Ilustrasi air minum. (Sumber: Freepik)

Ayo Biz

Air Isi Ulang Tanpa Sertifikasi, Celah Regulasi yang Mengancam Kesehatan Publik

Senin 27 Okt 2025, 17:40 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Ribuan depot air minum isi ulang beroperasi setiap hari di Indonesia, namun mayoritasnya belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Fakta ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan potensi ancaman kesehatan yang sistemik dan berkelanjutan.

Menurut data Kementerian Kesehatan, sekitar 98 persen depot air minum isi ulang belum memiliki SLHS. Sertifikat ini seharusnya menjadi bukti bahwa air yang dijual telah melalui proses yang memenuhi standar kebersihan dan sanitasi. Tanpa sertifikasi tersebut, konsumen berisiko mengonsumsi air yang terkontaminasi mikroorganisme berbahaya atau zat kimia yang tidak terdeteksi.

Ketua Umum Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang (Asdamindo), Erik Garnadi, menyebutkan bahwa banyak pelaku usaha tidak memahami atau mengabaikan regulasi yang berlaku.

“Banyak depot air minum itu yang tidak menerapkan standar higienitas yang ketat. Ini berpotensi membahayakan kesehatan konsumen akibat air yang tidak memenuhi standar kualitas,” ujarnya.

Permenkes No. 43 Tahun 2014 telah menetapkan standar higiene dan sanitasi yang wajib diterapkan oleh setiap depot, mulai dari sumber air, proses pengolahan, hingga distribusi. Namun, lemahnya pengawasan membuat regulasi ini tidak berjalan efektif.

Erik menyoroti bahwa banyak depot menggunakan air dari sumber yang tidak memiliki Surat Izin Pengambilan Air (SIPA). “Kebanyakan tidak punya izin,” tegasnya.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa air yang digunakan belum tentu layak konsumsi. Selain itu, minimnya pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas air, baik secara fisika, kimia, maupun bakteriologi menambah risiko kontaminasi.

“Koordinasi di sektor depot air minum ini juga belum optimal. Dukungan pemerintah daerahnya juga masih kurang,” tambah Erik.

Kondisi ini diperparah oleh tidak adanya asosiasi lokal di banyak daerah, sehingga pelaku usaha tidak mendapatkan pembinaan atau edukasi yang memadai. Padahal, air minum isi ulang telah menjadi kebutuhan pokok bagi jutaan keluarga.

Asdamindo terus mengingatkan anggotanya untuk menjaga kualitas mesin dan kebersihan depot. Namun, Erik mengakui bahwa penegakan hukum masih lemah.

“Sanksinya itu hanya ditutup sementara saja, dan bisa dibuka kembali jika pemilik depotnya sudah memperbaiki kekurangannya,” ucapnya.

Permenkes No. 2 Tahun 2023 dan UU No. 18 Tahun 2021 tentang Pangan sebenarnya telah menetapkan sanksi administratif dan pidana bagi pelaku usaha yang melanggar standar sanitasi. Namun, implementasinya belum maksimal.

Pasal 135 UU Pangan menyebutkan bahwa pelaku usaha yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi dapat dipidana hingga dua tahun atau dikenai denda maksimal Rp 4 miliar. Sanksi ini seharusnya menjadi peringatan keras, bukan sekadar formalitas.

Kepmenperindag No. 651 Tahun 2004 juga melarang depot menyetok air dalam galon bermerek dan mewajibkan pemeriksaan wadah konsumen. Namun, pelanggaran terhadap aturan ini masih sering ditemukan di lapangan.

“Nyatanya di lapangan, masih banyak depot yang menyetok air isi ulang dalam galon-galon yang bermerek dan sering dikomplain pemilik mereknya,” tukas Erik.

Ia menjelaskan bahwa jika konsumen mengalami gangguan kesehatan akibat air yang tidak higienis, merek galon yang digunakan sering kali menjadi sasaran keluhan. Padahal, depot lah yang seharusnya bertanggung jawab.

“Itulah sebabnya kenapa pemilik galon-galon bermerek itu keberatan jika galon-galon mereka digunakan sebagai wadah air di depot-depot air isi ulang,” jelasnya.

Ancaman kesehatan yang ditimbulkan tidak bisa dianggap remeh. Air yang terkontaminasi bakteri seperti E.coli atau zat kimia berbahaya dapat menyebabkan diare, infeksi saluran pencernaan, bahkan penyakit kronis.

Tanpa pengawasan yang ketat dan edukasi yang menyeluruh, air minum isi ulang bisa menjadi sumber penyakit, bukan solusi. Pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha harus bersinergi untuk memastikan bahwa air yang dikonsumsi masyarakat benar-benar aman.

“Jangan sampai masyarakat yang mengonsumsi air minum isi ulang itu justru terpapar risiko kesehatan karena kelalaian pelaku usaha dan lemahnya pengawasan,” pungkas Erik.

Alternatif produk UMKM atau kebutuhan serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/6psQ0tbdi1
  2. https://s.shopee.co.id/6fYzoe1Wrz
  3. https://s.shopee.co.id/8zwuaz9eUW
Tags:
pelaku usahastandar kebersihan dan sanitasiancaman kesehatanSertifikat Laik Higiene dan Sanitasidepot air minum isi ulang

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor