Asap kendaraan bermotor kini menjadi pemandangan yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Bandung. Di balik kepulan asap itu, tersimpan ancaman serius bagi kesehatan dan lingkungan. Gas beracun seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), serta partikel halus (PM2.5) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan dapat dengan mudah masuk ke saluran pernapasan dan paru-paru manusia.
Zat-zat ini tidak hanya mencemari udara, tetapi juga menjadi “pembunuh senyap” yang perlahan merusak tubuh kita tanpa disadari.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor transportasi darat merupakan penyumbang terbesar polusi udara di kota-kota besar Indonesia, termasuk Bandung. Di kota yang dahulu dikenal dengan julukan “Kota Kembang” ini, jumlah kendaraan terus meningkat setiap tahunnya.
Kemacetan yang semakin parah bukan hanya menghabiskan waktu, tetapi juga memperburuk kualitas udara. Polutan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor terperangkap di antara bangunan-bangunan tinggi dan menyebabkan udara Bandung semakin pengap dan kotor.
Dampak polusi udara tidak bisa dianggap sepele. Paparan jangka panjang terhadap udara kotor dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Bahkan, berbagai penelitian medis menunjukkan bahwa paparan PM2.5 berlebih meningkatkan risiko penyakit jantung dan kanker paru-paru. Anak-anak dan lansia adalah kelompok yang paling rentan.
Sistem pernapasan mereka yang masih berkembang atau sudah melemah membuat mereka lebih mudah terkena dampak buruk polusi. Sementara itu, para pekerja jalanan—seperti pedagang kaki lima, tukang ojek, dan petugas kebersihan—harus menghirup udara beracun setiap hari demi mencari nafkah.
Ironisnya, banyak warga Bandung yang belum menyadari betapa berbahayanya kondisi ini. Kita sering menyalahkan cuaca yang panas atau kabut yang menutupi pandangan, padahal sumber utamanya justru berasal dari kendaraan bermotor yang setiap hari kita gunakan. Kesadaran untuk beralih ke gaya hidup yang lebih ramah lingkungan masih rendah, dan upaya menjaga udara bersih sering kali dianggap bukan tanggung jawab pribadi, melainkan tugas pemerintah semata.
Padahal, menjaga udara bersih adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah memang memiliki peran penting dalam menegakkan regulasi emisi, memperbanyak ruang hijau, dan menyediakan transportasi umum yang nyaman serta efisien. Namun, tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat, semua kebijakan itu akan sulit berhasil.

Sudah saatnya kita bersinergi untuk perubahan. Setiap orang bisa mulai dengan langkah kecil namun bermakna:
- Gunakan transportasi umum, seperti bus kota atau kereta, agar jumlah kendaraan pribadi di jalan berkurang.
- Berjalan kaki atau bersepeda untuk perjalanan jarak dekat, selain menyehatkan tubuh, juga membantu mengurangi emisi.
- Rawat dan tanam pohon di sekitar rumah, karena pepohonan berfungsi sebagai penyaring alami udara yang menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen.
- Kurangi penggunaan kendaraan bermesin diesel dan lakukan servis rutin agar mesin tetap efisien dan tidak menghasilkan polusi berlebih.
- Edukasi keluarga dan lingkungan sekitar tentang pentingnya menjaga kualitas udara dan dampak jangka panjang polusi terhadap kesehatan.
Bandung memiliki potensi besar untuk kembali menjadi kota yang sejuk, rindang, dan nyaman dihuni seperti dulu. Dengan upaya bersama, perubahan itu bukan hal mustahil. Kita hanya perlu memulai dari langkah sederhana—dari kesadaran diri sendiri, dari rumah kita masing-masing.
Seperti pepatah mengatakan, “Perubahan besar dimulai dari langkah kecil.” Dan dalam hal menjaga udara bersih, langkah kecil itu bisa dimulai hari ini—saat kita memilih untuk tidak menyalakan kendaraan tanpa alasan, saat kita menanam satu pohon lagi di halaman, atau ketika kita mengajak teman untuk naik kendaraan umum bersama.
“Udara yang kita hirup adalah nikmat Allah. Jangan biarkan polusi menjadi cara kita mengingkari nikmat itu." (*)