Perkembangan bahasa saat ini memang berkembang lebih variatif daripada bahasa-bahasa sebelumnya, karena bahasa sendiri itu selalu diperbaharui. Objek dari ilmu bahasa adalah bahasa itu sendiri, yang dapat diartikan dengan ucapan, ungkapan dan ujaran.
Karena bahasa bersifat variatif, maka ciri-ciri bahasa dibagi dengan beberapa cabang yaitu: “ Ujaran, bersifat informatif, produktif, memiliki makna, unik, bervariasi, konsumtif, dan dinamis.”
Namun mempelajari bahasa juga menjadi turun-temuran dari setiap generasi, yaitu bahasa ibu yang pertama kali diajarkan dan kita tidak bisa mengelakkan, karena bahasa itu tumbuh sejak lahir.
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa saling membutuhkan antara satu dan lainnya. Oleh karena itu, untuk berkomunikasi manusia membutuhkan lambang-lambang yang dapat diartikan.
Sebelumnya manusia lebih banyak menggunakan gerak atau isyarat, sikap tubuh, dan mimik. Namun, pesan tersebut akan lebih mudah dipahami dengan menggunakan lambang-lambang bahasa. Manusia sudah mulai menggambar lambang-lambang di batu sejak 35000 tahun SM.
Pada awalnya manusia berinteraksi melalui gambar dan lambang. Kemudian manusia memasuki tahap selanjutnya dalam berkomunikasi, yaitu cakupan berkomunikasi dalam tulisan. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya tanah liat yang bertulis kemudia berlanjut ke berbagai tulisan di kulit binatang dan batu arca.
Secara berturut-turut dapat disebutkan pemakaian huruf kuno di Mesir, alfabet phenusia, huruf Yunani Kuno, dan huruf Latin. Dari sanalah manusia memiliki gagasan untuk mengembangkan lambang yang sederhana dan dapat dipahami oleh kalangan luas, yaitu huruf.
Hal itu juga sistem lambang bisa diartikan dengan kata misalnya “KERBAU” menjadi signifiant sebagai penanda yang bersifat melambangkan, dan yang dilambangkan sebagai petanda dan konsep. Maka bahasa sendiri adalah sistem simbol lisan yang arbiter, yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat. Arbiter (manasuka) atau semena-semena yang dibatasi oleh konfersi.
Contohnya seperti “tulis, menulis, dan ditulis.” itulah mengapa sebabnya bahwa bahasa tidak hanya bersifat ujaran/tuturan melainkan sebuah tulisan yang terus menerus dikembangkan, ini sebabnya bahwa bahasa hadir sebagai kritik dan sejarah, lalu sejarah hadir sebagai kritik dan tradisi melahirkan imajinasi.
Menurut Gorys Keraf, fungsi bahasa bisa menjadi alat berkomunikasi, mengepresikan diri, berinteraksi dan berdaptasi, serta kontrol sosial. Itulah sebabnya mengapa dalam berkomunikasi perlu adanya kode etik dalam menggunakan bahasa yang baik atau sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurkana). Selain itu juga IT menyampaikan fungsi bahasa itu sebagai alat untuk mengembangkan akal budi.

Ilmu tentang bahasa adalah linguistik yang ditelaah secara ilmiah. Kajian bahasa Indonesia yang amatlah hebat bisa menjadikan sebuah khazanah ilmu kaidah bahasa yang indah itu bisa diartikan sebagai sarana tempat berimajinasi.
Dalam menulis kata-kata yang dapat dianalisis dan umum. Karena itu bahasa juga merupakan alat komunikasi yang tujuannya untuk menjamin aktifitas sosial masyarakat untuk mendalami serta memahami arti dan fungsi bahasa untuk menekuni kemampuan linguistik yang energik.
Linguistik dan perkembangannya menjadikan lingusitik sebagai ilmu bahasa, ilmu tentang bahasa, disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara luas dan umum. Istilaah linguistik yaitu “langage, langue, dan parole.”
Linguis adalah ahli ilmu bahasa, yang dimana IT memiliki kemampuan dalam membedah kaidah bahahasa itu, meskipun ahli ilmu bahasa disebut linguis. Ada sebuah sebutan yang lebih tinggi lagi yaitu Poliglot adalah orang yang pandai dalam berbagai bahasa.
Cabang lingustik sendiri memiliki dua cabang yaitu mikrolinguistik dan makro linguistik. Mikrolinguistik sendiri mempelajari struktur bahasa, sementara untuk makrolinguistik mempelajari tentang hubungan antar bahasa dan faktor di luar bahasa, serta penerapan linguistik untuk tujuan yang praktis.
Sementara lingusitik terapan terdiri dari pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikologi, pembinaan bahasa, dan pragmatik. Cabang linguistik ini sungguh beragam, butuh banyak waktu untuk memahami secara mendalam hingga dapat mengeskplorkan diri kepada masyarakat luas dalam mengkaji ilmu bahasa itu untuk terus dimanfaatkan.
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Sausure (1857 – 1913) dalam bukunya Course de Linguistique Generale terbit pertama kali pada tahun 1916. Terjemahannya dalam bahasa indonesia terbit pada tahun 1988.
Ia membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat pada satuan-satuan bahasa, yaitu relasi sintagmatik dan relasi asosiatif. Relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret. Sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tindak tampak dalam susunan suatu kalimat.
Oleh sebab itu teori Ferdinan de Sausure bisa disebut dengan modernisme linguistik yang telah dikembangkan oleh Ita Ristanti dikalangan Mahasiswa yang benar-benar ingin mempelajari bahasa yang berkecimpung dengan kajian linguistik yang telah mengalir dalam diri bagaikan sel darah merah yang tak pernah mati, sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya.
Istilah dari modernisme itu sendiri adalah gerakan yang bertujuan menafsirkan doktrin tradisional, dan menyesuaikannya dengan aliran modern tentang sejarah dan ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan sebagai suatu keterampilan berbahasa. (*)