“Kalcer” sebuah istilah yang ramai digunakan anak muda Bandung dengan ciri khas gaya berpakaian streetwear yang didominasi warna netral atau hitam, memakai sneakers, dan senang nongkrong di kafe. Anak muda dengan style kalcer sering kali berkumpul bukan hanya untuk sekedar nongkrong, tetapi juga untuk belajar bahkan bekerja pada salah satu kafe hits di Cihampelas, Kota Bandung, Jumat (31/10/25).
Kalcer berasal dari kata “culture” yang artinya budaya, istilah baru ini menggambarkan fase di mana zaman berevolusi menjadi lebih modern dan mengikuti tren sehingga melahirkan suatu kebiasaan baru. Kebiasaan baru tersebut biasanya dilakukan oleh seseorang atau kelompok hingga menjadi bagian dari identitas mereka, dan dari sinilah muncul istilah kafe kalcer atau place kalcer yang menggambarkan terbentuknya gaya hidup baru.
Gaya hidup baru ini semakin terlihat pada anak muda yang senang nongkrong di kafe dengan gaya kalcer, seperti interior dengan gaya industrial, akses Wi-Fi, spot foto estetik, serta stop kontak yang banyak menjadikan alasan anak muda betah berlama lama disana.
“Mungkin dari sini kita bisa berpikir kalau semua orang saat ini mencari eksistensi dari hal hal yang sedang tren dan happening, mulai dari tempat, desain serta ambience-nya,” ungkap Angger Pandji salah satu Mahasiswa Bandung.
Bagi sebagian anak muda, kafe kalcer yang ideal adalah tempat yang nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas.
“Menurutku untuk mengerjakan tugas, meeting, hingga bersantai perlu tempat dengan kopi yang enak, ruang terbuka luas, serta suasana yang tenang,” ucap pemuda berjaket hitam.
Umumnya anak muda dengan gaya kalcer datang ke kafe mulai sore hingga malam, bahkan ada pula yang datang dari buka hingga tutup hanya untuk catch up bersama teman teman. Dengan adanya gaya hidup baru, kini kafe merupakan ruang untuk melepas penat, berbagi cerita, dan menikmati suasana yang nyaman.

Nongkrong di kafe kalcer telah menjadi salah satu simbol gaya hidup anak muda yang selalu ingin mengikuti tren dan kebiasaan ini juga menjadi cara mereka mengekspresikan diri dalam budaya kalcer.
“Aku merasa dengan nongkrong seperti ini bisa membentuk socialize aku sebagai anak muda dan pada akhirnya aku menganggap itu semua sebagai suatu keharusan, apalagi sambil minum kopi,” ujarnya.
Namun, tidak bisa dipungkiri gaya hidup kalcer saat ini secara tidak langsung membawa pengaruh konsumtif bagi anak muda karena kebiasaan baru yang membutuhkan biaya lebih. Aktivitas seperti membeli kopi, dan belajar di kafe sebenarnya dapat dilakukan di rumah saja, namun karena sudah menjadi kebiasaan maka sulit untuk ditinggalkan.
Di sisi lain, gaya hidup kalcer dapat membawa pengaruh positif bagi kehidupan sosial anak muda saat ini. Dengan melakukan kebiasaan berkumpul di kafe dapat menjadi ruang untuk bersosialisasi, membangun relasi, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui bisnis kopi yang kini melekat pada gaya hidup kalcer. (*)