AYOBANDUNG.ID -- Di tengah hiruk-pikuk modernitas Bandung, berdiri sebuah monumen yang seakan berbisik tentang masa lalu. Ialah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, atau yang lebih akrab disebut Monju.
Bangunan ini menjulang dengan gagah, seolah menantang waktu, mengingatkan setiap mata yang memandang bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil dari darah dan air mata rakyat Jawa Barat.
Monju diresmikan pada 23 Agustus 1995 oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, Raden Nana Nuriana. Sejak hari itu, monumen ini menjadi ikon penting kota Bandung, sebuah penanda yang tak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menghadirkan ruang refleksi bagi generasi yang lahir jauh setelah pekik merdeka dikumandangkan.
Ketua Historia van Bandung, E. Ganda Permana, menegaskan makna filosofis Monju. Salah satunya bentuk Monju yang menyerupai bambu runcing memang bukan kebetulan, melainkan simbol keberanian rakyat yang dengan senjata sederhana mampu melawan kolonialisme.
“Monumen perjuangan Jabar mengisahkan tentang merebut, mempertahankan, dan melanjutkan kemerdekaan Indonesia di provinsi Jabar. Filosofinya dengan bambu runcing rakyat bahkan bisa merebut, mempertahankan, dan melanjutkan perjuangan,” ujarnya kepada Ayobandung.
Di bawah monumen, pengunjung akan menemukan museum yang menyimpan tujuh diorama sejarah. Diorama ini bukan sekadar pajangan, melainkan jendela yang membuka kembali babak-babak penting perjalanan bangsa.
Ada Diorama Perjuangan Sultan Agung Tirtayasa tahun 1658, Perundingan Linggarjati 1946, Bandung Lautan Api 1946, hingga Konferensi Asia Afrika 1955. Setiap diorama adalah potret perjuangan yang mendayu, mengajak pengunjung merasakan denyut sejarah.
Namun, Ganda mengakui bahwa koleksi Monju masih terbatas. Keterbatasan ini membuat Monju belum sepenuhnya optimal sebagai pusat edukasi sejarah, meski ruang yang tersedia begitu luas.

“Di bawah monumen perjuangan ada museum, di sana ada tujuh diorama. Dan untuk koleksi lainnya sedang menginventarisir karena ada yang rusak dan sebagainya,” tuturnya.
Meski demikian, Monju tetap menjadi magnet. Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kota Bandung pada tahun 2023 mencapai lebih dari satu juta orang, dengan 15.833 di antaranya wisatawan mancanegara. Angka ini menunjukkan bahwa Bandung masih menjadi destinasi unggulan, dan Monju memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pusat kunjungan yang berkelanjutan.
Potensi bisnis Monju sesungguhnya terletak pada kemampuannya berintegrasi dengan ekosistem kreatif Bandung. Kota ini dikenal sebagai pusat seni, budaya, dan inovasi.
Jika Monju dikemas sebagai ruang kolaborasi, ia bisa menjadi tuan rumah festival musik bertema perjuangan, pameran seni kontemporer, hingga bazar UMKM lokal yang mengangkat identitas sejarah. Dengan demikian, Monju tidak hanya menjadi monumen, tetapi juga ruang hidup yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Pemerintah Jawa Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menegaskan bahwa Monju adalah museum khusus yang dikelola langsung oleh UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah.
Status ini memberi peluang besar untuk pengembangan program resmi yang berkelanjutan, mulai dari revitalisasi koleksi hingga digitalisasi konten sejarah. Dengan dukungan kebijakan, Monju dapat menjadi destinasi yang tidak hanya menyentuh sisi emosional, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Namun, relevansi Monju di mata generasi muda tetap menjadi tantangan utama. Anak-anak muda kini cenderung mencari pengalaman wisata yang interaktif. Diorama statis perlu diperkaya dengan teknologi digital seperti augmented reality atau tur virtual, agar pengunjung dapat merasakan seolah-olah berada di tengah peristiwa sejarah. Inovasi ini akan menjadikan Monju lebih hidup dan relevan di era digital.
Selain itu, keterbatasan koleksi harus segera diatasi. Inventarisasi artefak yang rusak atau belum siap dipamerkan perlu dipercepat agar museum memiliki daya tarik yang lebih kuat.
Tanpa langkah ini, Monju berisiko dianggap sekadar monumen fisik, bukan pusat pengetahuan sejarah yang dinamis. Revitalisasi koleksi akan memperkuat posisi Monju sebagai destinasi wisata edukatif yang berkelas.

Dari sisi bisnis, Monju bisa dikembangkan sebagai ruang kolaborasi kreatif yang menyatukan sejarah dengan ekonomi lokal. Festival budaya, pameran seni, hingga kegiatan komunitas bisa digelar di kawasan Monju, membuka peluang ekonomi bagi pelaku UMKM sekaligus memperkuat identitas Bandung sebagai kota perjuangan.
Dengan strategi ini, Monju tidak hanya menjadi tempat mengenang masa lalu, tetapi juga motor penggerak ekonomi kreatif. Data BPS menunjukkan bahwa wisatawan domestik tetap menjadi tulang punggung pariwisata Jawa Barat, dengan lebih dari 59 juta kunjungan pada 2023.
Monju dapat memanfaatkan pasar ini dengan menawarkan paket wisata edukasi keluarga dan sekolah. Program edukasi yang terstruktur akan menjadikan Monju sebagai destinasi wajib bagi generasi muda yang ingin memahami sejarah bangsanya.
Komunitas seperti Historia van Bandung (HvB) telah membuktikan bahwa pendekatan kreatif mampu menghidupkan sejarah. Program mereka yang unik dan menarik bisa menjadi model bagi pengelola Monju untuk mengemas ulang narasi perjuangan. Dengan kolaborasi komunitas, Monju dapat menjadi ruang yang lebih inklusif dan interaktif.
Jika dikelola dengan visi berkelanjutan, Monju bukan hanya monumen, melainkan pusat regenerasi identitas Bandung. Destinasi ini bisa menjadi ruang di mana sejarah, bisnis, dan kreativitas berpadu, menjadikan perjuangan masa lalu relevan bagi masa depan.
Monju dapat berdiri sebagai simbol bahwa perjuangan tidak pernah selesai, melainkan terus berlanjut dalam bentuk komitmen terhadap pembangunan dan keberlanjutan.
Pada akhirnya, Monju adalah cermin perjuangan sekaligus peluang ekonomi. Dengan dukungan pemerintah, komunitas, dan masyarakat, Monju dapat terus berdiri bukan hanya sebagai saksi sejarah, tetapi juga sebagai destinasi yang mendayu, menghidupkan semangat perjuangan di tengah denyut modernitas Bandung. Monju menanti napas baru, agar tetap menjadi ikon yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Alternatif baju karnaval sejarah atau kebutuhan produk serupa: