AYOBANDUNG.ID - Pengadaan tablet senilai Rp850 juta untuk 50 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) dijadwalkan rampung pada Juli 2025. Meski dilakukan di tengah seruan penghematan belanja dari pemerintah pusat, proyek ini nyaris tak menemui hambatan berarti.
“Ini skema E-katalog, jadi mungkin rampung Juli 2025,” kata Sekretaris DPRD KBB Rony Rudyana saat dikonfirmasi, Rabu, 4 Juni 2025. Ia menjelaskan bahwa dana pengadaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 dan saat ini masih dalam tahap pengecekan kesesuaian barang.
Rony berujar, pengadaan tablet ini sudah dirancang sejak 2024 dan dilakukan bukan semata demi kenyamanan, melainkan efisiensi jangka panjang. Ia menyebut bahwa perangkat tersebut bukan iPad, melainkan tablet Samsung, yang dibutuhkan untuk mengurangi ongkos penggandaan dokumen dan menghindari berkas tercecer. "Pengadaan ini justru untuk efisiensi jangka panjang," ujarnya.
Tapi, efisiensi versi DPRD ini mengundang sorotan. Dengan anggaran sebesar itu, masing-masing anggota dewan akan mendapat tablet seharga sekitar Rp17 juta setelah dipotong pajak dan keuntungan penyedia.
Ketua DPRD KBB Muhammad Mahdi mengaku tak mempersoalkan merek tablet yang dibeli. “Yang penting nilai gunanya. Misalnya punya memori besar untuk menyimpan data, serta chipset unggul agar tak lemot,” katanya.
Ia berdalih bahwa pembelian ini akan menghemat pengeluaran kantor dewan untuk kebutuhan fotokopi, yang menurutnya bisa mencapai Rp40–50 juta per tahun per anggota. “Nilai itu sama dengan dua unit tablet. Jadi mending kita belikan saja masing-masing satu supaya menghemat jangka panjang,” tambah Mahdi.
Pernyataan ini seolah ingin membalikkan narasi: alih-alih boros, DPRD tengah menjalankan penghematan. Tapi tak semua pihak sependapat.
Kritik terhadap Waktu dan Sensitivitas
Rencana pengadaan tablet ini muncul hanya beberapa bulan setelah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD.
Dalam aturan itu, pemerintah pusat secara eksplisit menekankan pentingnya penghematan anggaran demi optimalisasi pembangunan yang berdampak langsung ke masyarakat.
Dalam konteks tersebut, pengadaan tablet bernilai hampir Rp1 miliar bagi wakil rakyat lokal dinilai mencerminkan kepekaan yang tumpul. Kritik paling tajam datang dari Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Bandung Barat, Sulaeman As Shaleh. Ia menilai kebijakan itu tidak mencerminkan prioritas publik, apalagi dilakukan di tengah tekanan ekonomi yang dialami warga.
“Pengadaan tablet untuk 50 anggota dewan dengan anggaran sebesar itu jelas mencerminkan prioritas yang keliru,” kata Sulaeman. “Di saat masyarakat bergelut dengan tekanan ekonomi, DPRD justru sibuk membelanjakan uang rakyat untuk gadget baru yang tak mendesak.”
Sulaeman juga menyinggung latar belakang politik Mahdi sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai yang dikenal mengusung nilai-nilai kesederhanaan. “Justru karena berasal dari partai yang mengklaim menjunjung nilai-nilai kesederhanaan, keputusan seperti ini menjadi ironi,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa perkara ini bukan semata soal perangkat elektronik, melainkan soal integritas dan konsistensi citra politik.
Kritik lain diarahkan pada proses pengadaan yang dinilai minim partisipasi publik dan tanpa kajian obyektif yang terbuka. “Jika memang ada kebutuhan teknologi untuk menunjang kerja dewan, seharusnya ada kajian matang dan terbuka. Jangan sampai masyarakat melihat DPRD sebagai lembaga yang abai terhadap realitas sosial,” tambahnya.
Ia mendesak agar DPRD membatalkan rencana tersebut dan mengalokasikan anggaran untuk program-program yang lebih menyentuh kebutuhan masyarakat. “Setiap rupiah dari anggaran publik harus dipertanggungjawabkan. Bukan untuk gaya hidup pejabat, tapi untuk kesejahteraan rakyat,” kata dia.