PSG bukan sekadar berusaha. Mereka mencurahkan segala daya. Jatuh bangun gagal pula, hingga akhirnya bisa juara.
Setelah bertahun-tahun hanya menjadi "tim yang bertaburan pemain bintang", Paris Saint-Germain (PSG) akhirnya membungkam semua cemoohan.
PSG menyarangkan Lima gol tanpa balas ke gawang Inter Milan di final Liga Champions 2025. Ini bukan sekadar kemenangan besar, ini adalah pernyataan.
Saya masih ingat beberapa musim lalu ketika PSG (Paris Saint-Germain) selalu menjadi bahan olok-olok.
Meski sering dihuni para pemain mahal, hasilnya nihil. Trofi Liga Champions seolah menjauh tiap kali harapan mulai tumbuh.
Tapi kali ini beda. Tidak ada Neymar, tidak ada Messi, tidak ada Mbappé. Yang tersisa justru tim yang bermain sebagai satu kesatuan. Bukan parade ego.

Luis Enrique (Pelatih Utama PSG) layak diberi titel pelatih terbaik musim ini.
Di tengah tekanan dan ekspektasi, ia membentuk tim yang tak cuma bermain indah, tapi juga efektif dan mematikan. Dan lihat saja nama-nama pencetak gol PSG di final UCL itu. Bukan pemain bintang atau superstar global, melainkan pemain muda seperti Desire Doue dan Senny Mayulu.
Ini penegasan yang bisa diambil hikmahnya. Kita bisa belajar banyak dari PSG musim ini. Bahwa juara tidak selalu datang dari nama besar.
Terkadang, dibutuhkan keberanian untuk mulai dari nol, menyusun ulang fondasi, dan percaya pada proses.
Bagi fans PSG, malam final itu bukan sekadar malam kemenangan. Itu malam ketika semua luka dan ejekan selama bertahun-tahun akhirnya terbalas.
PSG bukan lagi "tim gagal mahal". Mereka kini tim juara sejati. (*)