AYOBANDUNG.ID -- Tak semua nama warung makan lahir dari strategi branding. Kadang, nama itu muncul dari momen spontan yang kemudian melekat kuat di benak pelanggan.
Begitulah kisah Sumarmi, pemilik kedai Bakso Laman Astaghfirullahaladzim di Bandung, yang memadukan keunikan produk dengan nama yang tak biasa, dan justru jadi daya tarik utama.
Berawal dari warung sederhana bernama Bakso Laman, yang diambil dari nama sang suami, Sumarmi mulai meracik bakso sejak tahun 1985. Kala itu, ia hanya ingin membantu ekonomi keluarga. Tak disangka, racikan baksonya yang berukuran besar dan padat daging mulai menarik perhatian warga sekitar.
"Aku sama keluargaku udah biasa bikin bakso gede-gede. Terus kepikiran, orang yang lihat bakso segede itu pasti langsung istighfar. Akhirnya kami sepakat namanya jadi Bakso Astaghfirullahaladzim. Dan ternyata, nama itu nempel banget di ingatan pembeli," ujar Sumarmi saat berbincang dengan Ayobandung.
Bakso jumbo yang ia sajikan memang bukan sembarang bakso. Ukurannya bisa sebesar kepala manusia dewasa, lengkap dengan isian daging iga dan klewer yang melimpah. Sensasi visual ini menjadi magnet tersendiri, membuat banyak pelanggan datang hanya untuk membuktikan ukurannya secara langsung.
Namun, perjalanan bisnis Sumarmi tak selalu mulus. Ia mengenang masa kejayaan sebelum krisis moneter 1998, ketika kedainya bisa menjual hingga 1.000 mangkuk bakso per hari.
"Dulu mah rame banget, sampai ngantri. Sekarang mah 500 mangkuk aja kadang gak nyampe," tuturnya.
Persaingan bisnis kuliner yang semakin ketat membuat Sumarmi harus terus berinovasi. Ia tak hanya mengandalkan ukuran bakso, tapi juga kualitas bahan.
"Bumbunya sih biasa aja, tapi dagingnya aku pilih yang bagus. Pake paha sapi, isiannya juga daging iga sama klewer. Gak pake yang aneh-aneh," jelasnya.
Komitmen terhadap kualitas menjadi prinsip utama Sumarmi. Ia menolak keras penggunaan bahan kimia atau pengawet dalam racikannya.
"Urusan obat, kimia-kimiaan, udah pasti aku gak pernah macem-macem. Bakso Astaghfirullah dijamin itu bakso daging sapi asli," tegasnya penuh keyakinan.

Harga yang ditawarkan pun cukup bersahabat. Untuk bakso ukuran kecil seukuran kepalan tinju, pelanggan hanya perlu merogoh kocek Rp25.000. Sementara bakso jumbo dibanderol Rp150.000, cukup untuk disantap enam orang sekaligus.
"Biasanya yang beli bakso jumbo itu rombongan, kadang buat acara keluarga juga," tambah Sumarmi.
Kedai sederhana ini tak hanya menjadi tempat makan, tapi juga ruang nostalgia dan kehangatan. Banyak pelanggan yang datang bukan hanya karena rasa, tapi juga karena keramahan Sumarmi dan suasana kekeluargaan yang ia bangun.
"Aku tuh seneng kalau pembeli bisa ngobrol, bisa cerita. Jadi bukan cuma jualan, tapi juga silaturahmi," katanya.
Meski tak memiliki latar belakang formal di bidang kuliner, Sumarmi belajar dari pengalaman dan intuisi. Ia percaya bahwa rasa yang jujur dan pelayanan yang tulus akan selalu menemukan tempat di hati pelanggan.
"Yang penting mah ikhlas dan konsisten. Rezeki mah gak kemana," ucapnya.
Di era digital, Sumarmi mulai membuka diri terhadap promosi online. Ia memanfaatkan media sosial untuk memperkenalkan bakso jumbo-nya ke generasi muda. Meski belum sepenuhnya digital-savvy, ia percaya bahwa cerita yang jujur dan produk yang berkualitas akan menemukan jalannya sendiri.
Kisah Sumarmi adalah potret UMKM yang bertahan di tengah arus zaman. Ia tak hanya menjual makanan, tapi juga menghadirkan pengalaman dan cerita yang menyentuh. Dari kedai kecilnya, ia membuktikan bahwa bisnis kuliner bisa tumbuh dengan modal kejujuran, kerja keras, dan doa panjang.
Bakso jumbo yang ia racik bukan sekadar makanan, tapi simbol perjuangan dan cinta keluarga. Setiap mangkuk yang tersaji adalah hasil dari puluhan tahun konsistensi dan keteguhan hati.
"Selama masih ada yang mau makan bakso aku, selama itu juga aku akan terus jualan," pungkas Sumarmi.
Informasi Bakso Laman Astaghfirullahaladzim
Alamat di Jalan Sukawarna no. 21 Belakang BTC, Bandung
Alternatif link pembelian kuliner atau UMKM serupa: