Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025 menjadi ruang interaktif masyarakat dengan lembaga keuangan, dalam membuka wawasan, membangun kepercayaan, dan melindungi hak konsumen. (Sumber: OJK)

Ayo Biz

Jawa Barat Melawan Scam, Inklusi Keuangan Jadi Senjata Baru

Kamis 06 Nov 2025, 20:05 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Ketika angka literasi keuangan naik, harapan akan kesejahteraan pun ikut tumbuh. Namun di Jawa Barat, harapan itu masih berhadapan dengan kenyataan pahit, di mana tingginya laporan penipuan finansial, maraknya praktik keuangan ilegal, dan kesenjangan akses terhadap layanan keuangan formal.

Di tengah lanskap ekonomi yang terus bergeser, inklusi keuangan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025 hadir sebagai respons terhadap kebutuhan itu.

Di Bandung, gerakan ini menjelma menjadi ruang interaktif yang mempertemukan masyarakat dengan lembaga keuangan, bukan hanya untuk membuka rekening, tetapi untuk membuka wawasan, membangun kepercayaan, dan melindungi hak-hak konsumen.

“Melalui edukasi dan peningkatan inklusi keuangan, kami ingin memastikan masyarakat semakin cerdas dalam mengelola keuangan dan terhindar dari praktik keuangan ilegal,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi.

Pernyataan Friderica mencerminkan urgensi yang nyata. Berdasarkan laporan OJK, Jawa Barat termasuk provinsi dengan jumlah laporan tertinggi terkait penipuan keuangan dan aktivitas ilegal. Fenomena ini menjadi ironi di tengah geliat ekonomi digital dan maraknya layanan keuangan daring yang justru membuka celah bagi pelaku kejahatan finansial.

“Salah satu fungsi penting OJK adalah melindungi konsumen dan masyarakat. Karena itu, kami terus mendorong sinergi antara OJK, pemerintah daerah, dan pelaku industri jasa keuangan untuk meningkatkan literasi, memberikan edukasi, dan memastikan masyarakat menggunakan layanan keuangan yang legal dan diawasi OJK,” tambahnya.

Bandung, sebagai pusat ekonomi kreatif dan digital di Jawa Barat, menjadi medan strategis untuk menguji efektivitas inklusi keuangan. Kota ini memiliki ekosistem UMKM yang dinamis, komunitas digital yang berkembang, namun juga populasi rentan yang masih terpapar pinjaman ilegal dan investasi bodong.

Kepala OJK Jawa Barat, Darwisman, menegaskan bahwa pendekatan inklusi harus menyentuh denyut kehidupan masyarakat. “Pasar Keuangan Rakyat Jawa Barat ini bukan sekadar acara seremonial, tetapi bentuk nyata dari kehadiran layanan keuangan di tengah masyarakat,” katanya.

Dengan menyasar pasar tradisional, kampus, pesantren, hingga kawasan wisata, OJK mengusung pendekatan jemput bola. Strategi ini terbukti efektif. Selama dua hari pelaksanaan, tercatat 730 rekening baru dibuka dengan nilai Rp539,18 juta, serta transaksi UMKM mencapai Rp105,76 juta.

Tak hanya itu, kegiatan ini juga menyuguhkan edukasi yang membumi seperti talkshow literasi, klinik konsultasi keuangan, lomba kreatif, hingga pertunjukan musik. Semua dirancang untuk menjangkau masyarakat dari berbagai latar belakang mulai dari pelajar, disabilitas, ibu rumah tangga, hingga pelaku usaha mikro.

“Upaya ini juga memperkuat sinergi antara OJK, pemerintah daerah, dan industri jasa keuangan dalam memperluas akses keuangan yang inklusif dan berkelanjutan. Sebab, inklusi keuangan bukan sekadar angka, melainkan fondasi kesejahteraan masyarakat dan kemandirian ekonomi daerah,” ujar Darwisman.

Capaian BIK 2025 di Jawa Barat mencerminkan lonjakan signifikan, di antaranya15.774 rekening baru dibuka dengan nilai Rp33,04 miliar. Jumlah kegiatan literasi dan inklusi meningkat 3.008 persen dibanding tahun sebelumnya, menjangkau hampir dua juta peserta.

Namun, tantangan tetap membayangi. Masih banyak warga yang belum memahami perbedaan antara layanan keuangan legal dan ilegal. Di sisi lain, pelaku pinjaman online ilegal terus berinovasi dalam menjerat korban, memanfaatkan celah regulasi dan minimnya literasi digital.

Potensi inklusi keuangan di Jawa Barat sangat besar. Dengan populasi lebih dari 50 juta jiwa dan ekosistem UMKM yang luas, provinsi ini bisa menjadi model nasional dalam membangun ketahanan finansial berbasis komunitas. Namun, keberhasilan itu mensyaratkan kolaborasi lintas sektor yang konsisten dan adaptif.

Pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan komunitas lokal dinilai perlu memperkuat peran sebagai agen literasi. Edukasi harus hadir dalam bahasa yang dipahami masyarakat, dengan pendekatan yang kontekstual dan empatik. Inklusi bukan sekadar membuka rekening, tetapi membangun kepercayaan dan pemahaman.

Sebagai bentuk kepedulian sosial, OJK juga menghadirkan booth sembako murah yang menjual 600 paket minyak goreng dan 100 paket beras. Langkah ini mempertegas bahwa inklusi keuangan juga menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.

Kegiatan ini melibatkan 41 Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dari berbagai sektor, serta 20 UMKM binaan yang menampilkan produk unggulan daerah. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa inklusi keuangan dapat menjadi penggerak ekonomi lokal yang konkret.

“Kegiatan seperti ini tidak hanya mendekatkan layanan keuangan kepada masyarakat, tetapi juga menjadi sarana inklusi dan edukasi yang menyenangkan serta mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujar Friderica.

Alterantif produk untuk mendukung literasi keuangan:

  1. https://s.shopee.co.id/3AzNkxa0nP
  2. https://s.shopee.co.id/8KhTuU2KtE
  3. https://s.shopee.co.id/6VFpj9dIz0
  4. https://s.shopee.co.id/1BEJNG0ErR
  5. https://s.shopee.co.id/12LzG5Vss
Tags:
kejahatan finansialpraktik keuangan ilegalBulan Inklusi Keuanganpenipuan finansialJawa Barat literasi keuangan

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor