Jakarta sebagai kota kelahiran saya tentu sangat melekat di memori akan modernisasi transportasinya, hampir semua angkutan umum sudah terintegrasi, dari angkutan kota, Bus Transjakarta, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), serta Kereta Rel Listrik (KRL).
Dari ponsel, saya bisa melihat posisi kendaraan, rute, dan estimasi waktu tiba. Pengalaman menggunakan transportasi di Jakarta cukup membuka mata, pelayanan transportasi yang mudah dicapai akan memudahkan aktivitas kita. Bandung sebagai tempat saya menuntut ilmu di Telkom University juga memiliki wacana Angkot Pintar, terbayang harapan kemudahan transportasi di Jakarta akan saya dapatkan juga di kota ini.
Bandung menurut saya sudah sepatutnya membutuhkan layanan angkutan umum yang terintegrasi dan lebih teratur. Banyak pendatang atau traveller di Bandung yang mengeluhkan kemacetan dan keruwetan jalanan Kota Bandung, kebanyakan warga, terutama pelajar dan pekerja, masih mengandalkan angkot untuk perjalanan sehari-hari.
Namun masalah yang sering muncul adalah rute yang berubah-ubah, waktu tunggu yang tidak pasti, dan minimnya informasi mengenai jalur trayek. Karena itu, ketika Wali Kota Bandung mulai membicarakan wacana Angkot Pintar, saya melihatnya sebagai langkah maju yang patut mendapat dukungan dari semua warga.
Pengalaman transportasi Jakarta dengan Jak Lingko menurut saya bisa menjadi bahan perbandingan yang cukup dipertimbangkan. Dalam perjalanannya, Jakarta juga mengalami masa penyesuaian ketika memulai integrasi transportasi.
Awal implementasi tentunya tidak langsung sempurna, namun langkah kecil yang konsisten membuat layanan menjadi semakin baik. Jika Bandung akan mengimplementasikan angkot dengan skema yang lebih modern, model serupa bisa diadaptasi sesuai kondisi jalanan perkotaan di Bandung.
Salah satu hal yang menurut saya penting adalah kejelasan rute. Jak Lingko menerapkan trayek digital yang tidak boleh diubah seenaknya. Hal ini membuat pengguna merasa aman karena tahu angkutan akan menuju jalur yang seharusnya. Di Bandung, ini bisa membantu mengurangi kebingungan penumpang, terutama yang baru pindah atau jarang bepergian ke daerah tertentu.
Hal lain yang perlu dipikirkan adalah perekrutan sopir dan pendampingan untuk para sopir yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan teknologi. Teknologi baru memang memudahkan, namun belum tentu mudah dipakai oleh semua pengemudi.
Di Jakarta saja, beberapa sopir mikrotrans membutuhkan waktu dan pelatihan terlebih dahulu sebelum terjun langsung. Bahkan saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka akademi untuk pendidikan para calon sopir Bus Transjakarta. Bandung bisa mencontoh pendekatan tersebut dengan memberi pelatihan sederhana dan pendampingan teknis.
Selain itu, aplikasi yang digunakan warga juga harus dibuat ringan dan mudah dipahami. Salah satu keluhan awal pengguna Jak Lingko adalah aplikasinya yang memerlukan memori cukup besar dan kadang lambat di ponsel lama. Bandung bisa menghindari masalah itu dengan membuat aplikasi yang tidak boros kuota dan memiliki tampilan simpel. Fitur yang terlalu banyak kadang malah membuat warga bingung.
Hal lainnya berkaitan dengan titik naik dan turun penumpang. Jakarta mulai menerapkan titik tertentu agar kendaraan tidak berhenti sembarangan. Jika Bandung bisa memulai dari beberapa koridor saja, perubahan kecil ini akan membuat perjalanan lebih lancar dan mengurangi kemacetan. Tidak harus langsung besar, yang penting konsisten.
Baca Juga: Surat Cinta untuk Bandung

Tentu saja, sosialisasi menjadi hal yang tidak kalah penting. Program secanggih apa pun akan sulit berjalan jika warga tidak paham cara menggunakannya. Wali Kota Bandung bisa membuat penjelasan singkat melalui media sosial, poster di halte, atau kerja sama dengan sekolah-sekolah. Pelajar adalah pengguna angkot yang cukup banyak, sehingga mereka bisa menjadi agen penyebar informasi yang efektif.
Modernisasi angkot bukan sekadar membuat kendaraan menjadi “pintar”, tetapi bagaimana layanan publik bisa terasa lebih nyaman. Ketepatan waktu, kejelasan rute, dan kemudahan informasi jauh lebih penting bagi warga yang setiap hari bergantung pada transportasi umum. Jika teknologi dipadukan dengan pelayanan yang baik, manfaatnya akan terasa lebih luas.
Sebagai warga Bandung yang hampir setiap hari melihat angkot melintas di sekitar kampus dan kos-kosan, saya merasa perubahan ini memang sudah waktunya dilakukan. Bandung terus tumbuh maju seiring dengan pariwisata dan kuliner yang semakin menjamur. Angkot Pintar bisa menjadi awal yang baik untuk menciptakan layanan transportasi yang lebih tertata.
Pada akhirnya, saya pribadi sebagai pengguna transportasi umum di Bandung, sangat mendukung rencana Angkot Pintar ini. Meskipun masih berupa wacana, saya sangat mendukung program tersebut.
Semoga Wali Kota Bandung bisa mengambil inspirasi dari Jakarta maupun kota lain untuk memperkuat layanan publik, sehingga wacana ini tidak hanya di atas kertas, namun segera terlaksana sehingga mempermudah perjalanan dan aktivitas warga sehari-hari.
