Sore yang itu cerah. Langit Bandung Timur tampak berwarna jingga muda, seolah-olah enggan beranjak meninggalkan hari. Di kedai sederhana Al Fatih, ku duduk bersama anak kedua, Aa Akil, yang kini berusia sepuluh tahun.
Ya sambil menunggu pesanan es kelapa muda, di tepi jalan yang ramai tapi terasa akrab. Kedai itu berdiri sebelum rental mobil Zaki, tak jauh dari Puskesmas Cibiru. Tempat menjemput rizki atas kehidupan kecil-kecilan berdenyut tanpa henti.
Rupanya beberapa pelanggan sudah lebih dulu hadir. Antri. Ada mahasiswa, anak-anak, Bapak-Ibu, termasuk para pengemudi ojek aplikasi, duduk beristirahat sejenak, sambil menunggu pesanan dengan wajah lelah, tapi tetap ramah, someah.
Mereka berbincang ringan, justru di balik tawa mereka, yang bercampur dengan deru motor dan aroma gorengan dari warung sebelah, depan laundry. Terdengar obrolan yang syarat makna dan dalam. Hanya keikhlasan dan kesabaran yang dimiliki oleh mereka tetap terbiasa menunggu dan berjuang atas ganasnya kehidupan.
“Lamun hente perlu keur dahar jeung hirup mah moal ki kieuan, komo bari loba duit!” celetuk salah seorang di antara mereka yang berjaket orange.
Suaranya aga serak. “Da usum panas kebul, hujan banjir. Komo Sabtu-Minggu mah, parah pisan macetna, Bos!”
Teman yang disampingnya menimpali, “Eta pan loba turis nu ngadon ulin ka Bandung.”
Laki-laki yang berbadan agak kurus menyahut sambil tertawa kecil, “Enya, pan turis mah tuur tiis lain? Bandung ayeuna mah panas, heurin ku tangtung. Rek hitut gé hésé pisan.”
Tawa pejuang aspal itu pecah ringan, melayang di udara sore yang mulai semakin menyengat. Ada kesederhanaan dalam cara mereka menertawakan kenyataan. Panas, banjir, macet.
Semuanya diterima sebagai bagian dari hidup yang tak perlu dilawan. Ya cukup bersyukur, ikhtiar dan menjalani hidup agar lebih baik dan bermanfaat.
Saat larut dalam menikmati giliran dipanggil pesenan. "Ieu tos dua cai dipisah" kata Amang penjual.
Bocah kelas lima itu menepuk pundak. "Bah itu sudah beres pesenan nya, tinggal dibayar!"
Kujawab singkat, "Muhun. Ieu acisna pas. Hayu uih!"
Sambil berjalan pulang, tengok kanan-kiri untuk menyeberang jalan Manisi yang ramai dan padat menuju ke tanjakan Masjid Al-Hidayah. Pada belokan tepat di depan warung kelontong samping laundry.
Dengan kepolosannya Aa Akil bertanya, "Bah, kok turis jadi tuur tiis. Apaan itu?"
"Nya pami tos di bumi dijelasken! Hayu jalan bisi katabrak!" ajakku.

Kota yang Semakin Heurin
Dalam tulisan Ayo Jelajah bertajuk Jejak Bandung Baheula: Dari Dusun Sunyi hingga Kota yang Heurin Ku Tangtung, secara apik diuraikan perubahan di bumi Pasundan ini.
Bila Bandung pada abad ke-17 berawal dari dusun sunyi berisi 30 keluarga. Bagaimana kota ini berubah jadi pusat urbanisasi yang heurin ku tangtung?
Pasca nama Bandung masuk dalam panduan wisata internasional. Buku Guide Through Netherlands India yang terbit pada 1911, merekomendasikan penginapan di Hotel Homann dan kunjungan ke tempat-tempat seperti Curug Dago, Kawah Putih, hingga Telaga Patengan. Bandung resmi masuk radar pelancong asing.
Hanya dalam beberapa dekade, Bandung berubah dari dusun sunyi menjadi kota tujuan. Tahun 1901, jumlah penduduknya baru sekitar 29 ribu jiwa. Lima tahun kemudian, naik menjadi lebih dari 38 ribu. Pada 1930, populasinya sudah melewati angka 1,2 juta.
Pergerakan manusia ke Bandung menjadi fenomena urbanisasi awal di Pulau Jawa. Di mata Edi S. Ekadjati, Bandung bersama Jakarta, Jatinegara, Karawang, dan Sukabumi menjadi titik utama perpindahan penduduk dari desa ke kota. Kota yang dulu dihuni puluhan keluarga ini, kini mulai heurin ku tangtung. (Ayo Bandung, Senin 02 Jun 2025, 11:21 WIB).

Dalam Pusaran Simalakama Whoosh
Memang turis Malaysia doyan melancong ke Indonesia. Jakarta dan Bandung menjadi destinasi favorit bagi wisatawan asal negara Negeri jiran. Ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, turis asing yang berkunjung ke Indonesia pada September 2025 didominasi dari Malaysia sebesar 19,53 persen dari total kunjungan. Kehadiran Kereta Cepat Whoosh memberikan dampak positif terhadap peningkatan turis.
Kementerian Pariwisata menargetkan 2,5 juta kunjungan turis Malaysia ke Indonesia sepanjang tahun 2025. Tercatat sudah 1,6 jutaan kunjungan turis Malaysia ke Indonesia pada Januari-Agustus 2025, sekitar 67 persen dari target kunjungan wisman tahun 2025.
General Manager Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunnisa, mengungkapkan bahwa sejak pertama kali beroperasi, wisatawan Malaysia memang sudah mendominasi penumpang turis asing kereta cepat. Dari total 528.000 penumpang internasional Whoosh, sekitar 225.000 orang (43 persen) berasal dari Malaysia. (Kompas, 07 November 2025, 07:53 WIB).
Lepas dari pertemuan Jonan dengan Prabowo di tengah polemik Whoosh yang diinisiasi oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya. Jonan, Menteri Perhubungan 2014–2016, menjadi tokoh kunci yang meloloskan proyek kereta cepat Whoosh. Keselamatan penumpang sebagai syarat utama, bukan besarnya nilai investasi.
Jepang mengajukan proyek senilai US$6,2 miliar dengan kecepatan 320 km/jam dalam lima tahun. China menawarkan US$5,5 miliar dengan kecepatan 350 km/jam dalam dua tahun.
Setelah China memenangkan tender dan membentuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Jonan menetapkan sembilan syarat agar proyek berjalan, termasuk larangan penggunaan dana APBN. Pendanaan proyek akhirnya terdiri dari 75% pinjaman China Development Bank (CDB) dan 25% ekuitas konsorsium. (CNN Indonesia Kamis, 06 November 2025 11:19 WIB)

Ada sekitar 600 ribu turis asing naik Whoosh untuk wisata di Bandung–Jakarta. Laman resmi KCIC merilis selama periode Januari–Oktober 2025, jumlah penumpang mancanegara naik Whoosh mencapai 335.681 orang. Angka ini meningkat 65,3% dibandingkan periode yang sama pada 2024 sebanyak 203.071 penumpang WNA. “Secara kumulatif sejak awal operasional pada Oktober 2023, layanan Kereta Cepat Whoosh telah digunakan oleh 600.958 wisatawan asing,” kata Eva.
Daftar lima negara asal turis asing yang paling banyak menggunakan Whoosh, pertama adalah Malaysia dengan jumlah mencapai 264.569 orang, atau 44,02% dari total wisatawan asing yang telah naik Whoosh. Singapura sebanyak 68.470 penumpang (11,39%), Tiongkok 53.892 penumpang (8,97%), Jepang 28.881 penumpang (4,81%), serta Korea Selatan 19.729 penumpang (3,28%).
Peningkatan jumlah penumpang wisatawan asing menunjukkan semakin kuatnya posisi Whoosh sebagai ikon transportasi modern Indonesia yang cepat dan nyaman, sekaligus menjadi wajah baru pariwisata Indonesia di mata dunia.
Kehadiran Whoosh terbukti memperkuat konektivitas antardestinasi, mempercepat mobilitas wisatawan, dan mendukung pengembangan ekosistem pariwisata berkelanjutan di koridor Jakarta–Bandung. KCIC terus memperkuat sinergi dengan Kementerian Pariwisata, pemerintah daerah, serta pelaku industri wisata untuk mengembangkan potensi pariwisata di sepanjang jalur Whoosh. (PRFM News 5 November 2025, 06:00 WIB).

Ketika Presiden Prabowo Subianto menyatakan siap menanggung utang proyek super kilat itu, seorang kawan berseloroh "Asal tong ngajadikeun Bandung was wes wos wae!"
"Maksadna?" tanyaku.
Ya hampir mirip dengan “Fafifu Wasweswos” bahasa gaul populer yang sempat viral di media sosial pada tahun 2021. Ungkapan ini digunakan untuk mengecilkan atau merendahkan pendapat seseorang, seolah-olah apa yang dikatakannya hanyalah omong kosong.
Ada yang berpendapat “fafifu” berarti banyak omong, dan “wasweswos” dimaknai sebagai berbelit-belit. Dengan demikian, kata ini menggambarkan seseorang yang terlalu banyak berbicara hal-hal tidak penting dan bertele-tele.
Meskipun maknanya terdengar cukup keras, sebutan ini sering digunakan secara netral sebagai tambahan dalam menyindir (mengkritik) orang lain, terutama dalam konteks perbincangan mengenai isu-isu sosial.
Asal mula munculnya istilah “fafifu wasweswos” tidak diketahui secara pasti. Namun, frasa ini kerap muncul di Twitter untuk mengomentari orang yang memiliki pandangan (ideologi) tertentu, yang ucapannya dianggap sebagai bualan belaka. Itulah arti dari “fafifu wasweswos” yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial. (Suara.com, Senin, 21 Maret 2022 | 08:40 WIB)
Bandung memang dikenal sebagai kota yang ramah. Warganya someah, gampang senyum, suka nyapa, dan terbuka sama siapa pun.
Prinsip someah hade ka semah sebenarnya bentuk penghormatan dari tuan rumah ke tamu. Dari dulu, orang Sunda tuh nggak pernah pilih-pilih tamu, siapa pun yang datang harus dihormati.
Ingat, falsafah ini nggak cuma berlaku pas ada tamu di rumah aja. Dalam kehidupan sehari-hari bisa banget diterapkan. Contohnya, waktu ada wisatawan yang nanya arah jalan, kita bantu dengan senyum dan ramah. Nah, itu salah satu bentuk nyata dari someah hade ka semah.
Di tengah hiruk-pikuk kota, senyum tulus dan sapa ramah dari warga Bandung jadi pengingat ihwal kebaikan sederhana masih hidup di sini. Someah hade ka semah, nilai lama yang tetap relevan buat zaman sekarang. (*)
