Hikayat Sungai Cikapundung, Pernah Jernih Sebelum Diratap dalam Syair

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Senin 30 Jun 2025, 15:39 WIB
Sungai Cikapundung yang dijadikan waduk pembangkit listrik zaman baheula pada masa Hindia Belanda. (Sumber: Wikimedia)

Sungai Cikapundung yang dijadikan waduk pembangkit listrik zaman baheula pada masa Hindia Belanda. (Sumber: Wikimedia)

AYOBANDUNG.ID – Sungai Cikapundung dulu bukan cuma urat air yang membelah Bandung. Ia adalah tulang punggung kota, penyambung hidup warga, bahkan penerang malam. Jangan heran kalau orang-orang tempo dulu memandangnya seperti tetangga yang baik: mengalirkan air bersih, menyediakan ikan, bahkan menyumbang listrik.

Ya, sebelum listrik jadi urusan PLN, Cikapundung sudah lebih dulu bercahaya lewat pembangkit tenaga air milik NV Cultuur Maatschappij Tjikapoendoeng.

Sungai itu bisa dibilang multitalenta. Selain bisa bikin lampu rumah nyala, airnya dulu juga bening seperti hati mantan yang belum disakiti. Orang zaman kolonial Belanda masih bisa melihat dasar sungai dan ikan-ikan berenang bebas, belum kenal plastik dan deterjen.

Sekitar tahun 1900-an, ketika orang-orang Eropa masih menamakan Bandung sebagai “Parijs van Java”, Cikapundung menjadi arena marak—ritual berburu ikan secara komunal yang melibatkan satu kampung.

Kisah ini dicatat rapi dalam buku Mangle, yang ditulis oleh W. van Gelder. Jangan bayangkan buku ini berisi strategi memikat pasangan Sunda. Ini buku pendidikan Sunda klasik yang berisi kisah-kisah untuk pelajaran sekolah.

Dalam cerita berjudul “Marak”, diceritakan bagaimana warga Dago Bengkok membendung sungai untuk menangkap ikan saat musim kemarau. Seluruh kampung turun tangan. Ada yang bawa linggis, ada pula yang membawa bekal. Tangkapannya bukan main-main: dari lele, bogo, nilém, sampai belut.

Setelah puas menombak, menjala, atau cuma mengaduk-aduk lumpur berharap dapat kejutan, mereka membongkar bendungan darurat itu. Sungai dikembalikan ke fitrahnya. Beberapa membakar ikan, sisanya dibawa pulang. Tidak ada yang update di Instagram, karena yang penting kenyang, bukan konten.

Sungai Cikapundung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)
Sungai Cikapundung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)

Kemunculan Limbah Pembalut

Lompatan waktu ke tahun 1950-an, air Cikapundung masih bening. Us Tiarsa R., dalam buku Basa Bandung Halimunan, mengenang masa kecilnya menjelajah sungai itu. “Ti jembatan Torpedo ka kuburan Landa di Tamansari, loba jalma keur mandi,” tulisnya. Cikapundung saat itu seperti kolam renang rakyat yang gratis dan alami.

Tapi zaman berubah. Sekitar tahun itu juga, mulai muncul gejala-gejala muram. Kata Us Tiarsa, sudah jarang orang mancing di Cikapundung. Bukan karena ikannya punah, tapi karena “ikanna bau minyak tanah, tara ngeunah didahar.” Sungguh kasihan lele yang jadi korban urbanisasi.

Baca Juga: Banjir Cikapundung 1919 Rendam Braga Gegara Deforestasi Lereng Bandung

Penyair mulai ikut-ikutan sedih melihat Cikapundung. Dalam puisinya Tanah Kelahiran yang diterbitkan tahun 1956, Ramadhan KH seperti menyaksikan kiamat kecil:

“Seruling berkawan pantun // tangiskan derita orang priangan // selendang merah, merah darah, // menurun di Cikapundung.”

Bayangkan, dari sungai yang dulu jadi ladang ikan warga dan sumber listrik kota, kini menurunkan “selendang merah, merah darah.” Apakah ini sungai atau panggung teater tragedi?

Penyair Afrizal Malna lebih blak-blakan. Ia menulis, “Saudara, kota telah dibuat dari bangkai-bangkai sungai.” Dalam puisi berjudul Liburan-liburan Keluarga dan Pipa-pipa Air tahun 90-an, Afrizal tak lagi bicara ikan, melainkan softex, bungkus mi instan, dan sisa makan malam yang hanyut bersama kenangan masa kecil.

Wilson Nadeak malah memotret isi perut kota yang tumpah ruah ke sungai. Dalam puisinya, “dari kali cikapundung megah, tumpah-ruah isi perut penghuni kota.” Barangkali yang ia maksud bukan sekadar limbah, tapi juga amarah, frustrasi, dan beban hidup warga urban yang tak sempat terapung.

Kini, alih-alih jadi tempat orang mandi, Cikapundung jadi tempat banjir mampir. Ia jadi kanal pembuangan frustrasi warga kota: frustrasi karena macet, frustrasi karena gaji tak naik-naik, dan frustrasi karena sungai yang dulu penuh ikan kini lebih mirip got raksasa. Airnya bukan lagi sumber kehidupan, tapi sumber keluhan.

Potret derasnya air coklat selepas hujan di Sungai Cikapundung. (Sumber: Flickr | Foto: Ikhlasul Amal)
Potret derasnya air coklat selepas hujan di Sungai Cikapundung. (Sumber: Flickr | Foto: Ikhlasul Amal)

Ironi terbesar adalah: ketika semua orang bicara soal Bandung Juara, Cikapundung malah makin nelangsa. Jadi, jika ada kesempatan berdiri di jembatan Cikapundung sambil memandang alirannya yang coklat pekat, cobalah bayangkan suara air itu menyanyikan lagu lama:

“Pernah aku jadi terangmu, juga lauk paukmu. Tapi kini... aku hanyalah limbah kenangan.”

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 24 Agu 2025, 08:43 WIB

Perempuan, Perjuangan, dan Kemerdekaan

Kemerdekaan bagi perempuan bukan soal melampaui batasan hak laki-laki, tapi kemerdekaan adalah hak bagi setiap manusia.
Perjuangan memang bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani, terlebih jika kamu adalah seorang perempuan. (Sumber: Pexels/Min An)
Ayo Biz 24 Agu 2025, 08:40 WIB

Bakso di Bandung dengan Ulasan Terbaik dari Netizen

Bakso selalu punya tempat istimewa di hati pecinta kuliner Indonesia. Hidangan berkuah ini cocok disantap kapan saja.
Ilustrasi Foto Bakso lezat dan nikmat. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 23 Agu 2025, 21:46 WIB

Bisnis Kecantikan Tak Pernah Tidur: Strategi Beauty World Menaklukkan Pasar Bandung

Bisnis kecantikan tumbuh dari sekadar gaya hidup menjadi kebutuhan, dan Bandung kini bukan hanya kota kreatif, tetapi kota dengan daya beli dan selera estetika yang tinggi.
Bisnis kecantikan tumbuh dari sekadar gaya hidup menjadi kebutuhan, dan Bandung kini bukan hanya kota kreatif, tetapi kota dengan daya beli dan selera estetika yang tinggi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 23 Agu 2025, 20:48 WIB

Semangat Aditya Warman Menyajikan Rasa Nusantara Lewat Bakmitopia

Lewat semangkuk bakmi, Aditya menjadikan kuliner sebagai cara untuk merayakan warisan rasa dan medium pelestarian budaya.
Sejumlah menu bakmi di Bakmitopia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 23 Agu 2025, 20:16 WIB

Di Balik Segelas Bajigur: Cerita Rasa, Cuaca, dan Cinta pada Tradisi

Kini, bajigur tak lagi hadir dalam bentuk klasik semata. Inovasi demi inovasi bermunculan, menjadikannya lebih relevan dengan selera masa kini.
Kini bajigur tak lagi hadir dalam bentuk klasik semata. Inovasi demi inovasi bermunculan, menjadikannya lebih relevan dengan selera masa kini. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 23 Agu 2025, 12:15 WIB

Kimono Raikeni, Outer Kekinian dengan Nuansa Etnik yang Otentik

Berawal dari ide sederhana saat menunggu penyusunan tesis di MBA ITB, Raidha Nur Afifah mendirikan Raikeni pada Mei 2019. Brand lokal ini lahir dari pemikiran tentang produk yang dibutuhkan orang
Owner Raikeni, Raidha Nur Afifah (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 23 Agu 2025, 10:46 WIB

Mau Tahu Toko Kopi Tertua di Bandung?

Di tengah suasana sibuk Kota Bandung, terdapat sebuah toko kopi yang usianya hampir satu abad dan masih berdiri tegak hingga kini. Namanya Javaco Koffie, sebuah merek yang telah menjadi bagian dari se
Toko Kopi Javaco Koffie (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 22 Agu 2025, 20:21 WIB

Nama, Doa, dan Tanda

"Sesungguhnya kalian nanti pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama bapak kalian, maka baguskanlah nama-nama kalian" (HR. Abu Daud).
Viral nama anak hanya satu huruf C, Netizen: terus manggilnya gimana? (Sumber: TikTok | Foto: @_thisisgonec)
Ayo Jelajah 22 Agu 2025, 18:17 WIB

Sejarah Kuda Renggong Sumedang, Tradisi Pesta Khitanan Simbol Gembira Rakyat Priangan

Dari khitanan desa hingga festival, Kuda Renggong Sumedang tetap jadi ikon budaya yang memikat penonton dengan kuda penari.
Tradisi Kuda Renggong Sumedang. (Sumber: Skripsi Nurmala Mariam)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 18:05 WIB

Jamu Naik Kelas: Minuman Herbal Nusantara yang Menjawab Tantangan Cuaca dan Budaya

Jamu, simbol kearifan lokal yang menyatu dengan budaya dan gaya hidup masyarakat Jawa, kini hadir dengan wajah baru yang lebih segar dan modern.
Jamu, simbol kearifan lokal yang menyatu dengan budaya dan gaya hidup masyarakat Jawa, kini merambah ke berbagai daerah dengan wajah baru yang lebih segar dan modern. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Agu 2025, 17:04 WIB

Etika Profesi dan Perlindungan Rahasia Klien

Pentingnya etika profesi advokat dalam menjaga kerahasiaan klien sebagai fondasi kepercayaan, integritas, dan keadilan dalam proses peradilan.
Pentingnya etika profesi advokat dalam menjaga kerahasiaan klien sebagai fondasi kepercayaan, integritas, dan keadilan dalam proses peradilan. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 16:40 WIB

Warung Nasi SPG dan Jejak Para SPG di Sepiring Ayam Serundeng

Yang paling menarik dari Warung Nasi SPG bukan cuma makanannya, nama “SPG” yang melekat pada warung ini pun punya cerita yang unik.
Warung Nasi SPG, sebuah warung kaki lima yang sudah jadi legenda di kalangan pekerja dan mahasiswa sejak awal 2000-an. (Sumber: dok. Warung Nasi SPG)
Ayo Netizen 22 Agu 2025, 16:18 WIB

Chip dalam Tengkorak, Jiwa dalam Kode: Pada Batasan Neuralink

Inilah janji Neuralink, sebuah terobosan yang mengaburkan batas antara biologi dan teknologi, antara manusia dan mesin.
Inilah janji Neuralink, sebuah terobosan yang mengaburkan batas antara biologi dan teknologi, antara manusia dan mesin. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 22 Agu 2025, 15:02 WIB

Payment ID Bisakah Jadi Pintu ke Masa Depan Ekonomi Digital Indonesia?

Payment ID tidak hanya menyangkut inovasi teknologi, tetapi juga menyentuh aspek strategis dalam mewujudkan ekonomi digital.
Payment ID Sebagai Kunci Masa Depan Ekonomi Digital Foto: (Ilustrasi oleh AI)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 14:41 WIB

Bisnis Bukan Sekadar Jualan: Visi Christine Membangun Makna dan Dampak Lewat Sherpa Indo Project

Christine Wink Surya, pendiri Sherpa Indo Project, menegaskan bahwa memahami target pasar adalah fondasi utama sebelum produk diluncurkan.
Christine Wink Surya, pendiri Sherpa Indo Project. (Sumber: instagram.com/christine_sherpa)
Ayo Netizen 22 Agu 2025, 13:30 WIB

Kritik Sosial dalam Doa Orang Sunda

Doa orang Sunda hadir sederhana di keseharian, jadi pengikat relasi dan tanda solidaritas rakyat.
Doa orang Sunda hadir sederhana di keseharian, jadi pengikat relasi dan tanda solidaritas rakyat. (Sumber: Pexels/Andreas Suwardy)
Ayo Jelajah 22 Agu 2025, 11:27 WIB

Senjakala Sepeda Boseh Bandung: Ramai Saat Weekend, Sepi Saat Weekday

Program sewa sepeda Boseh Bandung hadir sejak 2017, tapi kini lebih ramai dipakai saat akhir pekan ketimbang hari biasa.
Bike on the Street Everybody Happy alias Sepeda Boseh Bandung di salah satu shelter. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 11:01 WIB

Dari Sisa Spon Jadi Produk Estetik, Rumah Sandal Geulis Tembus Pasar Global

Bermula dari eksperimen membuat sandal untuk kebutuhan anak di sekolah, Rumah Sandal Geulis (RSG) kini menjelma menjadi merek lokal yang dikenal hingga ke mancanegara. Usaha yang digagas oleh Enneu
Produk Rumah Sandal Geulis. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 09:54 WIB

Pastel Mini Abon Dapoer_Ummy Jadi Favorit Hingga ke Luar Negeri

Usaha kecil menengah (UKM) kuliner asal Cimahi, Dapoer_ummy, berhasil menunjukkan eksistensinya dari waktu ke waku. Rumah produksi kuliner milik Noviawati ini memiliki produk andalan pastel abon
Produk Dapoer_ummy. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 22 Agu 2025, 08:48 WIB

Jauh-jauh ke Bandung Buat Beli Cilok?

Cilok sudah lama menjadi ikon jajanan kaki lima di Bandung. Bentuknya bulat, teksturnya kenyal, dan selalu hadir dengan bumbu kacang gurih yang membuat siapa pun sulit menolak.
Ilustrasi Foto Cilok. (Foto: Freepik)