Gen Z menawarkan pendekatan baru dalam menikmati perjalanan. Tak sekadar melancong, tapi juga membangun identitas digital melalui setiap langkah kaki dan jepretan kamera. (Foto: Freepik)

Ayo Biz

Pariwisata Berbasis Media Sosial, Gen Z sebagai Penentu Tren dan Narasi Wisata

Senin 20 Okt 2025, 17:26 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Beragam jawaban atas pertanyaan “apa tujuan perjalananmu?” bisa keluar tanpa tedeng aling-aling. Mulai dari jawaban filosofis seperti “perjalanan adalah proses menemukan jati diri” hingga jawaban ringan semacam “ya karena itu.” Apapun alasannya, satu hal pasti yakni traveling tak pernah kehilangan peminat. Ia menjadi ritual spiritual lintas generasi, dari boomers hingga Gen Z.

Namun, generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 ini, menawarkan pendekatan baru dalam menikmati perjalanan. Mereka tidak sekadar melancong, tapi juga membangun identitas digital melalui setiap langkah kaki dan jepretan kamera. Dalam era yang serba terhubung, destinasi wisata bukan hanya soal keindahan alam, tapi juga soal seberapa “Instagramable” tempat itu.

Sebuah survei dari Schofields Insurance di Inggris mengungkap bahwa 40,1 persen responden berusia 18–33 tahun memilih destinasi wisata berdasarkan seberapa menarik tampilannya di Instagram. Meski survei ini mencakup generasi milenial dan Gen Z, tren ini paling kuat di kalangan Gen Z yang tumbuh bersama media sosial sebagai ruang ekspresi dan validasi sosial.

Menurut pengamat media sosial Ahmad Renaldi, “Instagramable” adalah istilah yang digunakan untuk menyebut tempat-tempat yang tampak keren di Instagram.

“Ledakan sosial media lebih dari sepuluh tahun terakhir ini memang telah berdampak pada bagaimana para petualang, traveler, dan wisatawan menentukan tujuan perjalanan mereka,” ujarnya kepada Ayobandung.

Renaldi menyebut ada empat karakter Gen Z yang mengubah lanskap pemasaran pariwisata yakni konektivitas digital, kebutuhan akan validasi sosial, kecenderungan berbagi, dan kecepatan dalam mengambil keputusan.

“Ketika generasi ini melakukan perjalanan, hampir pasti mereka akan berbagi foto dan cerita mereka di sosial media,” katanya.

Momen berbagi itu bukan sekadar dokumentasi, tapi juga inspirasi. Gen Z lain yang sedang mencari destinasi akan menjadikan unggahan tersebut sebagai referensi.

“Generasi ini juga mengandalkan testimoni dari teman-teman lainnya secara online untuk mengambil keputusan memilih lokasi wisata mana saja yang sekitarnya paling menarik untuk dikunjungi,” lanjut Renaldi.

Berbeda dari generasi sebelumnya yang mengandalkan agen perjalanan, Gen Z lebih percaya pada algoritma dan ulasan digital. Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi sumber utama informasi wisata. Mereka mencari tempat yang tidak hanya indah, tapi juga bisa menghasilkan konten yang menarik dan layak dibagikan.

Menurut data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi “Cerita Data Statistik Untuk Indonesia – Generasi Milenial dan Z dalam Dinamika Perjalanan Leisure” (2025), motivasi utama Gen Z dalam berwisata adalah untuk refreshing (67,2%), diikuti oleh eksplorasi budaya (18,5%) dan pencarian pengalaman baru (14,3%). Hal ini menunjukkan bahwa meski media sosial menjadi pemicu, esensi perjalanan tetap berakar pada kebutuhan emosional dan intelektual.

Lebih lanjut, BPS mencatat bahwa Gen Z mendominasi komposisi penduduk Indonesia, mencapai 27,94% dari total populasi berdasarkan Sensus Penduduk 2020. Dominasi ini menjadikan mereka pasar utama dalam industri pariwisata, sekaligus penentu tren dan arah kebijakan promosi wisata nasional.

Fenomena ini membuka peluang besar bagi pelaku industri pariwisata. Destinasi yang ingin menarik perhatian Gen Z harus mampu membangun narasi visual yang kuat, menyediakan spot foto yang estetik, dan memfasilitasi pengalaman yang bisa dibagikan secara digital. Kampanye pariwisata pun harus bertransformasi dari brosur ke konten interaktif.

Namun, di balik kecenderungan berburu like dan komentar, ada sisi positif yang jarang dibahas. Gen Z adalah generasi yang peduli pada keberlanjutan. Studi dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa Gen Z memiliki persepsi positif terhadap pariwisata berkelanjutan, terutama pada destinasi budaya seperti Borobudur. Mereka cenderung memilih tempat yang tidak hanya indah, tapi juga memiliki nilai edukatif dan sosial.

“Justru yang bikin generasi ini adiksi terhadap media sosial karena kecenderungan anak-anak Gen Z ini pengin dilihat orang dan diakui orang,” kata Renaldi.

Tapi pengakuan itu bukan semata-mata narsisme. Hal itu juga menjadi alat untuk menyebarkan nilai, pengalaman, dan bahkan kampanye sosial. Ketika Gen Z memposting foto di tempat wisata, mereka tidak hanya mempromosikan destinasi, tapi juga membangun ekosistem digital yang mendorong orang lain untuk ikut berwisata. Efek domino ini menciptakan gelombang promosi organik yang jauh lebih efektif daripada iklan konvensional.

“Gak usah jauh-jauh dikomen atau difollow deh, di-like aja itu kan sudah jadi sebuah sesuatu yang prestisius buat generasi pengguna Instagram ini,” sambung Renaldi.

Bahkan satu like bisa menjadi validasi atas karya visual yang mereka hasilkan. Bagi pelaku bisnis pariwisata, memahami psikologi ini adalah kunci. Mereka harus mampu menciptakan pengalaman yang tidak hanya menyenangkan secara fisik, tapi juga memuaskan secara digital. Mulai dari desain tempat, pencahayaan, hingga konektivitas internet, semua harus dirancang untuk mendukung aktivitas berbagi.

Gen Z juga cenderung melakukan perjalanan secara mandiri. Mereka lebih suka merancang itinerary sendiri, memesan lewat aplikasi, dan menghindari paket wisata yang terlalu kaku. Fleksibilitas dan personalisasi menjadi nilai jual utama dalam menghadapi pasar ini.

Dalam konteks lokal, destinasi wisata di Jawa Barat seperti Pangandaran, Ciwidey, dan Lembang mulai beradaptasi dengan tren ini. Banyak tempat wisata yang kini menyediakan spot foto khusus, koneksi Wi-Fi gratis, dan bahkan kolaborasi dengan influencer lokal untuk promosi.

Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z bukan hanya konsumen, tapi juga mitra dalam membangun citra pariwisata. Mereka bisa menjadi duta digital yang menyebarkan keindahan Indonesia ke seluruh dunia, satu unggahan dalam satu waktu.

Oleh karena itu, Renaldi menegaskan bahwa media sosial bukan musuh, melainkan alat. “Kalau kita bisa memahami perilaku Gen Z, maka kita bisa menjadikan mereka sebagai kekuatan promosi yang luar biasa dalam industri pariwisata,” pungkasnya.

Alternatif produk gaya hidup gen Z atau produk UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/4fnkFICEj5
  2. https://s.shopee.co.id/4VUK313OwI
  3. https://s.shopee.co.id/7V7vcYmdRy
  4. https://s.shopee.co.id/4LAtqoAPZS
  5. https://s.shopee.co.id/BLKtDtO3x
Tags:
industri pariwisataduta digitalmedia sosialkarakterdestinasi wisataidentitas digitaltravelingGen Z

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor