AYOBANDUNG.ID — Diskusi publik bertajuk “Refleksi Mobilitas Bandung 2025: Mengayuh, Melangkah, dan Bergerak untuk Kota yang Adil” diselenggarakan pada Jumat, 19 Desember 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung.
Diskusi ini menyoroti persoalan keamanan mobilitas di Kota Bandung, khususnya bagi kelompok rentan seperti pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi umum.
Menghadirkan narasumber dari Dinas Perhubungan Kota Bandung Bagian Sarana Prasarana Kurnia Mulyana, Komunitas Bike to Work (B2W) Andi Nurfauzi, Komunitas Pejalan Kaki Fadhil, serta Transport for Public Naufal Farras, diskusi ini menjadi wadah inklusif bagi berbagai elemen masyarakat yang memiliki keresahan serupa terkait kondisi fasilitas publik di Bandung.
Andi menyampaikan bahwa tujuan diskusi ini tidak hanya untuk membangun kesadaran, tetapi juga mendorong isu mobilitas menjadi persoalan yang harus segera dibenahi.

“Pengen ngedorong urgency dan ngangkat sense of crisis bersama atas kondisi infrastruktur bagi pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi publik di Bandung,” ucapnya.
Evaluasi terhadap kondisi jalan dan infrastruktur Bandung sepanjang 2025 menunjukkan bahwa fasilitas yang ada dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kelompok rentan, seperti pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi umum. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Bandung.
Dalam temuan B2W, di kawasan Balai Kota, Jalan Aceh, dan Jalan Karapitan, meskipun telah tersedia jalur sepeda, hak pesepeda kerap ditiadakan. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kendaraan mobil yang terparkir di jalur tersebut.
“Seolah-olah kalo (jalur sepeda) tidak ada pengguna sepedanya di sini maka dia berhak untuk dijadikan tempat parkir,” ucap Andi.
“Ini negosiasi ruang atau normalisasi pelanggaran?” tambahnya.
Hal serupa disampaikan oleh Fadhil yang menilai kondisi trotoar di Bandung masih minim dan buruk. Ia mencontohkan di Jalan Buah Batu yang tidak memiliki trotoar, serta di pintu masuk jalur provinsi Pasteur yang masih dipenuhi Pedagang Kaki Lima (PKL).
“Masyarakat di Kota Bandung ini bukan malas berjalan kaki, tapi dari infrastrukturnya yang kurang mendukung,” ucapnya.
Transport for Bandung (TfB) sebagai komunitas yang mendorong transportasi perkotaan berkelanjutan dan berkeadilan di wilayah Bandung Raya, melalui perwakilannya Naufal, menyampaikan harapan agar Bandung benar-benar dapat disebut sebagai kota yang adil bagi semua jenis mobilitas.
“Intinya, inklusif aja. Semua orang bisa bermobilitas dengan aman dan fasilitasnya bisa digunakan semua orang, baik itu lansia, anak-anak, atau kaum rentan,” jelas dia.
Sebagai penutup, Kurnia menyampaikan bahwa pihaknya tinggal menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan.
“Kami tinggal menjalankan saja. Aturan yang sudah dibuat kita laksanakan,” ucapnya.
Petugas Dishub Bandung, Gunawan Adi Luhung, menambahkan tanggapan atas berbagai kritik yang disampaikan dalam diskusi tersebut.
“Kami selalu melakukan yang terbaik. Cuma kendalanya tidak pernah terasa oleh masyarakat. Untuk pembangunan itu programnya bertahap, sesuai anggaran,” jelas dia.