AYOBANDUNG.ID -- Di sebuah sudut tenang Jalan Karang Tinggal No. 28, Sukajadi, Bandung, berdiri sebuah rumah makan yang tak banyak orang tahu, namun menyimpan rasa yang tak biasa. Namanya Rasa Melayu Bandung.
Dari luar, tempat ini tampak sederhana, nyaris seperti rumah biasa. Tapi begitu melangkah masuk, aroma rempah langsung menyambut, seolah membawa kita terbang ke lorong-lorong kuliner khas Melayu.
Pemiliknya, Azalia Yasyfa, bukan sekadar pebisnis kuliner. Ia adalah penjelajah rasa, pencinta budaya, dan peracik kenangan. Bahkan Kuala Lumpur menjadi kota yang paling sering ia kunjungi, dan dari sanalah benih Rasa Melayu tumbuh.
“Dari perjalanan-perjalanan itulah aku jatuh cinta sama masakan Melayu yang kaya rempah dan rasa. Aku mikir, kenapa ga coba bawa cita rasa khas Melayu ke Bandung? Dan ternyata rasanya masuk lidah warga Bandung,” ungkap Azalia.
Awalnya, Rasa Melayu hanya hadir di media sosial. Azalia meracik sendiri semua menu, dari dapur kecil di rumahnya. Ia memotret, menulis caption, dan mengirim pesanan satu per satu.
“Berangkat dari ide itu, aku pun mulai bisnis kuliner bernama Rasa Melayu. Aku ngeracik sendiri dan lahirlah menu yang ada di Rasa Melayu,” katanya.
Kini, Rasa Melayu Bandung telah menjelma menjadi tempat makan yang hangat dan bersahaja. Konsepnya rumahan, dengan meja kayu, taplak sederhana, dan senyum ramah dari para staf.
“Konsep tempatnya juga kami ambil konsep rumahan biar terasa seperti rumah sendiri,” jelas Azalia.

Menu yang ditawarkan pun tak muluk-muluk, tapi penuh makna. Ada lontong sayur dengan kuah kaya rempah, nasi lemak yang gurih dan wangi, hingga bubur lambuk, yakni hidangan khas Ramadan yang jarang ditemukan di Bandung.
“Bubur lambuk itu comfort food banget. Rasanya lembut, tapi kaya rempah. Banyak pelanggan yang nostalgia,” tutur Azalia.
Lontong sayur menjadi salah satu favorit. Seporsi dibanderol Rp30 ribu, lengkap dengan kuah santan yang harum dan sayur yang segar. Cocok disantap pagi hari, atau saat siang terik ketika tubuh butuh kehangatan.
“Banyak yang datang pagi-pagi, bahkan sebelum jam tujuh,” kata Azalia.
Tak kalah menggoda, nasi lemak juga dibanderol Rp30 ribu. Tapi jika ingin pengalaman lebih lengkap, cobalah Santapan Raja. Menu ini berisi nasi lemak dengan ayam rendang suwir, telur dadar, teri, kacang, sambal belacan, dan ikan asin amigo balado. Rasanya? Seperti pesta kecil di atas piring.
Minuman pun tak kalah menggoda. Teh tarik yang manis dan berbusa, kopi yang pekat, hingga cokelat panas yang menghangatkan hati. Semuanya diracik dengan takaran pas, menjadi pelengkap sempurna untuk santapan khas Melayu yang disajikan.
Jam operasional Rasa Melayu Bandung cukup fleksibel, mulai pukul 07.00 hingga 21.00 WIB setiap hari. Tempat ini cocok untuk sarapan, makan siang, maupun makan malam. Suasananya yang nyaman membuat banyak pelanggan betah berlama-lama, bahkan sekadar duduk sambil menyeruput teh tarik.
“Target pasarnya sih semua kalangan, bahkan turis Malaysia juga ada karena mungkin melihat di sosial media saat berwisata ke Bandung,” ujar Azalia.
Bagi perempuan yang karib disapa Azal atau Azel itu, Rasa Melayu Bandung adalah ruang perjumpaan. Antara rasa dan kenangan, antara rempah dan cerita. Di tangannya, kuliner Melayu bukan hanya soal makanan, tapi juga tentang membawa pulang sepotong rindu dari negeri seberang.
"Aku cukup bangga Rasa Melayu Bandung bisa secepet ini grow-nya. Karena dari rasa yang awalnya aku bawa dari Kuala Lumpur, kini bisa menjadi jembatan budaya di kota kelahiran aku," ujarnya.
Alternatif kuliner Bandung atau UMKM serupa: