Suasana pembelajaran Bahasa Sunda bersama Ari Firman di ruang kelas SMAN 3 Cimahi, Rabu, 12 November 2025, berlokasi di Jalan Pesantren, Kota Cimahi,. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Marcia Kaleela Saputra)

Ayo Netizen

Menjaga Warisan Bahasa: Dialek Ciamis yang Masih Hidup di Bandung Raya

Minggu 30 Nov 2025, 11:08 WIB

Di antara riuh obrolan bercampur dialek dari siswa-siswi kota Cimahi, ada suara lembut yang tetap terdengar berbeda. Suara itu datang dari Ari Firman Bustomi, seorang guru Bahasa Sunda di SMAN 3 Cimahi asal Ciamis yang memilih mempertahankan cara bicara dialek dari kampung halamannya di tengah modernitas Bandung Raya.

Setiap harinya, di lingkungan sekolah yang terletak di Jalan Pasantren, Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Ari Firman menjadi contoh nyata bagaimana dialek daerah bisa tetap hidup di tengah arus bahasa kota yang semakin kuat.

Ari Firman, guru Bahasa Sunda dari SMAN 3 Cimahi, dikenal di kalangan rekan guru sekaliguys muridnya sebagai guru yang selalu menuturkan Bahasa Sunda dengan logat khasnya. Nada bicaranya lembut dan mengayun ternyata ciri khas dari dialek Ciamis

“Kalau ngobrol dengan siapa pun, biasanya tetap pakai Bahasa Sunda campuran dengan Bahasa Indonesia,” ujarnya pada Rabu (29/10/25).

“Tapi tetep kudu menyesuaikan sundanya, karena ada namanya Sunda wewengkon dan Sunda universal,” tambahnya. 

Di rumah tangganya serta di lingkungan sekitar, penggunaan Bahasa Sunda kini memang semakin beragam. Sebagian keluarga memilih mencampur Bahasa Sunda dengan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Menurutnya, hal ini wajar terjadi karena latar belakang masyarakat Bandung Raya yang berbeda. Namun, kebiasaan sederhana seperti menyelipkan percakapan berbahasa Sunda di rumah atau sekolah tetap penting dilakukan agar bahasa daerah tidak sekedar menjadi pengetahuan dari sekolah saja.

Sebagai pengajar, ia menyadari betapa cepatnya pergeseran bahasa di kalangan anak muda Bandung Raya. Banyak siswa-siswi lebih nyaman menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa gaul yang dipengaruhi dari media sosial atau bahasa asing. Menurutnya, anak-anak di kota semakin jarang menggunakan Bahasa Sunda dalam keseharian, sedangkan di daerah masih banyak yang bertutur dengan bahasa ibu secara alami. Ia bersyukur karena di wilayah pedesaan, penggunaan Bahasa Sunda masih terjaga dengan baik.

Dialek Ciamis memilki keunikan sendiri, Intonasi lembut yang seolah-olah seperti nada dari nyanyian. Ciri itu menjadi karakter masyarakat Ciamis yang tenang dan bersahaja.

Contoh sederhana, kalimat “Bade kamana?” bisa diucapkan menjadi “Bade, kamana~?” dengan nada yang mengayun halus di akhir kalimat.

Selain intonasi, perbedaan makna dari kata juga menjadi ciri khas dialek ini. Salah satunya kata lebak. Di Cimahi atau Bandung raya, lebak biasanya berarti “sungai” atau daerah aliran air, sedangkan di Ciamis, lebak justru bermakna “bawah” atau “daerah rendah.” Perbedaan sederhana ini menggambarkan betapa kaya dan beragamnya Bahasa Sunda, bahkan di antara wilayah yang berdekatan. 

Namun, mempertahankan kekhasan dialek ini bukan perkara mudah. Bahasa Indonesia dan logat kota yang dominan di sekolah serta media membuat banyak istilah khas Ciamis jarang digunakan. Ia menuturkan bahwa banyak orang kini berpikir belajar Bahasa Indonesia atau bahasa asing lebih bermanfaat karena lebih luas digunakan. Padahal menurutnya, memelihara Bahasa Sunda juga penting sebagai bentuk menjaga identitas budaya.

Guru humoris ini berharap Bahasa Sunda dengan seluruh dialek dapat terus digunakan oleh masyarakat, bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan di sekolah, tapi juga sebagai bahasa pergaulan sehari-hari.

“Saya ingin anak-anak tetap bisa ngobrol dengan dialek masing-masing. Jangan sampai mereka lupa kalau kehalusan dan kelembutan itu juga bagian dari budaya kita,” ucapnya.

Kini, di tengah modernitas Bandung Raya yang semakin kosmopolitan, suara lembut dari pengajar asal ciamis ini menjadi pengingat bahwa bahasa bukan sekadar alat komunikasi, namun menjadi cermin identitas. Selama masih ada yang mau menuturkannya, dialek Ciamis akan terus hidup meski bukan dari tanah kelahirannya. (*)

Tags:
Bandung Rayadialek Ciamiswarisan bahasa

Marcia kaleela saputra

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor