Perjalanan Alwijo Nebeng ke NTT untuk Bangun Rumah Belajar (Sumber: Instagram | alwijo)

Ayo Netizen

Berkelana sembari Membangun Rumah Belajar bersama Bookstagram Alwi

Minggu 05 Okt 2025, 10:03 WIB

Kehidupan yang Alwi sedang jalani hari ini adalah kehidupan yang paling saya impikan sejak lama. Bisa terbang bebas kemana pun ia mau. Berkelana ke berbagai sudut kota dengan cara yang paling aku inginkan sejak lama, menumpang truk atau mobil masyarakat yang berbaik hati mengantar ke tujuan yang dilewati. Menyapa supir dan berbicara banyak hal tentang kehidupan di jalanan.

Berdiri di belakang truk sambil menikmati deburan angin yang menerpa wajah. Berteriak mengeluarkan sesak sambil berkata dengan lantang "Semesta aku ingin terbang membawa perubahan melalui kelana dan tulisan". Bisa hidup nomaden untuk menelisik--merelungi--mengambil makna kehidupan masyarakat lain yang Tuhan ciptakan di muka bumi yang luas ini.

Jika perempuan tidak dipenuhi dengan stigma sepertinya aku lebih mudah untuk menemukan kebebasan dan perubahan. Jika perempuan tidak berpotensi dipandang "Seksisme" oleh laki-laki sepertinya aku akan lebih berani dari Alwi dalam mengupayakan mimpinya. Jika perempuan tidak berpotensi dilecehkan atau diperkosa sepertinya aku tidak akan setakut itu memulai perjalanan yang lebih jauh dari biasanya.

Meski aku dipaksa mengerti--kenapa Tuhan menciptakan perempuan dengan sedemikian hal yang membatasinya--pasti ada hikmah yang ingin Tuhan sampaikan--walau hingga hari ini aku belum menemukan jawabannya.

Dunia memang belum sepenuhnya ramah terhadap perempuan. Misalnya ketika saya berkunjung ke salah satu pantai yang ada di Garut. Berkat menonton film Thailand yang berjudul Time Line, saya pernah punya mimpi gila untuk tidur di atas pasir pantai saat malam untuk menikmati kerlipnya angkasa dan menunggu terbitnya mentari di pagi hari. Tapi karena saya perempuan maka penjaga pantai setempat tidak memperbolehkan hal itu dan menganjurkan saya untuk menginap saja di hostel.

Aku ingin menjadi perempuan yang berbeda. Bukan karena aku lebih cantik dari perempuan lain. Bukan karena aku lebih pintar dari perempuan lain. Bukan karena aku lebih berbakti dari perempuan lain. Aku hanya ingin menjadi perempuan berbeda karena berani mengambil keputusan dan menjalani kehidupan ini sesuai dengan panggilan hati.

Kata-kata tersebut yang memotivasi alwi untuk melakukan perjalanan menuju NTT demi membangun sebuah rumah belajar.

"Aku nggak mau menyesal seperti McCandless yang baru sadar quotes ini menjelang ajal" ujarnya.

Alwi Johan Yogatama atau lebih dikenal dengan nama alwijo adalah seorang bookstagram dan pegiat buku yang sering merekomendasikan buku bacaan dan membagikan insight menarik dari sebuah buku. Selaku konten kreator dirinya sering mengikuti kegiatan sosial dan diskusi di berbagai acara termasuk pernah jadi narasumber di podcast Malaka Project gagasan Ferry Irwandi, dkk.

Alwi memulai perjalanan pada 10 Agustus 2025 dari Temanggung, Jawa Tengah menuju Rumah Belajar di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Keberangkatannya sebagai relawan untuk membantu proses renovasi Rumah Belajar tersebut.

Awalnya Alwi memutuskan untuk berangkat seorang diri tapi ada 1 orang perempuan dan 1 orang laki-laki yang memutuskan untuk bergabung. Pada tanggal 15 Agustus, Alwi sudah sampai di Griya Sobo Asri 2 sambil mengunjungi kawah ijen. Kemudian pada tanggal 22 Agustus Alwi sudah sampai di Bali dan bermukim sekitar 1-2 minggu di sana.

Sampai postingan terakhir Alwi menunjukkan sudah sampai di NTT, tepatnya Desa Wae Sono. Melalui perjalanannya mengingatkan saya ketika melakukan solo trip ke beberapa kota seperti Yogjakarta, Tasikmalaya, Purwakarta, Garut dan Pamengpeuk. Perjalanan seorang diri memang sangat rawan dengan tindak krimininalitas tapi dibalik itu semua masih banyak orang-orang baik yang Tuhan kirimnya dengan penuh keajaiban.

Selama perjalanannya Alwi sempat mampir ke beberapa pondok pesantren dan merasakan langsung, bagaimana kehidupan para santri yang penuh kedisiplinan karena harus bangun dini hari untuk shalat tahajud dan siang harinya disibukkan dengan kegiatan belajar. Alwi juga belajar banyak hal sambil merasakan bagaimana jadi muslim minoritas di sana.

Tak hanya itu dalam perjalanan, Alwi menyambangi beberapa perpustakaan yang menggaungkan nilai-nilai literasi diantaranya, Perpustakaan Lembah Hijau, Kampung Baca Pelangi, Perpusakaan Keliling di Lombok, Perpustakaan Teman Baca di Mataram.

Ada hal menarik ketika Alwi bertemu dengan Pak Udin sebagai pegiat literasi. Di tengah narasi bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat minim. Melalui Pak Udin justru yang dirinya temukan di lapangan khususnya daerah Lombok, bukan minat baca masyarakat yang kecil tapi akses masyarakat untuk menggapai buku yang sangat sulit. Sehingga Pak Udin hadir menjawab permasalahan tersebut dengan turun ke lapangan.

Melalui gerakan Alwi saya banyak melihat bagaimana perjalanan itu kaya dengan makna dan pengalaman. Mulai dari Alwi bertemu dengan salah seorang perempuan yang dan bertukar cerita mengenai pengalaman "Nebeng" yang dilakukannya seorang diri dari Jakarta menuju Bandung. Membuka cakrawala saya tentang ketakutan yang saya alami saat perempuan melakukan perjalanan dengan cara "Nebeng".

Lewat ceritanya saya berpikir bahwa tidak ada yang mustahil dan Allah sebaik-baiknya pelindung. Alwi juga menyetujui bahwa orang jalanan adalah orang paling baik yang pernah Alwi temui saat perjalanan.

Melihat realitas Pulau Bungin sebagai pemukiman terdapat di dunia. Rumah-rumah panggung yang saling berhimpit satu sama lain menghiasi seluruh dataran pulau. Saking padatnya pulau ini permasalahan perihal limbah sampah juga kian pelik. Perairannya dipenuhi dengan limbah sampah plastik dan saking tidak adanya lahan hijau, hewan seperti kambing memakan sampah kardus yang berserakan di jalanan.

Keindahan Danau Sano yang masih dijaga ketat oleh masyarakat adat sekitar (Sumber: Instagram | Alwijo)

Ada satu hal yang membuat diri saya menahan sesak karena Alwi menunjukkan bagaimana krisis perampasan pulau yang ada di Indonesia--bukan bualan semata yang sering diceritakan dalam novel Tere Liye atau Dian Purnomo--ini realitas yang sering diabaikan pemeritah dan jarang kita ketahui sebagai masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa.

Menurut penuturan Alwi ada satu danau bernama Sano Nggoang di desa Wae Sono, Nusa Tenggara Timur. Dibalik keindahan yang ditampilkan Alwijo melalui video di instagramnya ternyata ada upaya keras dari masyarakat adat sekitar yang mampu mengusir proyek geothermal yang dilakukan oleh Bank Dunia.

Menurut Alwi, sejak 2018 masyarakat sekitar secara konsisten menolak proyek besar tersebut meski sudah diiming-imingi sejumlah uang dan jabatan.

Akses menuju Desa Wae Sono memang sulit dan diperparah dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Orang-orang dari proyek geothermal memang sempat menawarkan bantuan untuk memperbaiki jalan hanya saja dengan imbalan masyarakat harus menyetujui proyek geothermal tersebut.

Melalui masyarakat adat di sana juga melalui narasi yang Alwi sampaikan dalam caption instagramnya bahwa, "Dari sini saya belajar bahwa hidup itu nggak melulu soal cari keuntungan tapi juga mempertahankan keyakinan".

Panjang Umur Perjuangan! (*)

Tags:
Alwi Johan YogatamaBookstagram AlwiRumah Belajar

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor