Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Jumat 21 Nov 2025, 17:55 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Bandung selalu punya cara untuk dirindukan. Kota ini bukan sekadar ruang geografis, melainkan lanskap emosional yang terus hidup dalam ingatan.

Lagu-lagu tentang Bandung lahir dari berbagai generasi dari Mocca dengan nuansa pop manis, The Panas Dalam dengan satire khas Pidi Baiq, Yura Yunita dengan balada penuh perasaan, hingga Fiersa Besari yang menulis Bandung sebagai ruang renjana.

Bahkan jauh sebelumnya, Ismail Marzuki mengabadikan “Halo-halo Bandung” sebagai simbol perjuangan, sementara Wieteke van Dort menyanyikan “Hallo Bandoeng” dengan nostalgia. Semua itu menegaskan satu hal yaitu Bandung adalah kota yang selalu menjadi inspirasi.

Namun, inspirasi tidak hanya lahir dari panggung musik. Di era digital, Bandung juga direkam melalui tulisan-tulisan personal para blogger. Komunitas Blogger Bandung atau Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat itu. Mereka bukan sekadar menulis, melainkan merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.

“Blogger BDG adalah wadah para blogger di Bandung dan sekitarnya. Siapa pun boleh bergabung asal berdomisili atau beraktivitas di Bandung dan sekitarnya,” kata Tian, pengurus Blogger Bandung.

Komunitas ini resmi berdiri pada 12 Juni 2014, meski logonya sudah diperkenalkan sejak 27 Oktober 2013. Pengurus pertama diresmikan pada 9 Desember 2015.

Sejak saat itu, Blogger BDG menjadi ruang pertemuan ide, cerita, dan semangat. Tidak hanya di dunia maya, mereka juga meneguhkan eksistensi di dunia nyata dengan menerbitkan sebuah buku yang berisi kompilasi tulisan para anggotanya.

“Kami juga menerbitkan buku. Buku ini berisikan tulisan para anggotanya di blog masing-masing tentang Bandung yang mereka kenal,” lanjut Tian.

Buku itu dibagi dalam bab tematik: Bandungku, Bandung Kota Sejarah, Bandung Kota Wisata, Bandung Kota Renjana, Bandung Kota Budaya, dan Bandung Kota Kuliner. Setiap bab menjadi mosaik yang memperlihatkan wajah Bandung dari sudut pandang berbeda.

Bandung memang dikenal sebagai kota seribu wajah. Dalam bab Bandungku, terdapat tulisan tentang Marquis Tokugawa, ilmuwan Jepang keturunan pendiri Shogun yang pernah berkunjung ke Bandung pada 1929. Sementara para blogger menulis tentang Bandung apa adanya, dengan segala kehangatan dan kerumitannya.

Bab Bandung Kota Sejarah menampilkan kisah Stasiun Bandung, Mushala di mall, sejarah Jalan Ciateul, Laswi Heritage, hingga Pasar Cihapit. Semua ditulis dengan gaya personal yang membuat sejarah terasa dekat.

Bab Bandung Kota Wisata mengajak pembaca menjelajahi museum geologi, peninggalan Bosscha, masjid bernuansa oriental, hingga wisata alam Ciwidey. Sementara bab Bandung Kota Renjana menghadirkan sisi romantis kota ini, seperti pengalaman menginap di hotel berbintang, glamping di utara Bandung, hingga kisah-kisah yang menyalakan rasa.

Bab Bandung Kota Budaya menyoroti Asia African Carnival, kampung wisata Quran, pameran seni, hingga sejarah Braga yang tak lekang oleh waktu. Dan sebagai penutup, bab Bandung Kota Kuliner menghadirkan cerita tentang leunca, es campur Pa’ Oyen, serta kuliner khas yang selalu menggoda.

“Memang semua tulisan itu tidak mencakup keseluruhan tentang kota Bandung yang begitu kompleks dan selalu berganti wajah. Setiap tahun selalu saja ada perubahan dari segi kuliner dan tempat wisata, tetapi tidak menghilangkan sejarah yang pernah ada,” kata Tian.

Tian juga menegaskan bahwa Bandung adalah kota yang terus bergerak, namun tetap menyimpan jejak yang layak dirawat. Buku “BANDUNG: Kota Sejarah-Wisata-Renjana-Budaya-Kuliner” diterbitkan oleh ITB Press pada Hari Kemerdekaan Indonesia.

Momentum itu bukan kebetulan, melainkan simbol cinta 23 blogger terhadap kota tempat mereka berdomisili dan berkarya. Buku setebal 136 halaman ini merupakan kompilasi tulisan personal yang sebelumnya dipublikasikan di blog masing-masing. Sebuah karya yang lahir dari semangat komunitas, bukan sekadar individu.

Data resmi dari Open Data Kota Bandung mencatat bahwa subsektor literasi dan konten digital di Bandung terus tumbuh. Sepanjang 2024, puluhan kegiatan kreatif berlangsung di Bandung Creative Hub, dengan dominasi pada literasi, konten digital, dan seni pertunjukan.

Fakta ini menunjukkan bahwa ruang ekspresi warga Bandung semakin luas, dan komunitas seperti Blogger BDG menjadi bagian penting dari ekosistem kreatif kota.

Buku tersebut kemudian dibedah di House of Tjihapit sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-10 Blogger BDG. Acara itu bukan sekadar bedah buku, melainkan perayaan eksistensi komunitas yang telah bertahan satu dekade.

Di tengah derasnya arus media sosial, Blogger BDG tetap memilih jalan literasi Panjang melalui menulis, merawat cerita, dan membangun ruang kebersamaan.

Semangat komunitas ini menjadi relevan dengan kondisi Bandung hari ini. Kota yang terus berkembang, menghadirkan wajah baru setiap tahun, membutuhkan ruang dokumentasi yang jujur dan personal.

Blogger BDG menjawab kebutuhan itu dengan tulisan yang lahir dari pengalaman langsung, bukan sekadar liputan formal. Mereka menulis dengan hati, dan itulah yang membuat karya mereka bertahan.

Tak hanya menjadi sebuah komunitas, Blogger BDG adalah gerakan kultural. Mereka membuktikan bahwa menulis masih punya tempat di era visual. Bahwa blog, meski dianggap “usang” oleh sebagian orang, tetap menjadi ruang refleksi yang mendalam. Eksistensi mereka adalah perlawanan terhadap instan, sekaligus pengingat bahwa kota seperti Bandung layak dirawat dengan kata-kata.

Di balik semua itu, ada semangat menjaga eksistensi. Komunitas ini tidak hanya berkumpul untuk menulis, tetapi juga untuk saling menguatkan. Mereka merayakan ulang tahun, menerbitkan buku, mengadakan diskusi, dan terus membuka pintu bagi siapa pun yang ingin bergabung. Eksistensi mereka adalah hasil dari kebersamaan, bukan sekadar kerja individu.

Bandung, dengan segala kompleksitasnya, memang tidak bisa ditulis tuntas dalam satu buku. Tetapi upaya komunitas Blogger BDG menunjukkan bahwa kota ini bisa dirawat melalui tulisan-tulisan kecil yang jujur. Bahwa setiap warga punya hak untuk merekam kotanya, dan komunitas adalah ruang untuk melakukannya bersama-sama.

“Ya intinya kita di Blogger BDG tuh bukan cuma soal nulis di blog aja, tapi soal bareng-bareng ngejaga semangat. Kadang kita kumpul, kadang bikin acara, kadang ya sekadar ngobrol ngalor-ngidul. Tapi dari situ lahir banyak cerita, bahkan sampai jadi buku. Selama masih ada yang mau berbagi cerita tentang Bandung, komunitas ini bakal terus hidup,” pungkas Tian.

Alternatif produk literasi seputar Bandung atau kebutuhan serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/9pWfTnbyR8
  2. https://s.shopee.co.id/3fw28PEg3D
  3. https://s.shopee.co.id/8Khrh4pTAc
Tags:
Bandungkomunitasliterasikonten digitalBlogger BDG

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor