Sejarah Padalarang dari Gua Pawon ke Rel Kolonial, hingga Industrialisasi dan Tambang Zaman Kiwari

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 14 Nov 2025, 10:54 WIB
Kereta cepat Whoosh saat melintas di kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)

Kereta cepat Whoosh saat melintas di kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Padalarang hari ini sering diingat karena dua hal: macet dan pabrik. Dua-duanya memang tanda peradaban, meski tak selalu menggembirakan. Tapi sebelum menjadi lahan industri dan jalan tol yang penuh klakson, kawasan di barat Bandung ini sudah lebih dulu menjadi rumah bagi manusia yang mungkin tak pernah membayangkan apa itu kemacetan.

Jauh sebelum Belanda menanam rel besi di sini, di sebuah gua bernama Pawon, manusia purba sudah lebih dulu menetap, hidup, dan mungkin juga berdebat soal siapa yang harus pergi berburu hari itu. Gua Pawon terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, sekitar 25 kilometer dari Bandung. Situs ini menjadi semacam ā€œKTP purbaā€ yang membuktikan bahwa manusia sudah menghuni kawasan ini sejak ribuan tahun sebelum Google Maps tahu di mana letak Padalarang.

Pada 2003, tim arkeologi dari Balai Arkeologi Bandung menemukan tujuh kerangka manusia purba di dalam gua itu. Dengan carbon dating, umur mereka diperkirakan antara 5.600 hingga 11.700 tahun sebelum sekarang. Para peneliti menyebut mereka Manusia Pawon, nenek moyang jauh orang Priangan, yang hidup di tengah bentang karst Citatah.

Sosok manusia ini tidak sekadar menempati gua untuk berteduh. Dari lapisan tanah, ditemukan alat batu obsidian yang konon berasal dari Gunung Kendan dan Kampung Rejeng di Garut. Artinya, bahkan di masa itu, manusia Pawon sudah punya ā€œjaringan distribusiā€ lewat lintasan alam yang menghubungkan satu lembah ke lembah lain.

Bukti-bukti alat serut, pengikis, hingga sisa makanan moluska menunjukkan kehidupan yang cukup terorganisir. Mereka hidup di masa transisi dari Pleistosen ke Holosen, sekitar 9.000 tahun lalu, ketika suhu bumi mulai hangat dan es mencair. Kalau hari ini Padalarang sering diprotes karena tambangnya menggerus bukit, dulu manusia Pawon juga mengikis batu—tapi untuk bertahan hidup, bukan untuk industri.

Baca Juga: Hikayat Bandung Utara jadi Kawasan Impian Kolonial, Gagal Terwujud di Persimpangan Sejarah

Persoalannya, Gua Pawon kini justru dikepung tambang kapur yang sama-sama menggali batu tapi demi uang. Para arkeolog dan pegiat lingkungan berkali-kali memperingatkan bahwa aktivitas tambang itu mengancam situs prasejarah paling penting di Jawa Barat. Ironi ini menjadikan Padalarang seperti museum hidup yang menua terlalu cepat: di satu sisi menyimpan jejak purba, di sisi lain terus digerus zaman.

Lompat ke abad ke-19, peradaban di Padalarang beralih dari gua ke rel. Pada 17 Mei 1884, perusahaan kereta milik pemerintah kolonial Belanda Staatsspoorwegen (SS) membuka jalur Cianjur–Padalarang–Bandung. Inilah saat manusia Padalarang mulai mengenal suara uap dan peluit lokomotif. Stasiun Padalarang, atau dulu disebut Cipadalarang, menjadi simpul penting penghubung antara Batavia dan Priangan.

Stasiun ini bukan cuma tempat naik-turun penumpang. Ia menjadi jantung logistik untuk teh, kopi, dan kina yang dikumpulkan dari perkebunan-perkebunan di pegunungan Jawa Barat. SS membangun rel menembus lembah, mendaki bukit, dan melintasi jembatan demi mempercepat perjalanan komoditas menuju pelabuhan. Rel-rel itu bukan sekadar teknologi, tapi juga simbol kolonialisme ekonomi: kekayaan Priangan dialirkan ke Batavia, sementara tenaga kerja lokal memikul beban di bawah teriknya matahari.

Padalarang bahkan sempat menjadi titik pergantian lokomotif karena kontur medan yang curam menuju Bandung. Pada 1902, bangunan stasiun diperluas, dan pada 1906 jalur Cikampek–Padalarang resmi dibuka, mempersingkat perjalanan Jakarta–Bandung. Dari sinilah, Bandung pelan-pelan naik kelas jadi kota modern, sementara Padalarang tetap menjadi halaman belakang yang bekerja keras tapi jarang disebut namanya.

Sejarah mencatat, selama pendudukan Jepang pada 1942, jalur di sekitar stasiun ini dibom, menghentikan operasional dan memutus pasokan logistik. Tapi setelah perang usai, stasiun kembali berdenyut. Kini, lebih dari seabad kemudian, Padalarang kembali menjadi simpul transportasi strategis. Bukan lagi kereta uap, melainkan Whoosh, kereta cepat Indonesia–China yang melesat 350 km per jam. Ironis juga: dari stasiun kolonial, kini jadi pintu masa depan teknologi transportasi. Kalau manusia Pawon hidup kembali dan melihat kereta cepat ini, mungkin mereka akan berpikir manusia masa kini juga punya obsesi aneh terhadap kecepatan.

Baca Juga: Jejak Kehidupan Prasejarah di Gua Pawon Karst Citatah Bandung Barat

Foto Gua Pawon antara tahun 1920-1932. (Sumber: Tropenmuseum)
Foto Gua Pawon antara tahun 1920-1932. (Sumber: Tropenmuseum)

Dari Industri, Karst, hingga Kota Baru

Tapi bukan cuma rel dan sejarah yang membentuk Padalarang. Sejak awal abad ke-20, Belanda juga menanam bibit industri di sini. Tahun 1922, berdirilah Pabrik Kertas Padalarang, pabrik kertas tertua di Indonesia. Ia lahir di zaman ketika surat kabar masih dicetak dengan mesin dan telegram menjadi simbol kemodernan. Ironisnya, hampir seabad kemudian, pabrik itu masih berdiri, meski dunia sudah beralih ke layar ponsel.

Pada era Orde Baru, Padalarang perlahan menjelma menjadi kawasan industri besar. Tahun 1988–1989 menjadi penanda penting: pabrik-pabrik bermunculan di Padalarang dan tetangganya, Ngamprah. Negara sedang giat mengejar modernisasi dan industrialisasi dianggap jalan menuju kesejahteraan. Di atas kertas, ini sukses. Di lapangan, tentu ada cerita lain.

Berdasarkan data statistik 2015, di Padalarang ada 159 perusahaan industri, 142 di antaranya tergolong besar. Sekitar 46% penduduknya bekerja di sektor industri. Angka ini jadi yang tertinggi dibanding sektor lain seperti perdagangan, jasa, atau pertanian. Artinya, kalau di Bandung orang bicara soal kopi dan distro, di Padalarang orang bicara soal pabrik dan shift malam.

Baca Juga: Jejak Sejarah Peuyeum Bandung, Kuliner Fermentasi Sunda yang Bertahan Lintas Zaman

Kawasan industri ini berkembang karena posisi geografisnya strategis: lahan luas, relatif datar, harga tanah murah, dan dekat jalur antarkota. Tapi harga pembangunan selalu datang bersama tagihannya. Perlahan-lahan sawah berubah jadi gudang, kolam ikan jadi pabrik, dan udara yang dulu berembun kini bercampur asap knalpot truk pengangkut bahan baku.

Industrialisasi membawa pekerjaan, tapi juga membawa pendatang. Di Cimareme, wajah-wajah baru bermunculan: dari pekerja pabrik, pedagang, hingga pemilik toko modern. Dinamika sosial pun berubah. Warga lama yang tak ikut arus industri menjadi penonton, melihat tanahnya disulap jadi kawasan pabrik yang menjulang.

Sementara di sisi lain, Padalarang punya sisi gelap yang lebih tua dari pabrik: tambang karst Citatah. Di sinilah gunung-gunung kapur berdiri seperti tulang belulang purba yang ironisnya pelan-pelan digerogoti. Kawasan ini terbentuk sejak 25 juta tahun lalu, dari dasar laut purba yang terangkat ke permukaan. Kini, hamparan karst itu menjadi tambang batu kapur, bahan utama semen, kertas, dan bangunan.

Kegiatan tambang di Citatah mulai masif sejak 1980-an, dan hingga kini tetap menjadi denyut ekonomi warga. Tapi denyut itu juga membawa luka. Gunung Pabeasan misalnya, kini terlihat compang-camping, digali setiap hari dengan alat berat dan peledakan. Debu kapur menyelimuti rumah, jalan, bahkan paru-paru warga. Kasus infeksi saluran pernapasan meningkat, tapi tambang tak berhenti.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Pencemaran udara di kawasan Citatah, Padalarang. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Pencemaran udara di kawasan Citatah, Padalarang. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)

Pemerintah Jawa Barat sempat menutup 13 tambang ilegal di Bandung Barat pada Juni 2025, tapi penambangan tak resmi itu seperti jamur di musim hujan yang hilang sebentar, tumbuh lagi di tempat lain. Pengusaha tambang legal protes karena persaingan tak sehat. Para pekerja protes karena kehilangan pekerjaan. Sementara Gunung Pabeasan tetap memutih, menunggu giliran runtuh.

Ironinya, kawasan tambang ini berdampingan dengan situs prasejarah Gua Pawon. Di satu sisi, manusia purba dipelajari untuk memahami asal-usul manusia; di sisi lain, warisan alam yang melahirkan mereka terus digerus dengan dinamit. Museum Geologi dan para arkeolog sudah lama mendorong Citatah menjadi kawasan konservasi, tapi kepentingan ekonomi selalu punya suara lebih keras daripada suara burung di pagi hari.

Tapi Padalarang tak berhenti di batu dan debu. Sejak tahun 2000, kawasan ini juga menjadi tempat lahirnya Kota Baru Parahyangan (KBP), sebuah kota mandiri seluas 1.250 hektar, hasil karya PT Lyman Property. Dengan desain modern, KBP tampil seperti antitesis dari Padalarang lama: rapi, hijau, penuh taman, dan tentu saja mahal.

Baca Juga: Wajit Cililin, Simbol Perlawanan Kaum Perempuan terhadap Kolonialisme

Kota Baru Parahyangan punya danau buatan, sekolah internasional, museum, dan bahkan miniatur tata kota bergaya Eropa. Kalau kawasan industri di Cimareme menandakan wajah keras Padalarang, maka KBP adalah wajah yang tersenyum rapi untuk brosur properti. Di sini, cerita kolonial dan industrial berpadu dengan semangat urban kelas menengah yang sedang tumbuh.

Padalarang dengan segala lapisan waktunya, seperti potongan geologis kehidupan manusia: dari gua purba, rel kolonial, pabrik, tambang, hingga kota mandiri. Ia selalu berubah tapi tak pernah benar-benar lepas dari masa lalunya. Satu-satunya yang tak berubah adalah bau debu kapur yang selalu menempel di udara, sebagai pengingat bahwa setiap zaman punya caranya sendiri untuk menggali bumi, entah untuk bertahan hidup atau sekadar membangun mal baru.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from CafƩ (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu CafƩ di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ā€˜Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)