Abah Endang sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar di MAS Manba'ul Huda. Bandung, 05 November 2025. (Sumber: Dok. Penulis | Foto: Tsaqifa Dhiyaul Hawa)

Ayo Netizen

Kata-Kata Kecil yang Menghangatkan: 'Teh', 'Mah', 'Atuh', dan 'Meuni' Penanda Rasa dalam Bahasa Sunda

Selasa 02 Des 2025, 10:53 WIB

Endang Hidayatullah, lelaki sepuh berkopiah hitam, tersenyum sembari mengingat pesan tentang bahasa ibu yang kini perlahan memudar di tengah kehidupan modern. Siang itu, terjadi perbincangan kecil nan asyik di ruang perpustakaan sekolah yang hening dan dingin, di tengah hiruk pikuk keramaian waktu istirahat sekolah MAS Manba’ul Huda, kel. Sekejati, Kec. Buah Batu, Kota Bandung.

Endang Hidayatullah, seorang lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai guru Bahasa Sunda, mengatakan bahwa: “Urang teh kudu inget basa sorangan,” ucapnya.

Dalam percakapan sehari-hari masyarakat Sunda, kata-kata seperti teh, mah, atuh, dan meuni sering muncul tanpa disadari. Meski terdengar kecil dan sederhana, keempat kata ini memiliki peran penting dalam mempertegas makna, mengungkapkan emosi, sekaligus mempererat keakraban antarpenutur.

Menurut Endang Hidayatullah, seorang tokoh masyarakat Sunda yang memahami filosofi bahasa daerahnya, kata-kata tersebut bukan sekadar pelengkap kalimat. Ia menyebutnya sebagai penegas rasa dalam tutur bahasa Sunda.

Lamun Urang Sunda teu nganggo kata-kata eta, hambar,” ujarnya pada Rabu (05/11/2025).

kata-kata tersebut juga membuat percakapan menjadi lebih hangat. 

Kata teh biasanya digunakan untuk menegaskan pernyataan, misalnya Orang teh cape (Saya tuh capek). Kata mah sering dipakai untuk membedakan pendapat, seperti Saya mah geus biasa (Kalau saya sih sudah biasa).

Sementara atuh menambah nada emosional, bisa berupa ajakan, penyesalan, atau nasihat, contohnya Ulah kitu atuh (Jangan begitu dong). Adapun meuni sering muncul di awal kalimat untuk mengekspresikan kekaguman, misalnya Meuni geulis pisan (Benar-benar cantik sekali).

Endang Hidayatullah menambahkan, keempat kata itu mencerminkan karakter masyarakat Sunda yang lembut, sopan, dan penuh perasaan. Menurutnya, bahasa Sunda tidak hanya berfungsi untuk berbicara, tetapi juga berfungsi untuk menambah rasa agar emosional kalimat tersalurkan dengan baik.

Namun, tokoh masyarakat sunda tersebut, Endang Hidayatullah juga menyayangkan bahwa kini semakin sedikit anak muda Sunda yang menggunakan kata-kata khas tersebut. Banyak generasi muda lebih memilih bahasa Indonesia atau mencampurnya dengan bahasa gaul, sehingga nuansa kehangatan bahasa Sunda perlahan berkurang.

“Sekarang mah, anak-anak jarang nyarita Sunda murni. Padahal itu kekayaan urang sorangan,” tuturnya.

Ia berharap, anak-anak muda Sunda bisa tetap melestarikan bahasa dan tutur khasnya, agar keindahan dan kehangatan bahasa Sunda tidak hilang ditelan zaman.

“Kalau bukan urang Sunda sorangan nu ngajaga, saha deui?,” ujarnya pelan.

Kata-kata seperti teh, mah, atuh, dan meuni mungkin tampak kecil dan sederhana, namun di baliknya tersimpan filosofi yang dalam. Bahasa Sunda tidak hanya berbicara lewat kata, tetapi juga lewat rasa menghangatkan, menenangkan, dan mengikat kedekatan antar masyarakat. (*)

Tags:
bumbu kehangatanbahasa Sundapenanda rasa

tsaqifa dhiyaul hawa

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor