Perkembangan dunia digital sering kali membuat seni tradisi seolah berjalan di jalur terpisah. Namun bagi komunitas anak muda Sound of Heritage (SORA) di Bandung, tradisi justru adalah ruang yang paling luas untuk berimajinasi. Mereka melihat angklung bukan sekadar alat musik bambu, tetapi medium yang dapat dirangkai ulang untuk menjawab tantangan zaman.
Melalui Program Inovasi Seni Nusantara 2025 dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendiktisaintek, yang diimplementasikan melalui pemberdayaan, pelatihan, dan pertunjukan, SORA menguatkan perjalanan kreatif yang bukan hanya memperkaya repertoar musik angklung, tetapi juga mendefinisikan ulang bagaimana tradisi bisa hidup di tengah lanskap budaya modern. Hasil pelatihan akan dipertunjukan dalam konser bertajuk Angklung Imagination pada tanggal 4 Desember 2025 di Gedung Kesenian Sunan Ambu, ISBI Bandung.
Pendampingan selama program menghadirkan pengalaman baru bagi para anggota SORA. Mereka tidak hanya mempelajari teknik aransemen dan penciptaan karya, tetapi juga memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari proses kreatif. Digital Audio Workstation (DAW), rekaman audio-video profesional, serta platform digital menjadi perangkat penting untuk membangun pendekatan musikal yang lebih segar. Penggunaan teknologi ini memberi mereka ruang untuk memadukan melodi Sunda, ritme kontemporer, dan harmoni modern secara lebih bebas.
Proses pelatihan yang berlangsung intensif selama satu bulan menghasilkan delapan karya angklung baru. Setiap komposisi lahir dari diskusi kelompok, eksplorasi berulang, serta keberanian mencoba pola-pola musik yang sebelumnya belum pernah dipertimbangkan. Dengan pendekatan partisipatif, semua anggota ikut terlibat dalam penyusunan ide, pemilihan warna bunyi, hingga penyusunan struktur lagu. Pencapaian ini memuncak dalam konser āAngklung Imaginationā, sebuah pertunjukan yang akan menampilkan bagaimana angklung dapat berevolusi tanpa meninggalkan karakter tradisinya.
SORA dan Lahirnya Ekosistem Kreativitas Berkelanjutan

Hasil terpenting dari program PISN ini bukan hanya karya-karya barunya, tetapi perubahan cara SORA bekerja sebagai komunitas kreatif. Pendampingan memberikan landasan yang kuat bagi mereka untuk membangun identitas baru sebagai inovator angklung. Ruang latihan yang lebih terarah, proses kreatif yang sistematis, serta peningkatan kemampuan artistik membuat mereka semakin matang dalam mengeksekusi ide.
Baca Juga: Menjadi Inovasi Lagu Baru, Saung Angklung Udjo Hidupkan Harmoni Budaya Sunda di Bandung
Selain itu, SORA mengalami perkembangan dari sisi manajerial dan publikasi. Mereka mulai menata konten digital dengan lebih rapi, mendokumentasikan setiap proses, serta membangun cara komunikasi yang lebih profesional kepada publik. Kenaikan jam terbang pertunjukan juga membuat mereka semakin percaya diri dalam menyajikan angklung dengan pendekatan yang lebih modern.
Kolaborasi antara akademisi dan komunitas muda ini menunjukkan bahwa pelestarian tidak selalu berarti mempertahankan bentuk lama apa adanya. Inovasi justru menjadi cara tradisi tetap memiliki masa depan. SORA membuktikan bahwa anak muda bukan ancaman bagi seni tradisi; mereka adalah generasi yang mampu memberi angklung kehidupan baru. Dengan dukungan yang tepat, tradisi tidak hanya bertahanātradisi bisa tumbuh dan memukau kembali di tengah dunia yang terus berubah. (*)
***
Penulis adalah Ketua Pelaksana Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Tahun 2025.
