Rameninpo, cerita tentang keberanian meracik identitas, memadukan budaya, dan membangun ruang baru bagi kreativitas anak muda di tengah pasar tradisional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Saat Ramen Masuk ke Pasar, Inovasi Galih Membongkar Pakem Lewat Rameninpo

Selasa 01 Jul 2025, 17:55 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di tengah riuh Pasar Kosambi yang sarat aroma rempah dan lalu lalang manusia, seorang pemuda menghadirkan keheningan khas Jepang dalam semangkuk ramen.

Di balik kedai mungil bernuansa merah dengan aksara kanji yang mendominasi, Galih Ramadhika, sang founder Rameninpo, meracik mimpi dan kreativitasnya ke dalam tiga jurus rasa, yaitu Paitan, Niku, dan Tomyum.

Bukan sekadar nama, Galih bercerita, Rameninpo adalah akronim dari "ramen" dan "ninpo", seni jurus ninja dari Negeri Sakura.

"Aku pengin ramen ini punya ruh, punya gaya tersendiri. Tiga jurus ini jadi identitas Rameninpo," ujar Galih saat ditemui Ayobandung di kedainya.

Berdiri sejak Juli 2020 di kawasan kreatif The Hallway Space, Bandung, Galih mengaku ide bisnis kuliner Rameninpo terinspirasi dari kedai-kedai ramen otentik di Jepang.

Namun bukan hanya sekadar mendirikan bisnis kuliner, Galih berdiri dengan satu misi besar dalam setiap mangkuk ramennya untuk menghadirkan rasa yang kuat, autentik, dan bersahabat dengan lidah serta kantong masyarakat Indonesia.

Rameninpo, cerita tentang keberanian meracik identitas, memadukan budaya, dan membangun ruang baru bagi kreativitas anak muda di tengah pasar tradisional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

"Waktu itu, aku pengin bikin kedai ramen karena kebanyakan kedai cuma punya satu kuah signature. Aku pengin ngenalin kuah ramen otentik dari Jepang tapi tetap terjangkau," ungkapnya.

Dari dapur mungilnya, lahirlah kuah Paitan berwarna putih pekat. Kuah ini rupanya hasil rebusan kolagen dari ceker dan sayap ayam selama delapan jam. Teknik ini terinspirasi dari gaya Hakata dan Tokyo yang menjunjung kekayaan kaldu.

"Paitan itu kuah putih dari kolagen ayam. Bikinnya delapan jam. Rasanya gurih, lembut, dan mewah," jelas Galih.

Galih juga mengaku, kuah Niku menjadi eksperimen rasa yang menarik. Pasalnya di Jepang, kuah ini punya aroma ikan makarel yang tajam.

Namun Galih memodifikasinya dengan ikan cakalang asap atau katsuobushi, lalu dicampur soyu dan kaldu dashi. Hasilnya? Perpaduan rasa manis-gurih yang lebih akrab di lidah Nusantara.

"Aku sengaja sesuaikan. Biar lebih diterima, tapi tetap punya nyawa Jepangnya," katanya.

Kuah terakhir adalah Tomyum, yang awalnya tidak masuk daftar. Namun karena selera lokal cenderung suka pedas, Galih pun menambahkan kuah Tomyum dengan rasa bold yang pedas, asam, gurih sekaligus menyegarkan.

"Kan harus ada kuah pedesnya. Tapi tetap dengan karakter khas ramen. Ini akhirnya jadi favorit pelanggan," tuturnya.

Tak hanya soal rasa, Galih juga mengusung konsep berbeda dalam bisnisnya ini dengan membuka kedai ramen di dalam pasar. Sebuah keputusan yang berani, namun penuh filosofi.

Dengan harga mulai Rp27.500, pelanggan bisa memilih mie ramen atau udon, dengan ragam topping seperti char siu ayam, telur marinasi, jamur kuping, gyu (sapi), dan tori (ayam). Tak lupa, narutomaki dan nori sebagai sentuhan khas Jepang.

Bagi Galih, setiap semangkuk ramen bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang cerita tentang keberanian meracik identitas, memadukan budaya, dan membangun ruang baru bagi kreativitas anak muda di tengah pasar tradisional.

"Pasar itu kan ramai, hangat, dekat sama masyarakat. Dan ramen harusnya nggak eksklusif, justru harusnya bisa dinikmati siapa saja," ujarnya.

Informasi Rameninpo The Hallway Kosambi

Alamat di The Hallway Space, Pasar Kosambi, Jalan. A. Yani No.221 Lt. 2, Kota Bandung

Instagram: https://www.instagram.com/rameninpo

Gofood: https://gofood.co.id/bandung/restaurant/rameninpo-the-hallway-kosambi-7ad31a2a-8a0e-4542-8ec7-efb197806623

Tags:
Jepangbisnis kulinerThe Hallway SpaceramenPasar KosambiRameninpo

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor