakan?

Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat.
Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat. (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 17:33 WIB

Sejarah Gempa Besar Cianjur 1879 yang Guncang Kota Kolonial

Catatan sejarah Belanda ungkap 1.621 rumah hancur, dari penjara hingga gudang garam, akibat guncangan berhari-hari.
Dokumentasi kerusakan gempa Cianjur 1879. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 16:48 WIB

Reggae Menggema dari Lereng Bandung, Jejak The Paps dan Generasi Musik Bebas

Dari gang-gang kecil tempat anak muda berkumpul, hingga panggung-panggung komunitas yang tak pernah sepi, Bandung jadi rumah bagi banyak eksperimen musikal yang berani.
The Paps, band reggae asal Bandung yang tak hanya memainkan musik, tapi juga merayakan kebebasan dalam berkarya. (Sumber: dok. The Paps)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 16:10 WIB

Upaya Menyukseskan Program Revitalisasi Sekolah

Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi.
Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi. (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 15:37 WIB

Menyulam Asa di Dapur UMKM: Tiga Kisah Perjuangan, Inovasi, dan Harapan

Tiga sosok tangguh dari Bandung ini membuktikan bisnis kecil bisa punya dampak besar asal dijalani dengan tekad, inovasi, dan dukungan publik yang berkelanjutan.
Produk brownies bites yang gluten free, dairy free, dan low sugar dari Battenberg3. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 15:00 WIB

Kasian, Kota Bandung Tak Punya Gedung Festival Film

Ya, Bandung kota seni yang tak Nyeni. Seperti gadis cantik yang belum mandi.
Kota Bandung tak punya Gedung Festival Film. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 14:15 WIB

Sejarah DAMRI, Bus Jagoan Warga Bandung

Sejak 1960-an, DAMRI mewarnai jalanan Bandung. Dari trial and error, berkembang jadi transportasi publik penting, kini hadir dengan armada bus listrik.
Bus DAMRI jadul di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)