Apakah Bandung Masih Romantis?

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Senin 10 Nov 2025, 10:13 WIB
Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Unsplash/Abdul Ridwan)

Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Unsplash/Abdul Ridwan)

Bandung, kota yang dulu dikenal dengan udara sejuk dan ritme santainya, kini mungkin sedang menghadapi dilema cinta paling rumit yaitu dicintai terlalu banyak orang.

Setiap akhir pekan, lautan mobil dari arah Jakarta memasuki kota dengan satu tujuan mulia yaitu healing. Tapi bagi warga Bandung, kedatangan para pencinta healing ini justru sering membuat mereka butuh healing tambahan. Dago, Lembang, Ciwidey, semuanya macet seperti antrean minyak goreng saat promo.

Di media sosial, Bandung masih tampak memesona. Langitnya biru, kopinya estetik, dan segala hal tampak vibe-nya. Tapi di balik foto-foto itu, warga lokal sedang mengelus dada, bukan karena haru, tapi karena napasnya tersengal di tengah polusi dan harga kos yang makin melambung.

***

Bagi banyak orang luar kota, Bandung tetap punya pesona romantis yang sulit dijelaskan. Setiap jengkalnya seolah mengandung kenangan. Dari Jalan Braga yang klasik, aroma roti legendaris di Jalan Naripan, sampai udara dingin di Punclut yang sekarang lebih banyak diselimuti kabut asap kendaraan daripada kabut pagi.

Bandung juga masih dikenal sebagai kota kreatif. Data BPS menunjukkan, pada 2024 saja kunjungan wisatawan domestik ke Bandung Raya mencapai kurang lebih dari 9 juta orang, naik hampir 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Artinya, orang masih mau (dan sanggup) datang ke Bandung, meski tahu akan terjebak macet tiga jam hanya untuk sampai ke kafe dengan pemandangan hutan pinus yang katanya “instagrammable banget”.

Wisatawan datang dengan cinta. Mereka ingin mengenang Bandung seperti lagu-lagu lama, romantis, teduh, dan manis. Tapi seperti hubungan jarak jauh, ekspektasi sering kali tak seindah kenyataan.

Sementara itu, bagi warga Bandung sendiri, romantisme kota ini mulai terasa seperti nostalgia yang mahal. “Dulu ke Dago cuma 15 menit, sekarang sejam setengah,” kata seorang teman yang tinggal di Antapani. “Itu juga kalau gak ada truk mogok.”

Harga tanah di kawasan wisata melonjak. Sewa kos meningkat karena banyak rumah dijadikan homestay. Bahkan warung makan sederhana ikut-ikutan menyesuaikan harga “biar selevel wisatawan”.

Warga Bandung masih cinta pada kotanya, tapi mungkin sedang menjalani fase relationship fatigue. Mereka ingin menikmati sore di taman, tapi parkiran penuh. Mereka ingin duduk di kafe, tapi antrean lebih panjang dari naskah skripsi.

Ada semacam ironi yang tak terucapkan, kota yang dulu dijuluki Paris van Java kini sering terasa seperti Parking van Java.

Bandung, Kota Kreatif yang Terlalu Populer

Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Bandung Raya terus naik, menyentuh angka sekitar 11 persen pada 2024. Ini kabar baik bagi ekonomi lokal, tapi juga menimbulkan efek samping: overkomersialisasi.

Kafe dan glamping tumbuh di mana-mana,  dari Pangalengan sampai Lembang. Kadang dalam satu kilometer bisa ada tiga tempat “healing”, empat tempat “ngopi”, dan satu plang “tanah dijual”. Ruang publik menyempit, sementara ruang untuk selfie meluas.

Pemerintah kota tentu berupaya menata kota seperti memperbaiki trotoar, memperbanyak ruang terbuka hijau, dan menertibkan pedagang kaki lima. Tapi masalah Bandung bukan hanya soal tata ruang, melainkan juga tata rasa. Kita sedang kehilangan sense of belonging, rasa memiliki yang dulu membuat kota ini begitu hangat, bahkan di udara yang dingin.

Pariwisata idealnya menjadi ruang bersama, bukan arena eksklusif antara “tuan rumah dan tamu”. Tapi di Bandung, garis pemisah itu makin kentara. Wisatawan menikmati “pengalaman lokal”, sementara warga justru makin sulit menikmati hidup lokal itu sendiri.

Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Pexels/Matafanaku)
Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Pexels/Matafanaku)

Contohnya, kawasan Punclut dulu adalah daerah pertanian kecil. Kini sebagian besar berubah menjadi kompleks restoran bertingkat dengan harga latte setara dua kilogram beras. Di satu sisi, ini bukti kreativitas ekonomi. Di sisi lain, ada ironi social, petani kehilangan lahan, dan warga kehilangan suasana.

Wisata yang berkelanjutan seharusnya tidak hanya menambah pendapatan daerah, tetapi juga memperkuat kualitas hidup warganya. Bandung masih punya kesempatan untuk itu, tapi syaratnya satu, jangan sampai “bandung” justru menjadi kata yang hilang dari identitas kota ini.

Masihkah Bandung Romantis?

Romantisisme Bandung mungkin tidak benar-benar hilang, hanya bergeser bentuknya. Dulu, romantis berarti jalan sore di bawah pohon rindang. Sekarang, mungkin berarti bertahan di lampu merah sambil memutar lagu Yuni Shara – Desember Kelabu.

Bagi wisatawan, Bandung tetap menawan. Bagi warga, Bandung tetap rumah, meski kini agak sesak. Tapi cinta yang dewasa tahu bagaimana menerima kekurangan pasangannya.

Jadi, apakah Bandung masih romantis?
Mungkin iya, tapi dengan catatan kecil di bawahnya, “Harga belum termasuk pajak, parkir, dan antrean.”

Bandung hari ini sedang diuji, bukan oleh cuaca atau krisis ekonomi, tapi oleh popularitasnya sendiri. Mungkin sudah waktunya kita semua, baik warga maupun wisatawan, belajar mencintai Bandung dengan cara yang lebih tenang, datang bukan sekadar untuk memotret, tapi untuk memahami.

Karena sejatinya, kota ini bukan hanya tempat liburan. Ia adalah rumah bagi jutaan orang yang masih mencoba menjaga pesonanya, di tengah kemacetan, harga parkir, dan romantisme yang kini terasa agak realistis. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Bandung Was Wes Wos

Ayo Netizen 09 Nov 2025, 18:01 WIB
Bandung Was Wes Wos

News Update

Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:44 WIB

West Java Festival, Konser Musik atau Acara Budaya?

West Java Festival 2025 tak lagi sekadar konser. Mengusung tema 'Gapura Panca Waluya'.
West Java Festival 2025 (Foto: Demas Reyhan Adritama)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:06 WIB

Burayot, Camilan Legit Khas Priangan yang Tersimpan Rahasia Kuliner Sunda

Bagi orang Sunda, burayot bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial.
Burayot. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:45 WIB

Tak Pernah Takut Coba Hal Baru: Saskia Nuraini Sang Pemborong 3 Piala Nasional

Saskia Nuraini An Nazwa adalah siswi berprestasi tingkat Nasional yang menginspirasi banyak temannya dengan kata-kata.
Saskia Nuraini An Nazwa, Juara 2 lomba Baca Puisi, Juara 3 lomba unjuk bakat, juara terbaik lomba menulis puisi tingkat SMA/SMK tingkat Nasional oleh Lomba Seni sastra Indonesia dengan Tema BEBAS Jakarta. (Sumber: SMK Bakti Nusantara 666)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:24 WIB

Bandung Macet, Udara Sesak: Bahaya Asap Kendaraan yang Kian Mengancam

Bandung yang dulu dikenal sejuk kini semakin diselimuti kabut polusi.
Kemacetan bukan sekadar gangguan lalu lintas, tapi cerminan tata kelola kota yang belum sepenuhnya adaptif terhadap lonjakan urbanisasi dan perubahan perilaku mobilitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:47 WIB

Ketika Integritas Diuji

Refleksi moral atas pemeriksaan Wakil Wali Kota Bandung.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:36 WIB

Perpaduan Kenyal dan Lembut dari Donat Moci Viral di Bandung

Setiap gigitan Mave Douchi terasa lembut, manisnya tidak giung, tapi tetap memanjakan lidah.
Donat mochi lembut khas Mave Douchi dengan tekstur kenyal yang jadi favorit pelanggan (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 08:39 WIB

Sejarah Letusan Krakatau 1883, Kiamat Kecil yang Guncang Iklim Bumi

Sejarah letusan Krakatau 1883 yang menewaskan puluhan ribu jiwa, mengubah iklim global, dan menorehkan bab baru sejarah bumi.
Erupsi Gunung Krakatau 1883. (Sumber: Dea Picture Library)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 21:04 WIB

Mama Inspiratif dan Perjuangan Kolektif Mengembalikan Sentuhan Nyata dalam Pengasuhan

Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar.
Ilustrasi. Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar. (Foto: Freepik)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 18:39 WIB

Dari Studio Kecil hingga Panggung Nasional, Bandung Bangkit Lewat Nada yang Tak Pernah Padam

Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an.
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 11 Nov 2025, 17:22 WIB

Hikayat Buahbatu, Gerbang Kunci Penghubung Bandung Selatan dan Utara

Pernah jadi simpul logistik kolonial dan medan tempur revolusi, Buahbatu kini menjelma gerbang vital Bandung Raya.
Suasana Buahbatu zaman baheula. (Sumber: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 17:00 WIB

Proyeksi Ekonomi Jawa Barat 2025: Menakar Potensi dan Risiko Struktural

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan tetap solid, meski dibayangi oleh dinamika global dan tantangan struktural domestik.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan tetap solid, meski dibayangi oleh dinamika global dan tantangan struktural domestik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 15:20 WIB

Bakmi Tjo Kin Braga Jadi Ikon Kuliner yang Tak Lekang Waktu

Sejak 1920 Bakmi Tjo Kin telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Bandung, sebuah warung tua yang bernuansa klasik ini terletak di Jalan Braga No. 20
Tampak Depan Warung Bakmi Tjo Kin (Foto: Desy Windayani Budi Artik)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:38 WIB

Bandung, Antara Heritage dan Hype

Bangunan heritage makin estetik, tapi maknanya makin pudar. Budaya Sunda tersisih di tengah tren kafe dan glamping.
Salah satu gedung terbengkalai di pusat Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Muhamad Firdaus)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:21 WIB

Mengintip Cara Pengobatan Hikmah Therapy yang 'Nyentrik' di Bandung

Praktik pijat organ dalam di Bandung yang memadukan sentuhan, doa, dan ramuan herbal sebagai jalan pemulihan tubuh dan hati.
Ibu Mumut berada di ruang depan tempat praktik Hikmah Therapy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Fira Amarin)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:00 WIB

Potret Inspiratif Cipadung Kidul dari Sales Keliling hingga Kepala Seksi Kelurahan

Budi Angga Mulya, Kepala Seksi Pemerintahan Cipadung Kidul, memaknai pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian.
Kepala Seksi Pemerintah Kelurahan Cipadung Kidul, Budi Angga Mulya (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 13:05 WIB

Menapak Jejak Pandemi dalam Galeri Arsip Covid-19 Dispusipda Jawa Barat

Dispusipda Jawa Barat menghadirkan Galeri Arsip Covid-19 sebagai ruang refleksi dan edukasi bagi masyarakat.
Koleksi Manekin Alat Pelindung Diri (APD) dikenal dengan nama baju Hazmat yang mengenakan tenaga kesehatan dalam menangani Covid 19 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fereel Muhamad Irsyad A)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 11:25 WIB

ASN Frugal Living, Jalan Selamat ASN dari Jerat Cicilan dan Inflasi?

Dengan frugal living, ASN dapat menjaga integritas dan stabilitas keuanganny
Ilustrasi ASN. (Sumber: Pexels/Junior Developer)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 10:41 WIB

Goyobod Legendaris Harga Kaki Lima Kualitasnya Bintang Lima

Goyobod Nandi sudah berjualan sejak 1997 yang tetap bertahan hingga sekarang.
Ilustrasi es goyobod. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Afrogindahood)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 09:47 WIB

Bandung Lautan Macet Saat Liburan Akhir Pekan

Bandung yang sering dielu-elukan karena memiliki beberapa spot yang bisa mendatangkan ketenangan.
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jembatan Layang Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Kota Bandung, Jumat 19 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)