Wisatawan kini lebih tertarik pada pengalaman yang menyatu dengan alam dan cita rasa lokal yang autentik. (Sumber: Ayobandung.id)

Ayo Biz

Menakar Ulang Daya Tarik Bandung: Inovasi Wisata di Era Digital

Minggu 14 Sep 2025, 16:43 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Bandung, kota yang dulu dikenal sebagai surganya factory outlet (FO), kini tengah mengalami transformasi besar dalam lanskap pariwisatanya.

Jika pada awal 2000-an wisata belanja menjadi magnet utama bagi pelancong domestik maupun mancanegara, kini tren itu mulai bergeser. Wisatawan lebih tertarik pada pengalaman yang menyatu dengan alam dan cita rasa lokal yang autentik.

Kunjungan wisatawan ke FO di Bandung Raya terus menurun. Fenomena ini bukan sekadar fluktuasi musiman, melainkan refleksi dari perubahan gaya hidup dan preferensi wisatawan kekinian.

Perry Tristianto Tedja, pengusaha yang dikenal sebagai "Raja FO" sekaligus "Raja Wisata Lembang", mengakui bahwa wisata belanja kini tak lagi menjadi ikon utama Bandung.

“Saat ini wisata belanja di FO sudah tidak menjadi ikon daya tarik wisatawan lagi. Sekarang yang berbelanja rata-rata hanya menyedot 30%-40% wisatawan dari persentase tahun sebelumnya,” ungkap Perry kepada Ayobandung.

Sebaliknya, wisata alam dan kuliner mengalami lonjakan signifikan. Dari hamparan kebun teh di Ciwidey, hutan pinus di Cikole, hingga kafe estetik di dataran tinggi Lembang, Bandung menawarkan pengalaman multisensori yang tak bisa didapatkan dari sekadar belanja.

“Wisata alam dan kuliner mengalami peningkatan yang sangat besar dan jauh meninggalkan belanja fesyen,” katanya.

Ilustrasi Bakso Cuanki. (Sumber: Pexels)

Kuliner lokal seperti seblak, cuanki, dan kopi Sunda kini menjadi daya tarik utama. Tak hanya soal rasa, tapi juga cerita di baliknya, tentang warisan budaya, komunitas, dan inovasi UMKM. Wisatawan modern menjadikan kuliner sebagai pintu masuk untuk memahami karakter Bandung yang ramah, kreatif, dan penuh kejutan.

Udara sejuk, lanskap hijau, dan suasana yang tenang menjadikan Bandung sebagai ruang healing. Pelancong tak hanya datang untuk melihat, tapi juga untuk merasakan. Dari glamping di pegunungan hingga kelas memasak makanan tradisional, pengalaman menjadi kata kunci.

Perubahan tren ini membawa tantangan besar bagi pelaku usaha. Mereka dituntut untuk berinovasi, bukan hanya dalam bentuk fisik, tapi juga dalam narasi dan pengalaman digital. Wisatawan modern ingin tahu cerita di balik tempat yang mereka kunjungi, dan mereka mencarinya lewat media sosial, blog, hingga ulasan daring.

Beberapa FO mulai melakukan rebranding dengan menggabungkan elemen alam dan budaya lokal. Ada FO yang kini memiliki taman terbuka, kafe tematik, hingga spot foto Instagramable. Namun, tantangannya tetap besar adalahbagaimana mengubah persepsi bahwa FO bukan sekadar tempat belanja, tapi juga ruang interaksi dan eksplorasi.

Bandung memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, dari seni pertunjukan tradisional hingga komunitas kreatif muda. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Padahal, wisata budaya bisa menjadi jembatan antara generasi dan memperkuat identitas kota.

Perry yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Pariwisata, Ekonomi Kreatif, IKM, UKM, dan Koperasi DPP APINDO Jawa Barat menekankan pentingnya pendekatan berbasis suasana dan budaya.

“Tren Bandung saat ini perlu mengedepankan wisata dari sisi udara sejuk, suasana, dan budaya. Ini perlu diekspos terus menerus guna menunjang pertumbuhan ekonomi ke depan," ujarnya.

Wisatawan kini lebih tertarik pada pengalaman yang menyatu dengan alam dan cita rasa lokal yang autentik. (Sumber: Ayobandung.id)

Wisata Bandung harus mampu memahami psikologi generasi muda yang mengutamakan keaslian, keberlanjutan, dan nilai sosial. Mereka tak hanya ingin berfoto, tapi juga merasa menjadi bagian dari cerita. Inilah peluang bagi pelaku usaha untuk menciptakan pengalaman yang bermakna.

Kekuatan Bandung terletak pada komunitasnya. Kolaborasi antara pelaku UMKM, kreator konten, dan komunitas lokal bisa menjadi motor penggerak wisata yang autentik dan berkelanjutan. Dari festival kuliner hingga tur komunitas, pendekatan berbasis kolaborasi semakin diminati.

Digitalisasi bukan hanya soal promosi, tapi juga soal storytelling. Pelaku wisata perlu mengemas pengalaman mereka dalam narasi yang menarik, SEO-friendly, dan mudah dibagikan. Di sinilah peran konten kreatif menjadi krusial dalam membentuk persepsi dan daya tarik.

Lebih dari sekadar destinasi, Bandung kini menjadi ruang sosial dan emosional. Tempat di mana orang bisa terhubung dengan alam, budaya, dan satu sama lain. Evolusi ini bukan akhir dari era FO, tapi awal dari babak baru wisata Bandung yang lebih inklusif, kreatif, dan berjiwa.

Transformasi tren wisata Bandung adalah panggilan bagi pelaku usaha untuk beradaptasi dan berinovasi. Dengan mengedepankan pengalaman, suasana, dan cerita lokal, Bandung berpotensi menjadi destinasi unggulan yang tak hanya menarik, tapi juga bermakna bagi generasi masa kini.

“Bandung harus terus berinovasi dan mengeksplorasi kekuatan lokalnya seperti udara sejuk, suasana, dan budaya agar tetap relevan di mata wisatawan modern. Kalau kita bisa mengemas itu dengan baik, pertumbuhan ekonomi daerah akan ikut terdorong,” pungkas Perry.

Alternatif produk UMKM fashion hingga kuliner Bandung:

  1. https://s.shopee.co.id/9fBUiqrs4d
  2. https://s.shopee.co.id/7fQQLCq9XG
  3. https://s.shopee.co.id/Ldpbw7jPy
Tags:
kulinerwisata alamikon utama Bandungpreferensi wisatawan kekinianwisata belanja

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor