Ilustrasi. Pemulihan Aceh dan Sumatra membutuhkan energi besar dan napas panjang. Bantuan logistik hanyalah langkah awal. (Sumber: EIGER Adventure)

Ayo Biz

Ketika Banjir dan Longsor Menguji, Kepedulian Sosial dan Ekologis Menjadi Fondasi Pemulihan Sumatra

Senin 22 Des 2025, 17:37 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Banjir dan longsor yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah di Sumatra pada Desember lalu menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Ribuan jiwa kehilangan orang terkasih, ratusan masih dalam pencarian, dan hampir satu juta warga terpaksa mengungsi dari rumah mereka.

Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata betapa rapuhnya kehidupan ketika alam yang rusak tak lagi mampu menahan derasnya air dan longsoran tanah.

Di tengah kepanikan dan duka, kebutuhan dasar menjadi hal yang paling mendesak. Pangan, air bersih, layanan kesehatan, hingga pakaian layak menjadi penopang utama bagi para penyintas yang kehilangan segalanya.

Di posko pengungsian, wajah-wajah lelah dan mata yang penuh kecemasan menanti uluran tangan, menanti tanda bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi bencana.

Dalam situasi seperti ini, hadirnya solidaritas lintas sektor menjadi penentu. Salah satu contoh kecil datang dari EIGER Adventure melalui kampanye EIGER Share. Perusahaan ini menyalurkan sekitar 5 ton pakaian baru.

Lebih dari 19.000 potong jaket, kaos, kemeja, dan tas, di luar ribuan paket sembako yang turut disalurkan bersama mitra. Bantuan ini bukan hanya logistik, melainkan simbol empati yang menyampaikan pesan bahwa ada harapan di tengah keterpurukan.

Bantuan tahap pertama diberangkatkan melalui Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, menuju wilayah terdampak di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Jaringan relawan dan mitra di lapangan memastikan agar bantuan diterima secara tepat sasaran. Di balik perjalanan panjang itu, ada semangat untuk menembus keterisolasian, menjangkau mereka yang paling membutuhkan.

Selama 36 tahun tumbuh dari kecintaan pada alam dan petualangan, brand ini menempatkan kepedulian sebagai bagian dari identitasnya. Semangat “Do Good, Do Better” menjadi pengingat bahwa kepedulian tidak berhenti pada slogan, melainkan diwujudkan dalam aksi nyata yang berdampak.

Dalam proses penyaluran bantuan, EIGER Adventure berkolaborasi dengan berbagai pihak lintas sektor. WWF, National Geographic, Atjeh Connection, Kitabisa, BenihBaik, Gerakan Anak Negeri, hingga kementerian seperti KLHK, Kemenko PMK, dan KKP turut terlibat. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa respons kemanusiaan tidak bisa berjalan sendiri, melainkan harus terkoordinasi agar cepat dan efektif.

Direktur PT Eigerindo Multi Produk Industri, Imanuel Wirajaya, menegaskan bahwa kehadiran EIGER Adventure berangkat dari nilai empati dan tanggung jawab sebagai brand lokal Indonesia.

“Di tengah situasi bencana, yang paling dibutuhkan adalah kehadiran dan empati. Melalui kampanye ini, kami berupaya memastikan bahwa bantuan yang kami salurkan bukan sekadar barang, tetapi juga pesan bahwa para penyintas tidak sendiri. Ini adalah bagian dari tanggung jawab kami sebagai brand yang tumbuh bersama masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Kehadiran sektor bisnis dalam bencana memang sering dianggap kecil dibandingkan peran pemerintah atau lembaga kemanusiaan. Namun, kontribusi seperti ini menjadi fondasi penting dalam membangun solidaritas. EIGER hanyalah satu ilustrasi dari bagaimana dunia usaha bisa hadir, memberi dukungan moral, dan memantik kepedulian lebih luas.

Di sisi lain, pemulihan Aceh dan Sumatra membutuhkan energi besar dan napas panjang. Bantuan logistik hanyalah langkah awal. Setelah air surut dan tanah kembali tenang, pekerjaan besar menanti untuk membangun rumah, memulihkan sekolah, menghidupkan kembali ekonomi lokal, dan yang tak kalah penting, memulihkan trauma psikologis para penyintas.

Relawan yang berada di garis depan juga menghadapi risiko besar. Mereka menembus daerah terisolasi, menghadapi cuaca ekstrem, dan berhadapan dengan keterbatasan logistik. Bantuan yang datang bukan hanya untuk penyintas, tetapi juga menjadi dukungan moral bagi para relawan yang mempertaruhkan keselamatan demi orang lain.

Di balik tragedi ini, isu lingkungan kembali mencuat. Indonesia masih menghadapi persoalan serius terkait deforestasi dan alih fungsi lahan. KLHK mencatat deforestasi netto mencapai 175 ribu hektare pada 2024. Angka ini menunjukkan betapa rentannya ekosistem kita terhadap bencana hidrometeorologi.

Kerusakan hutan membuat tanah kehilangan daya serap. Sungai meluap, longsor mudah terjadi, dan banjir menjadi ancaman rutin. Bencana di Sumatra bukan hanya akibat curah hujan ekstrem, tetapi juga cermin dari lemahnya pengelolaan lingkungan.

Global Forest Watch melaporkan kehilangan hutan alam Indonesia mencapai 260 ribu hektare pada 2024. Angka ini memperkuat fakta bahwa bencana tidak bisa dilepaskan dari krisis ekologi. Tanpa hutan, tanpa vegetasi penyangga, masyarakat di hilir menjadi korban pertama.

Dalam konteks ini, aksi kemanusiaan pascabencana harus berjalan beriringan dengan komitmen menjaga lingkungan. Bantuan logistik memang penting, tetapi tanpa perbaikan tata kelola hutan dan lahan, tragedi serupa akan terus berulang.

Sektor bisnis memiliki peran strategis. Selain menyalurkan bantuan, mereka bisa mendorong praktik berkelanjutan, mengedukasi masyarakat, dan mendukung program rehabilitasi lingkungan. EIGER, dengan identitasnya yang berakar pada alam, ingin menunjukkan bahwa kepedulian terhadap manusia tidak bisa dipisahkan dari kepedulian terhadap bumi.

Sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci pemulihan berkelanjutan. Tanpa kolaborasi, pemulihan akan berjalan lambat dan tidak menyentuh akar masalah. Solidaritas kemanusiaan harus diiringi dengan solidaritas ekologis.

Sejak awal, EIGER percaya bahwa menjaga alam tidak bisa dipisahkan dari menghargai manusia. Nilai ini menuntun langkah mereka untuk terus berkontribusi secara konsisten, membangun kepedulian berkelanjutan, agar alam dan manusia dapat berjalan beriringan dalam harmoni.

Bencana di Sumatra menjadi alarm keras. Ia mengingatkan bahwa pembangunan yang mengabaikan lingkungan hanya akan melahirkan tragedi. Kepedulian sosial dan kepedulian ekologis harus menjadi satu kesatuan.

“Karena itu, kepedulian terhadap sesama adalah bagian yang tidak terpisahkan dari cara kami memaknai hubungan manusia dengan alam. Bantuan ini merupakan bentuk solidaritas kami di saat masyarakat membutuhkannya," pungkas Imanuel.

Alternatif kebutuhan tanggap bencana atau produk serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/1gBl7iPXgw
  2. https://s.shopee.co.id/30h8iCfnJh
  3. https://s.shopee.co.id/2g4IJQGIxk
  4. https://s.shopee.co.id/AAAJFGzKui
  5. https://s.shopee.co.id/8zyLr5Uq1F
Tags:
deforestasiSumatraAcehpenyaluran bantuantragedi kemanusiaan

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor