Dari ramen berkuah pedas hingga sushi fusion, dari izakaya bergaya industrial hingga dessert ala Harajuku, Bandung seolah membuka pintu lebar bagi gelombang gastronomi dari Negeri Sakura. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Inovasi di Atas Mangkuk: Bandung dan Pasar Eksperimen Kuliner Jepang yang Tak Pernah Kenyang Tren

Jumat 03 Okt 2025, 13:54 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di Bandung, kuliner bukan sekadar kebutuhan perut tapi juga menjadi ekspresi gaya hidup, identitas, dan pencarian rasa yang tak pernah berhenti. Dalam beberapa tahun terakhir, satu tren mencuri perhatian, salah satunya kuliner Jepang. Dari ramen berkuah pedas hingga sushi fusion, dari izakaya bergaya industrial hingga dessert ala Harajuku, Bandung seolah membuka pintu lebar bagi gelombang gastronomi dari Negeri Sakura.

Fenomena ini bukan kebetulan. Kota kreatif ini dikenal sebagai laboratorium tren kuliner nasional. Menurut data Pemerintah Kota Bandung, sektor makanan dan minuman tumbuh lebih dari 12% per tahun sejak 2022, dengan kontribusi signifikan dari restoran bertema internasional. Kuliner Jepang, yang dulu dianggap premium dan segmented, kini menjelma jadi bagian dari keseharian generasi urban.

“Contohnya kami memilih Bandung sebagai kota pertama di Jawa Barat untuk pembukaan Haraku Ramen. Dan emang potensinya Bandung ini salah satu kota tujuan dan kota besar juga di Indonesia. Jadi memang pecinta kuliner mancanegara itu cukup banyak,” ujar Assistant Marketing Manager Ismaya Group Risto Concept, Samuel Jozephus Remiasa kepada Ayobandung.

Samuel mengakui, Bandung bukan hanya pasar konsumtif, tapi juga eksperimental. Masyarakatnya cepat menangkap tren, gemar mencoba hal baru, dan punya daya beli yang cukup kuat untuk menjadikan makan enak sebagai bentuk self-reward. Di sinilah kuliner Jepang menemukan rumah barunya untuk beradaptasi, berinovasi, dan berkembang bersama selera lokal.

“Dan sejauh ini selalu ada makanan dari dua negara yang disukai orang Indonesia. Pertama makanan Itali sama makanan Jepang. Kami melihat juga makanan Jepang ini cocok di lidah orang-orang Indonesia,” lanjut Samuel.

Dari ramen berkuah pedas hingga sushi fusion, dari izakaya bergaya industrial hingga dessert ala Harajuku, Bandung seolah membuka pintu lebar bagi gelombang gastronomi dari Negeri Sakura. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Kombinasi rasa gurih, umami, dan tekstur yang familiar membuat ramen dan sushi mudah diterima, bahkan jadi comfort food baru bagi generasi urban. Karenanya, strategi Haraku Ramen pun disesuaikan dengan karakteristik konsumen Bandung.

“Terlebih lagi orang-orang Bandung kan juga suka yang berkuah. Kan seblak juga makanan dari Bandung yang dinikmati sama semua kalangan. Jadi ya kami hadir dengan kuah premium tapi mencoba kita press harga serendah mungkin supaya tetap bisa affordable dan ga menurunkan kualitasnya,” jelas Samuel.

Segmen pasar yang dibidik pun sangat spesifik yakni generasi perintis. Samuel menyebut, generasi perintis ini adalah orang-orang di antara umur 20-35 tahun. Mereka adalah konsumen yang mencari pengalaman, bukan sekadar produk.

“Orang-orang generasi perintis ini kadang pengen self-reward. Nah biasanya self-rewardnya yang selalu tren makan enak. Tapi kan untuk generasi perintis kalau makan ramen 100 ribu dan kalau dilakukan tiap minggu ya ga bisa. Nah kami dateng untuk ambil pasar ini, agar mereka bisa nikmati makanan enak dengan harga yang affordable,” lanjutnya.

Namun, bukan Bandung namanya kalau tak menuntut inovasi. Di sinilah Bara amen dan Ramenni Cappuccini lahir. Bara Ramen hadir dengan level pedas yang bisa dipilih, dari 1 hingga 5. Sementara Ramenni Cappuccini merupakan ramen dengan foam susu krim ala kopi, di mana menjadi bukti bahwa inovasi bisa datang dari kolaborasi lintas genre. Menu ini jadi favorit sejak awal tahun lalu, terutama di kalangan penikmat rasa ekstrem.

Dari ramen berkuah pedas hingga sushi fusion, dari izakaya bergaya industrial hingga dessert ala Harajuku, Bandung seolah membuka pintu lebar bagi gelombang gastronomi dari Negeri Sakura. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

“Awalnya kami riset, apa yang menarik? Akhirnya muncul lah Ramenni Cappuccini dan memang cukup unik, peminatnya juga cukup banyak karena orang suka penasaran, foam di atasnya itu si,” katanya.

Bagaimana tidak? Kamu akan disajikan kuah pedas yang dipadukan dengan topping dingin dan manis, menciptakan sensasi rasa yang tak biasa, dari pedas, gurih, manis, dalam satu mangkuk. Menu ini baru sebulan diluncurkan, tapi sudah jadi bahan obrolan di kalangan foodies.

Samuel menyadari, tantangan bisnis kuliner Jepang di Bandung terletak pada diferensiasi dan konsistensi. Persaingan makin ketat, dan konsumen makin kritis. Namun, dengan pendekatan berbasis riset dan adaptasi lokal, peluang tetap terbuka lebar.

“Selama ini kita untuk menu pakai basis data desk riset jadi gak ke Jepang langsung. Tapi memang di Jepang tahun 2024 itu menu Ramen Cappuccino udah ada duluan. Karena di F&B itu kalau nggak unik, orang nggak penasaran untuk datang kan,” pungkas Samuel.

Alternatif kuliner Bandung atau UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/4LASVJgU2n
  2. https://s.shopee.co.id/2qLeia44n1
  3. https://s.shopee.co.id/6VEx5LGBGI
  4. https://s.shopee.co.id/1qT7WpvyMM
  5. https://s.shopee.co.id/5AjZUzDg1r
Tags:
pecinta kulinertantangan bisniskarakteristik konsumen Bandungpasar konsumtiftren kuliner nasionalkuliner Jepang

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor