Budaya Menyontek yang Sering Dianggap Sepele

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Kamis 02 Okt 2025, 15:27 WIB
Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)

Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)

"Kamu pelit banget sih, engga mau ngasih kunci jawaban."

"Kamu budeg ya, gak nengok pas aku panggil-panggil tadi."

Begitulah kiranya yang sering saya dengar dari teman-teman saat duduk di bangku sekolah dasar.

Saat itu saya bukan termasuk murid yang pintar karena saya tidak pernah masuk peringkat 10 besar. Saya hanya murid biasa yang punya prinsip cukup aneh dan berbeda dengan murid pada umumnya.

Di saat murid lain berlomba-lomba mendapatkan nilai sempurna, saya kecil justru sangat bangga saat mendapat nilai merah saat ujian. Saat saya kecil punya prinsip bahwa ujian adalah waktu di saat menguji kemampuan pemahaman kita selama belajar satu semester. Jadi fokusnya bukan untuk mendapat nilai sempurna tapi seberapa banyak pemahaman yang bisa saya ambil selama belajar. Saya saat kecil selalu bangga dengan diri sendiri--meski mendapat nilai yang kecil--prinsipnya yang penting hasil diri sendiri.

Prinsip yang sejak kecil saya terapkan ternyata berdampak besar bagi kehidupan saya hari ini. Prinsip yang saya anggap sederhana saat kecil justru membawa diri saya untuk menghargai diri sendiri dan orang lain. Menumbuhkan jiwa-jiwa suportif saat orang lain lebih unggul dari saya. Membuka pola pikir bahwa orang lain memang pantas mendapatkan pencapaian itu karena usahanya memang jauh lebih keras dari saya.

Seberapapun kecilnya pencapaian yang saya dapatkan, saya selalu bangga karena hasil upaya diri sendiri. Begitu pun dengan tulisan-tulisan yang pernah saya buat, saya selalu bangga bagaimana pun pandangan orang lain terhadap tulisan saya.

Saya sering kali menyadari bahwa peningkatan dalam diri saya tidak bisa semasif orang lain tapi saya selalu menikmati proses itu. Bertumbuh meskipun hanya 0.0000001 atau bahkan stagnan cukup lama bukan jadi masalah. Karena ini tentang pertumbuhan diri saya bukan pertumbuhan orang lain.

Kembali pada konteks budaya mencontek yang sudah menjadi akar yang mendarah daging dan dinormalisasi oleh masyarakat Indonesia. Jika saya tarik ke belakang budaya ini memang lahir dari hal-hal kecil yang selalu disepelekan.

Pertama, Sistem pendidikan yang berorientasi hapalan bukan analisis yang kritis. Sejauh saya mengingat ketika duduk di bangku sd soal-soal yang dihadirkan saat ujian tiba hanya berkutat pada jawaban kaku yang terdapat dalam buku pelajaran.

Menurut saya inilah cikal bakal tradisi mencontek itu terjadi. Anak-anak cenderung tidak yakin dengan jawaban yang sudah dihapalnya karena pertanyaan selalu menuntut jawaban yang sama persis dengan materi yang ada di buku. Jika ada satu kata yang tertinggal maka guru bisa mengurangi point karena menganggap jawaban tersebut tidak sempurna.

"Apa yang dimaksud dengan fotosintesis?" dibandingkan dengan "Bagaimana proses fotosintesis terjadi ?".

"Sebutkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis" dibandingkan dengan "Menurut kamu, bagaimana jika dalam proses fotosintesis ada satu bahan yang hilang?"

Pertanyaan dalam esai pada kertas ujian seringkali berkutat pada pertanyaan apa dan sebutkan dan sangat minim dengan pertanyaan bagaimana (yang menunjukan proses belajar/memahami sesuatu).

Pertanyaan "apa" hanya menghasilkan jawaban singkat yang itu-itu saja. Sementara pertanyaan "bagaimana" bisa mengungkap jawaban yang bersifat eksploratif dan meningkatkan jawaban imajinatif. Membuat semua jawaban murid bisa saja beragam karena pola pikir dan sudut pandang yang berbeda.

Sebagian besar dalam masyarakat Indonesia, sejak kecil anak sudah dibatasi oleh orang tuanya untuk belajar kritis, eksploratif dan imajinatif. Misalnya saat kecil saya pernah bertanya,

"Mah tolong jelaskan bagaimana manusia bisa lahir ke dunia ini?"

"Nanti saat dewasa juga kamu akan tau, masih kecil gak usah nanya-nanya seperti itu, pamali!"

"Tapi mah aku penasaran kalau bayi itu kok bisa tiba-tiba ada?"

"Bayi itu keluar dari mulut seperti muntahan!"

Ilustrasi siswa sekolah. (Sumber: Pexels/Yazid N)
Ilustrasi siswa sekolah. (Sumber: Pexels/Yazid N)

Dewasa ini saya memahami mungkin saja orang tua saya saat itu tidak punya jawaban yang lain selain melontarkan jawaban tidak masuk akal atau berdalih dengan kata "pamali" yang membuat pertanyaan selanjutnya berhenti.

Jenjang pendidikan dan informasi yang terbatas memang sangat mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anaknya. Banyak kasus serupa yang terjadi dengan anak-anak lain di Indonesia meski hasilnya tidak selalu sama--bergantung dengan respon anak saat menanggapinya. Bisa saja anak tersebut mencari jawaban di tempat lain atau berhenti sejak pertanyaan pertamanya dibatasi.

Kedua, sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai akademik. Sejak kecil saya senang mengobservasi atau memperhatikan aktivitas orang lain. Salah satunya ketika saya duduk di bangku sekolah dasar, saya melihat ada dua orang teman yang sering berkejaran peringkat di kelas. Semenjak kelas 1 hingga kelas 6, mereka berdua yang silih berganti bertukar posisi.

Satu hal yang menarik bagi saya saat itu adalah adanya persaingan di antara keduanya. Bahkan kedua orang tua mereka terlibat dalam perdebatan bahwa anak mereka-lah yang paling pantas untuk mendapatkan juara satu.

Saya kecil menyimpulkan bahwa sistem pendidikan ternyata memang berorientasi pada nilai akademik yang berakar pada hafalan bukan pemahaman. Padahal yang penting dalam pembelajaran akademik adalah prosesnya bukan hasilnya.

Kedua sistem itu menurut saya turut menyumbang terjadinya budaya menyontek di kalangan para murid. Sistem pendidikan yang menuntut hapalan, membuat anak yang punya daya serap tinggi hanya berfokus pada jawaban-jawaban kaku dan mengurangi daya nalar kritisnya untuk memahami sesuatu. Sementara bagi mereka yang memiliki daya serap kurang baik akan mencari jalan ninja dengan cara menyontek.

Lalu sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai akademik membuat anak berlomba-lomba dalam mendapatkan nilai sempurna. Hasil belajar menjadi poin penting sementara proses yang sehat dan baik diabaikan. Tak heran ketika banyak para murid yang menormalisasi kegiatan menyontek tersebut.

Pandangan society juga berpengaruh karena anak yang pintar dengan nilai akademik yang sempurna akan lebih diapresiasi dari anak-anak lainnya. Satu hal yang terjadi pada ibu dari anak-anak tersebut adalah saling menyombongkan kemampuan anaknya di hadapan ibu-ibu yang lain. Sehingga orang tua seringkali menekan anaknya untuk mendapatkan nilai sempurna agar orang tuanya mendapat predikat "Berhasil mendidik anak" di mata orang tua siswa yang lainnya.

Anak-anak dengan kemampuan di luar akademik, seperti kecerdasan emosional, kecerdasan empati, kecerdasan seni, kecerdasan sosial dan kecerdasan lainnya menjadi terabaikan dan tidak terasah potensinya. Karena sistem pendidikan hanya melihat dia yang bersinar dengan nilai akademik yang sempurna.

Budaya menyontek juga tertanam hingga anak-anak menjelang dewasa, bahkan budaya tersebut sudah bermanifestasi menjadi kegiatan yang dikomersialkan dengan hadirnya jasa percaloan dalam dunia akademik.

Banyak kasus di Indonesia, hanya karena ingin masuk universitas ternama, apapun jalan dilakukan-- salah satunya dengan membayar joki ujian demi menjadi mahasiswa di kampus favorit.

Mirisnya mereka yang menjadi joki sering kali merupakan siswa/mahasiswa yang cerdas hanya saja kondisi ekonomi dan kemiskinan menyeretnya kepada ketidak-jujuran demi membayar sebuah kebutuhan. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:58 WIB

Bobotoh Kreatif yang Menyulap Cinta Persib Jadi Karya 3D

Kreativitas bobotoh memang tak pernah kehabisan akal. Dari tribun stadion hingga lini masa media sosial, dukungan untuk Persib yang berdiri sejak 1933 terus mengalir.
Karya 3D bertema Persib buatan Rully Ryana. (Sumber: instagram.com/persib3d)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:22 WIB

Bandung Merangkai Wisata Halal dalam Lanskap Urban yang Ramah

Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal.
Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 19:35 WIB

Transformasi Wisata Halal dari Tren Spiritual ke Peluang Ekonomi

Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual.
Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 19:29 WIB

Dari Sanghyang Tikoro ke Citarum Harum: Mitos yang Jadi Aksi

Dari mitos Saghyang Tikoro hingga program Citarum harum, sungai memberi pesan, bahwa menjaga kelestarian alam berarti menjaga masa depan.
Sejumlah pelajar, warga dan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih sungai Citarum pada Rabu 30 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 17:03 WIB

Sejarah Jalan ABC Bandung, Benarkah Rasis?

Jalan ABC Bandung menyimpan perdebatan sejarah. Benarkah dari etnis Arab, Bumiputra, China, atau toko besar Tio Tek Hong?
Toko ABC di sekitar Pasar Baru bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 15:52 WIB

Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Parijs van Java diprotes sejak 1938. Bandung dianggap tak mirip Paris, tapi branding ini tetap melekat hingga kini.
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 15:27 WIB

Budaya Menyontek yang Sering Dianggap Sepele

Budaya menyontek sudah bermanifestasi menjadi kegiatan yang dikomersialkan dengan hadirnya jasa percaloan dalam dunia akademik.
Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 14:35 WIB

Strategi Baru Widyaiswara, dari Variasi Metode hingga Kelas Inklusif

Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif.
Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)
Mayantara 02 Okt 2025, 12:08 WIB

Blokir WhatsApp (Ritual Digital dalam Relasi Sosial)

Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup.
Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup. (Sumber: Pexels/Image Hunter)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 10:22 WIB

Beberapa Kejanggalan dalam Keracunan Program MBG di Cipongkor

Program MBG yang digadang-gadang sebgai proyek prestisius ini ternyata menuai polemik dan temuan masalah di lapangan.
Dapur Makmur Jaya yang jadi tempat memasak menu MBG penyebab keracunan massal. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 07:45 WIB

Melacak Api Zoroaster di Kehidupan Sunda Kontemporer

Sunda terhubung dengan agama-agama yang jauh ada di sana, dengan dunia yang multikultur.
Unggahan Akun Instagram @indocapsclub_bandung (30/09/22) yang Menampilkan Topi dengan Lambang Faravahar (Sumber: https://www.instagram.com/p/CjHdSdQvV45/?igsh=b3ZzbWxxMGhub3o= | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 20:10 WIB

Klinik Premium dan Masa Depan Estetika, Bandung Jadi Barometer Industri Kecantikan

Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri.
Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri. (Sumber: dok. L'viors)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 18:32 WIB

Mi Bakso Legendaris ‘Abrag’: Doyan Baksonya tapi Gak Tahu Apa Itu ‘Abrag’

Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur.
Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur. (Sumber: Ulasan Google oleh Fitrie)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 17:09 WIB

Wisata Alam yang Terus Berevolusi dan Masa Depan Geowisata Bandung

Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital.
Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 17:00 WIB

ASN Belajar dari Genggaman, dari Layar Kecil Menuju Perubahan Besar

Artikel ini menyoroti peluang dan tantangan pembelajaran digital Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat gawai.
 (Sumber: ChatGPT | Foto: Ilustrasi)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 16:13 WIB

Learning Agility: Panduan Survival di Era Perubahan

Menghadapi dunia yang terus berubah, jabatan dan ijazah hanya menjadi pelengkap, hal utama adalah kelincahan untuk terus belajar.
Ilustrasi Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 01 Okt 2025, 15:43 WIB

Pasukan Khusus Pergi ke Timur, Jawa Barat Senyap Pasca Kup Gagal G30S

Ketika Jawa Tengah banjir darah, Jawa Barat relatif sunyi pasca G30S. Sejarah militer dan strategi Siliwangi jadi pembeda.
Tentara Resimen Cakrabirawa yang melakukan penculikan Dewan Jenderal saat kup G30S dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Ayo Biz 01 Okt 2025, 15:24 WIB

Sushi Menjamur di Bandung: Gaya Hidup Urban yang Kian Bersahabat dengan Rasa Jepang

Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam.
Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Okt 2025, 14:06 WIB

Menguak Kisah Branghang Lebakgede, Lorong Kecil yang Mengubah Wajah Lingkungan di Kecamatan Coblong

Revitalisasi branghang ini ternyata menjadi pintu masuk bagi gagasan lain yang lebih besar. Dari sinilah Inong kemudian berani melangkah ke program pengelolaan sampah yang lebih serius.
Tanaman hidroponik di branghang Kelurahan Lebak Gede, RW9 Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 12:10 WIB

Laju Perjalanan Haikal, Petinju Pelajar yang Bersinar di Popda Jabar 2025

Haikal merupakan seorang petinju sekaligus pelajar yang meraih emas di Popda Jabar 2025.
Bersama kedua lawannya yang tangguh, Haikal naik podium. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma N.)