Kampus ITB Jatinangor. (Sumber: Dok. ITB)

Ayo Netizen

ITB sebagai Wisata Teknologi Era Globalisasi - Bagian 1

Senin 10 Nov 2025, 15:30 WIB

Di masa kini, ide visioner sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan dan sinergitas kota, yang tanpa kita sadari, bisa menjadi ancaman dari tumbuhnya teknologi maju yang begitu pesat dan sering tidak terkendali. Sehingga terkadang kita merasa dunia ini terasa tumbuh tergesa-gesa.

Dalam era globalisasi yang ditandai oleh percepatan inovasi dan keterhubungan antarnegara, pendidikan tinggi tidak lagi sekadar tempat menimba ilmu, melainkan juga wadah untuk memperkenalkan kemajuan teknologi dan budaya akademik kepada masyarakat luas. Institut Teknologi Bandung (ITB), sebagai salah satu universitas teknik dan sains terbaik di Indonesia, memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi pusat wisata teknologi (techno-tourism) yang menggabungkan edukasi, inovasi, dan rekreasi.

Konsep ini dapat diwujudkan melalui pembukaan tur kampus tematik, pameran inovasi mahasiswa, simulasi laboratorium interaktif, serta museum teknologi yang menampilkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Wisatawan—baik dari dalam maupun luar negeri—tidak hanya akan menikmati keindahan arsitektur kolonial kampus Ganesha dan suasana akademik yang khas, tetapi juga belajar tentang teknologi hijau, robotika, kecerdasan buatan, dan energi terbarukan hasil riset mahasiswa ITB.

Dengan cara ini, ITB tidak hanya menjadi simbol keunggulan akademik, tetapi juga ikon wisata edukatif nasional yang menunjukkan bahwa Indonesia siap bersaing di panggung teknologi global. Apalagi sumber daya manusia di Indonesia begitu banyak, yang menjadi salah satu instrumen penting dalam pengembangan potensi teknologi global.

Hal yang perlu diperhatikan, konsep pengembangan teknologi modern seyogianya juga memberi nilai tambah secara ekonomis. Misalnya, menjadikan pusat pengembangan itu tidak hanya untuk sekadar sebagai pusat penelitian dan observasi akademik, tetapi juga untuk menjadi daya tarik tersendiri bagi tumbuhnya destinasi pariwisata lokal.

Kegiatan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB), yang kini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). (Sumber: ITB)

Secara positif dalam tinjauan konsep ITB sebagai wisata teknologi, ada beberapa infrastruktur dan suprastruktur yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

1. Diversifikasi pariwisata Bandung

Bandung selama ini dikenal dengan wisata kuliner, belanja, dan alam. Wisata teknologi akan memperkaya ragam destinasi dan menarik segmen wisatawan baru — terutama pelajar, peneliti, dan keluarga yang mencari wisata edukatif.

2. Peningkatan ekonomi lokal

Kegiatan wisata di kampus akan mendorong pertumbuhan sektor pendukung seperti penginapan, transportasi, dan UMKM di sekitar Jalan Ganesha, Dago, hingga Lembang. Hal ini menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

3. Transfer pengetahuan dan inspirasi

Wisata teknologi dapat menumbuhkan minat generasi muda terhadap sains dan rekayasa. Anak-anak yang mengunjungi ITB bisa terinspirasi untuk berkarier di bidang teknologi di masa depan.

4. Branding Kota Bandung sebagai kota inovasi

Bandung akan semakin dikenal bukan hanya karena gaya hidup kreatifnya, tetapi juga sebagai “Smart Innovation City”, sejalan dengan arah pembangunan kota modern berbasis teknologi.

Baca Juga: Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda: Oase Bandung di Tengah Pariwisata Kontemporer

Akan tetapi, ada beberapa hal yang juga perlu dipertimbangkan, yang dapat berdampak negatif terhadap pariwisata lokal, antara lain:

1. Potensi gangguan terhadap aktivitas akademik

Arus wisatawan yang tinggi bisa mengganggu kenyamanan civitas akademika, terutama jika kegiatan tur tidak diatur dengan baik di area perkuliahan dan penelitian.

2. Komersialisasi ruang akademik

Risiko munculnya orientasi profit yang berlebihan dapat menurunkan nilai intelektual kampus jika tidak ada batas tegas antara kegiatan akademik dan komersial.

3. Dampak lingkungan dan sosial

Peningkatan jumlah pengunjung dapat memicu masalah sampah, kemacetan, dan polusi di sekitar kawasan kampus dan Dago, yang sudah cukup padat.

4. Ketimpangan pariwisata lokal

Fokus berlebihan pada kawasan elit seperti ITB bisa menyebabkan ketimpangan, di mana destinasi wisata lain di Bandung (misalnya di daerah pinggiran) kurang mendapat perhatian.

Baca Juga: Sejak Kapan Peuyeum Jadi Ikon Kuliner Khas Bandung?

Jadi persoalan ini, tidak terlepas dari sisi positif dan sisi negatif. Tetapi bagaimana ide ini bisa dijadikan referensi ke depan, sebab persoalan global yang dihadapi terkadang tidak dibarengi dengan kemampuan manajerial yang profesional. Dan juga bagaimana sistem yang dibangun, harus berhitung dengan kalkulasi anggaran yang ada.

Selama ini, program yang ditawarkan sering kali hanya mengedepankan kepentingan bisnis. Tetapi secara sosial, tidak berdampak positif terhadap lingkungan sekitarnya. Jika, dilihat dari kepentingan jangka panjang, kebijakan-kebijakan yang dibuat sering menjadi pragmatis. Sikap ini tentu beralasan, di tengah kondisi makro-ekonomi kita masih terpuruk.

Menjadikan ITB sebagai wisata teknologi era globalisasi merupakan ide visioner yang dapat memperkuat citra Indonesia sebagai bangsa inovatif. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada perencanaan terpadu antara pihak kampus, pemerintah kota, dan masyarakat lokal. Diperlukan keseimbangan antara fungsi akademik, edukatif, dan pariwisata agar nilai keilmuan tetap terjaga, sekaligus memberi manfaat nyata bagi ekonomi dan citra Bandung sebagai kota teknologi dan kreativitas.

Bagaimanapun juga, ide visioner dibutuhkan untuk mengembalikan citra ITB sebagai kampus yang tidak pernah berhenti untuk berinovasi lewat teknologi, sekaligus juga sebagai pusat kegiatan intelektual yang nyaman dalam mengembangkan pariwisata teknologi bagi daerah, khususnya Kota Bandung. (*)

Tags:
kota pendidikanKota Bandung fenomena turisme Bandungwisata teknologi

Vito Prasetyo

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor