AYOBANDUNG.ID -- Halte bus di Kota Bandung menyimpan cerita yang tak selalu sejalan dengan semangat pembangunan kota. Banyak di antaranya kini rusak, kumuh, dan tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Kaca-kaca pecah, pintu terlepas, bau pesing menyengat, dan debu tebal menjadi pemandangan yang akrab bagi warga yang melintas atau menunggu angkutan umum. Namun, kondisi ini tidak dibiarkan begitu saja oleh semua pihak.
Komunitas Rindu Menanti, yang berdiri sejak 2015, memilih untuk bertindak. Anggotanya berasal dari berbagai latar belakang mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, hingga tenaga kesehatan. Alih-alih melakukan protes konfrontatif, komunitas ini mengusung pendekatan kolaboratif.
“Komunitas kami konsen dengan sarana dan fasilitas publik salah satunya halte dan literasi. Dan yaudah kita mah proaktif aja, kita bersihin sebisa mungkin, kemudian kita maknai ulang halte itu sebagaimana yang kita pahami,” ungkap Fahmi Rosihan selaku pendiri komunitas kepada Ayobandung.
Mereka membersihkan halte, mendekorasi ulang, dan menghidupkan kembali fungsinya sebagai ruang tunggu yang layak dan manusiawi. Langkah ini bukan sekadar aksi bersih-bersih. Bagi komunitas, upaya ini adalah bentuk partisipasi warga dalam merawat kota.
“Itu cara kami protes kepada aparat pemerintah, dalam perjalanannya kami baru ketahui kenapa bisa sampai seperti itu. Karena kondisinya banyak banget kotoran atau sejenisnya. Tidak terawat,” tambahnya.
Fahmi dan komunitasnya percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota. Halte yang bersih dan nyaman juga diyakini dapat mendisiplinkan pengguna dan pengemudi angkutan umum.
“Kami percaya, Insyaallah dengan halte yang benar dan tepat itu bisa menjadi bagian dari ikhtiar dalam mengurai kemacetan,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Rencana Strategis Dinas Perhubungan Kota Bandung 2024–2026, terdapat 228 halte bus yang tersebar di seluruh kota. Sebagian kecil telah direvitalisasi, namun mayoritas masih dalam kondisi memprihatinkan. Pemerintah juga merencanakan pembangunan 25 halte tematik untuk mendukung sistem Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya.
Komunitas Rindu Menanti menyambut baik rencana tersebut, namun mengingatkan pentingnya perawatan dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Komunitas ini juga jauh-jauh hari selalu mengusulkan adanya teleprojek khusus untuk pemeliharaan halte yang melibatkan komunitas dan warga sekitar.
Komunitas ini juga mendorong pendekatan berbasis kebutuhan warga. Menurut mereka, penempatan halte yang tepat akan meningkatkan efektivitas transportasi publik.
"Yang paling penting maintance atau pelihara, yang udah ada kita benahi. Apakah jalur yang dibangunnya halte itu sesuai dengan kebutuhan warga. Baik itu titik yang sesuai atau tidak, tepat dengan kondisi kebutuhan warga, atau gimana,” katanya.
Namun alih-alih menyalahkan, komunitas ini mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan mengevaluasi ulang pendekatan pembangunan. “Ayo kita seriuskan, dan kritisi bareng-bareng, kaji bareng-bareng, bikin cara pandang lain yang bisa membuat situasi pembangunan atau pemberdayaan halte ini maksimal,” ajak Rosihan.
Salah satu kekuatan komunitas ini adalah kemampuannya membangun narasi alternatif. Mereka tidak hanya membersihkan halte, tetapi juga menghidupkan kembali maknanya sebagai ruang publik yang inklusif.
“Kami di sini, sebagai publik umum ya hanya bisa sampaikan terkait kondisi halte di Kota Bandung ayo kita kritisi bareng-bareng,” katanya.
Langkah-langkah kecil yang dilakukan komunitas ini menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari bawah. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian, mereka membuktikan bahwa warga bisa menjadi mitra strategis dalam pembangunan kota.
Kini, tantangannya adalah bagaimana menjembatani semangat komunitas dengan kebijakan publik. Pemerintah Kota Bandung memiliki peluang besar untuk menggandeng komunitas seperti Rindu Menanti dalam merancang program perawatan dan revitalisasi halte.
Menurut Fahmi, kolaborasi ini bisa dimulai dari hal sederhana, salah satunya membuka kanal komunikasi, menyediakan anggaran pemeliharaan yang transparan, dan melibatkan warga dalam pemetaan kebutuhan halte. Dengan begitu, halte tak lagi menjadi simbol proyek yang terbengkalai, melainkan ruang harapan yang hidup dan tumbuh bersama warga.
Bandung dikenal sebagai kota kreatif. Sudah saatnya kreativitas itu diterapkan dalam pengelolaan fasilitas publik. Komunitas Rindu Menanti telah menunjukkan jalannya, tinggal bagaimana pemerintah dan warga lainnya ikut melangkah bersama.
“Kita mah sebagai publik hanya bisa memperhatikan dan mungkin salah satu protes dari kami elemen komunitas sarankan baca ulang dan kaji ulang kembali apa betul pembangunan halte-halte ini sudah sesuai dengan fungsi pembangunan yang ada," ujar Fahmi.
Alternatif produk kebutuhan rumah atau UMKM serupa: