AYOBANDUNG.ID -- Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan tetap solid, meski dibayangi oleh dinamika global dan tantangan struktural domestik. Di tengah geliat industri dan transformasi digital, masyarakat masih bergulat dengan isu ketenagakerjaan, inflasi, dan ketahanan pangan.
Berdasarkan rilis BPS pada 5 November 2025, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II tercatat sebesar 5,20% (yoy), sedikit termoderasi dari triwulan I yang mencapai 5,23% (yoy). Angka ini sejalan dengan tren nasional yang juga mengalami moderasi.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Muhamad Nur, menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga menjadi motor utama pertumbuhan, didukung oleh net ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat utamanya bersumber dari konsumsi rumah tangga, serta terjaganya net ekspor dan kinerja investasi,” ujarnya di Kantor Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat pada Senin, 10 November 2025.
Program-program pemerintah seperti BPNT, PKH, dan bantuan pangan 8+4+5 terbukti mendorong daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,92% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya.
Dari sisi sektoral, industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta transportasi dan pergudangan menjadi penopang utama. Transportasi dan pergudangan bahkan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 11,62% (yoy), mencerminkan mobilitas ekonomi yang meningkat.
Namun, sektor pertambangan mengalami kontraksi 1,13% (yoy), menjadi penghambat akselerasi. Hal ini menunjukkan bahwa diversifikasi sektor masih menjadi pekerjaan rumah penting bagi Jawa Barat. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 berada di kisaran 4,5–5,3% (yoy).
“Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diperkirakan tetap solid, ditopang oleh terjaganya kinerja investasi terutama dari sektor swasta," lanjut Nur.

Meski demikian, risiko eksternal seperti kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat terhadap sektor farmasi, mebel, dan otomotif sejak Oktober 2025 menjadi ancaman nyata bagi ekspor Jawa Barat.
Selain itu, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, serta potensi kenaikan harga komoditas global, turut menambah tekanan. Hal ini bisa berdampak pada harga bahan baku dan daya saing produk lokal.
Sebelumnya, Plt. Kepala BPS Provinsi Jawa Barat, Darwis Sitorus, menyoroti arah kebijakan pemerintah pusat yang menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%.
“Semua kementerian atau lembaga sedang membangun program-programnya tentunya untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi 8%,” katanya.
Program MBG, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat menjadi bagian dari strategi tersebut. Namun, efektivitasnya masih perlu diuji dalam konteks lokal Jawa Barat yang memiliki karakter ekonomi tersendiri.
Darwis menekankan bahwa industri tetap menjadi tulang punggung ekonomi Jawa Barat. Ia juga menyoroti potensi industri mobil listrik sebagai sektor baru yang menjanjikan. “Seperti yang saya sampaikan, yang akan jadi penopang ke DRB Jawa Barat tahun depan masih industri,” ujarnya.
Namun, tantangan ketenagakerjaan tetap mengemuka. Industri padat modal dan padat karya memiliki dampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja, tetapi belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.

Transformasi ekonomi menuju sektor pertanian dan digital menjadi sorotan. “Pertanian itu menjadi pilar paling utama yang harus akan dikembangkan karena ini akan menopang seluruh ketahanan pangan nasional,” tegas Darwis.
Digitalisasi ekonomi juga membuka peluang baru. Namun, belum semua sektor siap bertransformasi. Sensus ekonomi tahun depan diharapkan dapat menjawab pertanyaan tentang kesiapan digitalisasi di tingkat rumah tangga.
Oleh karena itu, inflasi menjadi isu lain yang tak kalah penting. Darwis menjelaskan bahwa BPS mencatat ribuan komoditas untuk memantau fluktuasi harga. “Inflasi tingkatnya itu kan ada plus minus. Sejauh ini masih aman,” ujarnya.
Target inflasi Bank Indonesia sebesar 2,5% ±1 masih terjaga, dengan realisasi sekitar 2,6%. Peran TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) menjadi krusial dalam menjaga stabilitas harga di tengah tekanan global.
Bank Indonesia Jawa Barat terus memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah dan stakeholder untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan. Fokusnya adalah stabilisasi harga dan pengembangan sektor ekonomi baru.
“Upaya difokuskan pada stabilisasi harga, akselerasi pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, serta pengembangan sektor-sektor sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk mewujudkan Jabar istimewa,” ujar Nur.
Alternatif produk UMKM Jawa Barat atau kebutuhan serupa: