Arah pembangunan Jawa Barat kini difokuskan pada sinergi antara ekonomi biru dan industri 5.0 sebagai fondasi baru untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Jawa Barat Menuju 2029: Sinergi Ekonomi Biru, Industri 5.0, dan Pemerintahan Progresif untuk Pertumbuhan Inklusif

Senin 10 Nov 2025, 19:25 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Jawa Barat tengah menapaki jalur transformasi ekonomi yang ambisius dan strategis. Melalui kolaborasi antara Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, arah pembangunan kini difokuskan pada sinergi antara ekonomi biru dan industri 5.0 sebagai fondasi baru untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Seminar Nasional bertajuk “Memperkuat Fondasi Ekonomi Biru dan Industri 5.0 untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi”, yang digelar dalam rangkaian West Java Economic Society (WJES) 2025 pada Senin, 10 November 2025, menjadi titik temu penting bagi para pemangku kepentingan untuk menyatukan visi dan strategi.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan bahwa tugas pemerintah adalah mensejahterakan masyarakat melalui pembangunan, pemberdayaan, dan keadilan. “Harapan kami di 2029 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mudah-mudahan kita ikhtiarkan, kita upayakan dengan keras bisa menembus 8%. Itu berat banget tapi kami optimis,” ungkap Herman.

Optimisme ini bukan tanpa dasar. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada kuartal ketiga 2025, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 5,2%, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 5,04%. Meski terkoreksi dari kuartal sebelumnya, pemerintah tetap menargetkan angka 5,5% di akhir tahun. “Kami dorong bisa naik ke 5,5% di akhir tahun 2025 ini,” lanjut Herman.

Herman menjelaskan, ada empat variabel utama menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di antaranya government spending, konsumsi, investasi, dan ekspor. Dari sisi belanja pemerintah, Herman menyebut bahwa realisasi pendapatan daerah telah menembus 81,22%, sementara belanja mencapai 72,67% dari total APBD sebesar Rp32 triliun. “Kami tidak main-main dengan government spending. Kami tongkrongin siap setiap hari,” katanya.

Belanja pemerintah yang efektif diyakini mampu menggerakkan roda ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan perputaran barang dan jasa. Pemerintah juga, lanjut Herman, mengawal realisasi belanja di 27 kabupaten/kota melalui 37 OPD yang ditugaskan sebagai liaison officer. “Itu keserusan kami karena target 5,5 di akhir tahun ini kan harus logis juga, harus masuk akal, harus diikhtiarkan,” tambah Herman.

Dari sisi konsumsi, kata Herman, inflasi Jawa Barat yang berada di angka 2,63% masih dalam koridor aman, menjaga daya beli masyarakat. “Apabila harga-harga terjangkau maka daya beli akan terjaga. Dan apabila daya beli terjaga, tingkat konsumsi akan meningkat,” jelas Herman.

Herman juga mengatakan, investasi di Jawa Barat juga menunjukkan tren positif. Realisasi investasi Jawa Barat hingga kuartal ketiga mencapai Rp218,2 triliun, menjadikannya provinsi dengan capaian tertinggi di Indonesia. “Ini pun sama, bukti bahwa kami sangat membuka investasi. Tentu dengan catatan memperhatikan keberlanjutan dan pemerataan investasi yang inklusif,” ujar Herman.

Ekspor menjadi variabel terakhir yang menopang pertumbuhan. Herman menyebutkan,Jawa Barat mencatat surplus perdagangan sebesar USD 12 miliar dengan Amerika Serikat, menunjukkan daya saing ekspor yang kuat. “Jadi overall terkait LPE apabila sekarang ada di kisaran 5,20, tu karena dikontribusi oleh empat variabel tersebut,” jelas Herman.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Barat, Muhamad Nur, turut menegaskan bahwa Jawa Barat telah berada di jalur yang tepat dalam pertumbuhan ekonominya. Ia optimis bahwa potensi ekonomi Jawa Barat di akhir tahun 2025 akan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, terutama jika sinergi antar lembaga terus diperkuat dan diarahkan pada strategi yang tepat.

“Di dalam konteks WJES 2025 sebenarnya Jawa Barat sudah berada di dalam track yang benar. On the track di dalam pertumbuhan perekonomiannya,” ujar Nur.

Melalui WJES 2025, BI bersama ISEI berkomitmen untuk terus memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemprov Jawa Barat demi mendukung visi “Jabar Istimewa” dan target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029. “Kami, Bank Indonesia, ISEI sama-sama bagaimana juga terus memberikan masukan rekomendasi agar upaya mengejar Jabar Istimewa bisa diupayakan dan coba kita kejar,” tambah Nur.

Apalagi stabilitas makroekonomi, kata Nur, menjadi fondasi utama dalam mendorong pertumbuhan. Nur juga menyoroti pentingnya menjaga inflasi dalam rentang yang ditetapkan pemerintah melalui koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan high-level meeting lintas kabupaten/kota.

“Kita jaga bagaimana supaya harga-harga di Jabar ini naiknya terkendali di dalam range yang ditetapkan oleh pemerintah targetnya,” jelas Nur.

Tak hanya itu, menjelang akhir tahun, Nur mengungkapkan, BI bersama pemerintah daerah siap melakukan berbagai langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas harga, terutama menghadapi momen Natal dan tahun baru.

“Kita menjamin kelancaran transportasi dan kita juga menjamin kepada masyarakat ini dengan berbagai informasi-informasi layanan masyarakat yang mencukupi sehingga tidak terjadi asimetri informasinya,” ujar Nur.

Selain menjaga stabilitas harga, BI juga mendorong sektor perbankan untuk meningkatkan pembiayaan, terutama kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Kami dari Bank Indonesia bersama OJK dan juga bersama perbankan terus melakukan koordinasi agar dorongan terhadap kegiatan pembangunan bisa tersedia dengan baik,” kata Nur.

Senada, Ketua ISEI Cabang Bandung, Prof. Martha Fani Cahyandito, menyoroti pentingnya WJES sebagai saluran strategis untuk menjembatani kebijakan makro dengan implementasi mikro yang inklusif. Ia juga menekankan bahwa pembangunan harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir pihak.

“Acara WJES 2025 ini dapat memberikan kemungkinan positif insyaallah, untuk menggerakkan ekonomi di Jawa Barat,” ujar Prof. Fani.

Prof. Fani juga menyoroti disparitas antara wilayah utara dan selatan Jawa Barat, serta pentingnya Call for Recommended Paper (CFRP) sebagai instrumen untuk menjaga momentum pembangunan. “Mudah-mudahan, gelondongan kue ekonomi yang demikian masif dan besar bisa dikawal inklusif dan merata,” katanya.

Prof. Fani mengakui, kolaborasi antara Bank Indonesia, ISEI, dan Pemprov Jabar tahun ini semakin intensif, mulai dari diskusi awal hingga pendampingan penulisan paper rekomendatif. Buktinya, Sarasehan ekonomi pun diperluas ke dua titik sebagai bentuk komitmen terhadap pemerataan gagasan dan partisipasi publik.

“Kalau tahun-tahun sebelumnya keterlibatan Pemprov Jawa Barat di ujung saja tetapi di tahun ini, kolaborasi itu semakin intensif,” jelas Prof. Fani.

Dengan pendekatan pentahelix yang melibatkan akademisi, pemerintah, industri, media, dan masyarakat, Prof. Fani meyakini, WJES dapat menjadi platform strategis untuk akselerasi pembangunan.

“InsyaAllah upaya ini semua untuk masyarakat Jawa Barat. Dan kita punya semua semangat yang sama, walaupun ada kritik-kritik yang insyaAllah konstruktif juga,” pungkas Prof. Fani.

Alternatif produk literasi ekonomi atau kebutuhan serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/8KhaFL9t30
  2. https://s.shopee.co.id/1VrG6qHAQP
  3. https://s.shopee.co.id/1qU6VYDXkE
  4. https://s.shopee.co.id/AA9EQth9H5
Tags:
WJESWest Java Economic Societypertumbuhan ekonomiindustri 5.0ekonomi biruJawa Barat

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor