Dentuman kendang berpadu dengan gemerincing angklung menggema dari ruang latihan seni di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Dr. Setiabudi, Kota Bandung, Kamis 23 Oktober 2025. Di antara mahasiswa yang sedang berlatih, tampak seorang penari muda melangkah dengan penuh percaya diri. Ia adalah Yosi Anisa Basnurullah, mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Sunda yang sejak kecil telah jatuh cinta pada seni tari Jaipong.
"Dari kecil saya sering diajak ibu nonton pertunjukan di Saung Angklung Udjo" ujar Yosi usai latihan sore itu.
"Dari sana saya mulai jatuh cinta pada Jaipong," lanjutnya
Sejak usia tujuh tahun, Yosi sudah menari di sanggar kecil dekat rumahnya di kawasan Cicaheum. Kini, di sela jadwal kuliahnya, ia masih aktif menari dan tampil dalam berbagai acara budaya di Bandung maupun di luar kota.
Menurut Yosi, Jaipong bukan sekadar tarian hiburan. Ia menilai Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut. Gerakannya memiliki makna, dan kostumnya pun sarat simbol. Warna cerah pada kebaya dan selendang menjadi lambang semangat, sedangkan hiasan kepala beronamen bunga menggambarkan keanggunan dan penghormatan terhadap budaya.
Namun di era digital, mempertahankan eksistensi Jaipong bukan hal mudah. Yosi mengakui bahwa anak muda kini lebih dekat dengan budaya populer. sehingga Jaipong kadang dianggap kuno.
Meski begitu, ia melihat peluang lewat media sosial. bersama teman teman komunitas tari di UPI, Yosi mencoba menghadirkan Jaipong dengan kemasan baru tanpa meninggalkan pakem tradisinya. Ia menyebut tradisi tetap dijaga, tetapi penyajiannya bisa disesuiakna dengan perkembangan zaman.
Usaha itu membuahkan hasil. Beberapa kali Yosi dan komunitasnya diundang tampil di berbagai acara kampus dan festival di Bandung Raya. Bahkan pada tahun 2015, Yosi pernah membawa Jaipong ke panggung internasional.
"Saya tampil di UNESCO Paris, membawa Jaipong dan Angklung. Itu pengalaman yang membuat saya sadar, menari bukan hanya hiburan, tapi cara memperkenalkan identitas bangsa,” kenangnya.
Kini, di ruang latihan seni UPI, Yosi terus menularkan semangatnya kepada generasi muda yang baru belajar Jaipong. Di tengah deru musik dan tawa mahasiswa, satu pesan selalu ia sampaikan: “Modernisasi boleh, tapi jati diri budaya jangan hilang. Selama kita masih menari dengan hati, Jaipong akan terus hidup,” ujarnya menutup latihan sore itu. (*)