AYOBANDUNG.ID - Per 1 Juni 2025, pelajar di Jawa Barat tak lagi bebas beraktivitas di luar rumah setelah pukul sembilan malam. Pemerintah daerah menetapkan jam malam. Tapi seperti banyak aturan yang diterapkan dari atas, realisasinya di lapangan tak sesederhana yang dibayangkan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali membuat gebrakan di dunia pendidikan. Melalui Surat Edaran Nomor 51/PA.03/Disdik, ia menerapkan kebijakan jam malam bagi pelajar: mulai pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB, siswa dari semua jenjang pendidikan dilarang berkeliaran di luar rumah, kecuali untuk kepentingan pendidikan, keagamaan, atau ekonomi mendesak—dan itu pun harus didampingi orang tua.
“Jam malam pelajar mulai diberlakukan pada Juni 2025, dengan pembatasan aktivitas siswa di luar rumah sejak pukul 21.00 hingga 04.00 WIB,” ujar Dedi dalam keterangan pers di Bandung, Minggu, 1 Juni 2025.
Kebijakan ini bukan yang pertama dari Gubernur Dedi. Sejak awal masa jabatannya, ia dikenal gemar menyentuh isu pendidikan secara langsung dan kerap memantik pro-kontra. Sebelum ini, ia telah menetapkan jam masuk sekolah pukul 06.00 pagi, melarang siswa SD dan SMP membawa ponsel dan motor ke sekolah, serta menghapus praktik wisuda dan study tour di semua jenjang pendidikan.
Belakangan, ia bahkan menghapus pekerjaan rumah (PR) demi menyesuaikan dengan kebijakan jam malam. Menurutnya, pembatasan jam malam seharusnya tidak menghambat proses belajar-mengajar. Maka, PR pun ditiadakan agar pelajar tidak merasa tertekan dengan tugas sepulang sekolah.
Kebijakan jam malam ini adalah satu dari banyak langkah yang diklaim Gubernur Dedi sebagai upaya membentuk “Generasi Panca Waluya Jawa Barat Istimewa”. Namun dalam praktiknya, pelaksanaannya tidak semudah membuat surat edaran.
Sejumlah kepala daerah menyatakan mendukung kebijakan tersebut. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, termasuk yang menyambutnya secara terbuka.
“Kalau Pak Gubernur sudah memerintahkan, kami akan menunggu surat resminya. Begitu terbit, penegakan jam malam akan kami laksanakan bersama setiap malam,” kata Farhan, Selasa, 27 Mei 2025.
Farhan berkata, patroli akan dilakukan oleh warga setempat yang diperkuat Satpol PP tingkat kecamatan. Tempat-tempat keramaian akan diawasi. Bila ditemukan pelajar berkeliaran setelah jam 9 malam, mereka akan dibina dan diminta pulang, tanpa tindakan represif.
“Tidak ada penindakan, hanya pembinaan,” katanya
Tapi, survei lapangan pada hari pertama pemberlakuan aturan menunjukkan gambaran berbeda. Malam 2 Juni 2025, suasana kawasan Braga dan Jalan Asia Afrika, Bandung, tak tampak berubah. Anak-anak muda, termasuk yang masih duduk di bangku SMP dan SMA, tetap memenuhi trotoar, kafe, dan minimarket. Mereka berjalan, duduk-duduk, atau sekadar memesan jajanan.
Seorang pelajar SMP kelas 3 mengaku baru mengetahui soal aturan itu. “Aturan jam malam? Aku baru tahu,” ujarnya dengan polos. Meski kaget, dia tak langsung menolak. “Iya, waktu nongkrong jadi berkurang. Soalnya biasa main malam.”
Bagi remaja seumurannya, malam hari adalah waktu langka untuk berkumpul dan bersosialisasi di tengah rutinitas sekolah yang padat. “Saya juga kadang kalau nongkrong sama temen malam sambil ngerjain tugas,” tambahnya.
Kandayu Wastu Kencana, pelajar SMA di Kota Bandung, juga punya pendapat serupa. Ia merasa terbatasi. “Siang sore kan sekolah, sisanya nongkrong,” katanya. Jika memang diminta pulang oleh petugas, ia tak akan melawan. “Ya pulang mah pulang, jangan diamankan sama petugas. Tidak dengan kekerasan.”
Razia, Patroli, dan Edukasi
Walau pada hari pertama penertiban belum tampak masif, patroli mulai berjalan di hari-hari selanjutnya. Petugas gabungan dari Satpol PP, Linmas, polisi, dan perwakilan sekolah melakukan patroli di sejumlah titik di Kota Bandung.
Wilayah Cilaki, Cihapit, hingga Jalan Riau menjadi sasaran. Tempat-tempat yang biasa dipadati anak muda seperti taman kota, kedai kopi, dan kafe disisir untuk memastikan pelajar tidak melanggar aturan jam malam.
Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Budi Sartono, menyatakan bahwa pendekatan saat ini bersifat edukatif. “Sesuai surat edaran Gubernur, pelajar SD, SMP, SMA, dan SMK dilarang keluyuran di luar rumah dari pukul 21.00 WIB sampai 04.00 WIB,” katanya.
Jika pelanggaran terus terjadi, pendekatan bisa berubah. Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menyebut, “Kalau sudah berkali-kali, mungkin kita akan panggil orang tuanya.”
Kota Cimahi juga sudah mulai menerapkan razia. Pada 1 Juni 2025, belasan pelajar terjaring operasi gabungan. Mereka diminta pulang dan diberi edukasi. Wali Kota Cimahi, Ngatiyana, mengklaim mayoritas pelajar di Cimahi sudah terbiasa pulang sebelum pukul 21.00. Namun, ia tetap menekankan pentingnya patroli.
“Kita masih mengaktifkan Satgas Premanisme. Mereka melaksanakan operasi siang maupun malam,” ucapnya.
Di Kabupaten Bandung, Polresta Bandung menggelar patroli sejak 1 Juni malam. Sasaran mereka adalah warnet, tempat game, dan minimarket yang biasa menjadi titik berkumpul anak muda. Kompol Aep Suhendi dari Polresta Bandung menjelaskan bahwa pendekatan dilakukan secara persuasif. “Mereka langsung diberikan imbauan dan diarahkan untuk pulang,” katanya.

Di atas kertas, kebijakan jam malam bagi pelajar adalah langkah untuk menciptakan ruang yang lebih aman bagi generasi muda: mencegah kenakalan remaja, mengurangi risiko tawuran, serta memastikan pelajar cukup istirahat untuk belajar keesokan harinya. Beberapa pelajar pun setuju dengan tujuan itu.
“Saya mungkin lebih bagus di rumah, karena kalau keluyuran sampai malam bisa jadi sekolahnya besok kesiangan,” kata seorang pelajar asal Cianjur yang sedang liburan di Bandung.
Di sisi lain, banyak pelajar menganggap aturan ini terlalu ketat dan tidak mempertimbangkan dinamika kehidupan remaja. Aktivitas belajar kelompok, kegiatan organisasi, bahkan sekadar bersosialisasi dengan teman kerap dilakukan malam hari. Bagi mereka, pembatasan ini berarti hilangnya ruang ekspresi di luar sekolah.