Baca dan Diskusi Kutu Buku di Perpustakaan Bunga di Tembok, Sabtu, 17 Mei 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Ayo Netizen

Kutu Buku dalam Perayaan Hari Buku Nasional 2025

Senin 19 Mei 2025, 16:30 WIB

Ditulis oleh Dias Ashari

AYOBANDUNG.ID Di zaman serba digital pada umumnya semua orang lebih menyukai buku digital di bandingkan dengan buku konvensional.

Selain lebih available, buku digital juga bisa di dapatkan dengan harga lebih murah. Namun bagi para penggemarnya, buku berwujud fisik tetap menarik dan mempunyai posisi yang spesial dalam hati.

Pada tanggal 8 Januari 2024 Indonesia menerima penghargaan dari CEO MURI yaitu Jaya Suparna mengingat gedung perpustakaan yang dimiliki oleh Indonesia berada pada tingkat pertama dengan tinggi sekitar 126.3 meter dengan 27 lantai mengalahkan Cina dan Amerika.

Namun meski dinobatkan sebagai negara dengan gedung paling tinggi di dunia, faktanya tidak sebanding dengan jumlah minat baca di Indonesia.

Melalui acara Kutu Buku (Kumpul Tukar Buku) dalam memperingati Hari Buku Nasional yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2025 yang diselenggarakan di perpustakaan mandiri bernama Bunga di Tembok, Jl. Pasirluyu Timur 117 A Bandung. Acara yang juga di support oleh @kembangkata.bc dan @bandungbergerak.id dimulai pukul 15:00-18:00. Meskipun saat acara berlangsung waktu selesai acara sangat fleksibel.

Baca Juga: Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua

Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan melalui instagram @bungaditembok perpustakaan ini sering mengadakan acara rutinan seperti Temu Kawan Kata, Nobar dan Diskusi Film juga ada Kutu Buku. Selain untuk orang dewasa ternyata perpustakaan ini juga beberapa kali menyelenggarakan kegiatan membaca dan berdiskusi untuk anak-anak.

Acara yang kurang lebih dihadiri oleh 30 orang dari berbagai domisili di Kota/ Kab. Bandung ini berjalan dengan penuh antusias. Acara dimulai dengan perkenalan diri dan menceritakan alasan kenapa buku yang dibawa peserta wajib di ketahui orang lain atau ada alasan dalam buku tersebut yang merubah cara pandang yang tentunya pengalaman tersebut bisa dibagikan kepada orang lain. 

Setelah itu buku di estafetkan sambil bernyanyi dan akan berhenti sesuai dengan berakhirnya lagu. Setelah masing-masing mendapat buku peserta lain, seluruh peserta dibebaskan untuk membaca buku di spot mana saja yang dirasa nyaman. Panitia memberikan waktu selama 40 menit kepada peserta untuk membaca buku yang sudah didapatkan. 

Melalui survey yang dilakukan GoodStats terdapat kesimpulan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. (Sumber: Pexels/Rahul Shah)

Setelah break shalat magrib, acara inti dimulai. Ada beberapa yang menjadi perwakilan untuk menceritakan atau memberikan perspektif mengenai buku yang sudah dibaca. Peserta pertama ada yang memaparkan dan mengkritik buku karya Agus Mulyadi yang berjudul Sebuah Seni untuk Memahami Kekasih. Buku yang juga sudah diadaptasi menjadi sebuah film ini cukup membuat diskusi diawal semakin bersemangat.

Kemudian ada satu buku mengenai sastra puisi yang berjudul Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain Engkau karya Nizar Qabbani. Selintas mendengar judulnya saja sudah ngeri-ngeri sedap karena hampir serupa dengan kalimat syahadat. Begitu juga saat diskusi berlangsung banyak penafsiran dari peserta lain mengenai sastra ini. Ada yang memahami bahwa karya sastra ini adalah bentuk dari kecintaan hamba kepada Tuhannya melalui representasi sosok perempuan. Namun ada juga peserta lain yang menolak dan mengatakan bahwa karya sastra ini justru menghinakan Tuhan dan sebuah agama.

Sesi terakhir ditutup dengan pembahasan buku dongeng anak-anak yang berjudul Sang Kancil. Anak-anak milenial tentu sangat familiar dengan cerita ini dan mungkin beberapa darinya pernah diceritakan dan jadi kisah pengantar tidur. Salah satu peserta yang membaca buku ini mengkritik bahwa buku dongeng mengenai kancil sudah tidak relevan dengan zaman ini. Terlebih di buku tersebut ada beberapa kisah kancil yang merepresentasikan sikap yang kurang baik seperti mencuri, korupsi dan membohongi. Namun ungkapan tersebut disanggah oleh peserta lain yang berdasarkan pengalamannya ketika anak-anak dan mendengar kisah tentang kancil, dirasa hanya memahami hal itu sebagai cerita saja dan tidak berpikir mengenai sikap-sikap yang dilakukan kancil. Baginya anak-anak yang mendengar cerita mereka itu polos dan cukup mendengarkan saja. Menurutnya ketika cerita anak dibaca oleh orang dewasa yang logikanya sudah matang akan menendang cerita tersebut dari perspektif yang berbeda.

Baca Juga: World Keffiyeh Day 2025, Kebenaran yang Ditutupi melalui Film Zahra Blue Eyes

Acara ini berlangsung dengan meriah juga ilmu yang bisa diambil dari bertukar pikiran. Siapa saja bisa bergabung dengan acara Temu Buku yang informasinya bisa di cek melalui instagram @bungaditembok. Bonus di akhir acara peserta bisa mendapat relasi baru dengan saling bertukar user instagram atau melanjutkan diskusi buku dengan selera yang sama. (*)

Dias Ashari, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung.

Tags:
minat bacaHari Buku Nasionalkutu buku

Netizen

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor